Kita tentu ingat akan sebuah lagu yang bagus dan terdapat dalam Buku Puji Syukur, yaitu lagu no. 646 yang menggambarkan keyakinan iman dari salah seorang nabi Perjanjian Lama, yaitu Daud. Lagu itu dikutip dari Mazmur 23 : 1 – 6 yang juga merupakan Mazmur Daud, berkisah tentang kedudukan Allah sebagai Gembala bagi dirinya (Daud) yang penuh perhatian membimbing, mengarahkan dan menjaganya siang dan malam.
Kesaksian iman Daud itu kemudian ditegaskan kembali oleh Yesus Kristus, sebagaimana Bacaan injil hari Minggu tanggal 19 Juli 2009 yahg diambil dari Injil St. Markus 6:30 – 34. Kita bisa simak, Dia mewartakan DiriNya sebagai Gembala yang menaruh belas kasih kepada sekian banyak orang yang datang dari segenap penjuru kota di Israel untuk mengikutiNya bersama para muridNya. Dalam peristiwa itu, Yesus menggenapi apa yang pernah dinubuatkan oleh Daud dalam kutipan Mazmur tadi. Begitu melihat rombongan besar orang yang mengikutiNya dari belakang, Dia tergerak oleh rasa belas kasih dan memutuskan untuk menunda rencana semula beristirahat bersama para muridNya dan kemudian mulai mengajarkan banyak hal kepada mereka semua (orang – orang yang mengikutiNya) laksana Gembala “yang membaringkan domba – dombaNya di padang luas yang berumput hijau, yang membimbing mereka semua ke air yang tenang, yang menyegarkan jiwa – jiwa para dombaNya dan yang menuntun mereka di jalan yang benar dalam NamaNya yang Kudus,” sama persis seperti kutipan Mazmur 23:1 – 6.
Tugas penggembalaan yang dirintis dan dilaksanakan oleh Yesus Kristus tidak hanya berlangsung ketika Dia masih berada di dunia bersama para muridNya, tetapi juga ketika Dia sudah naik dan duduk di sisi kanan BapaNya pun tugas penggembalaanNya itu kemudian diteruskan oleh para Rasul Kristus yang terhimpun dalam Gereja Katholik. Hal ini terjadi setelah Dia meminta kesediaan St. Petrus (sebagai bukti cinta setia St. Petrus kepada Kristus Yesus) untuk melanjutkan tongkat penggembalaanNya sepeninggal Dia naik ke Surga (bdk Yoh 21:15 – 19).
Selanjutnya Kitab Suci mencatat, sebagai Paus Pertama Gereja Katholik, St. Petrus memimpin Konsili Yerusalem pada tahun 51 (Kisah Para Rasul 15) dan menyelesaikan perselisihan tentang Ajaran GerejaNya. Menurut Tradisi Suci, dia menggembalakan sekian banyak umat Katholik yang pada waktu itu sudah tersebar merata hampir di semua bagian daratan Asia dan Afrika.
Dalam Katekismus Gereja Katholik dijelaskan pula bahwa di bawah bimbingan Roh Kudus, GerejaNya (yang dibangun di atas dasar St. Petrus dan para Rasul Kristus) kemudian mengajarkan banyak kebenaran yang dipelajari Gereja dari para RasulNya. Secara terus – menerus, GerejaNya diajari, dibimbing, dan dikuduskan oleh Roh Kudus yang bekerja melalui pengganti para RasulNya, yaitu Dewan Para Uskup dalam persatuan utuh dengan pengganti St. Petrus sebagai Paus (Bapa Suci). Ini merupakan salah satu penjelasan mengapa Gereja Katholik mewarisi sifat Apostolik dan sekaligus membantah tudingan miring dari sementara orang bahwa dalam GerejaNya tidak ada Roh Kudus sehingga menurut mereka (segelintir orang) GerejaNya perlu diperbarui.
Sebagai umat beriman yang menerima panggilanNya untuk bersatu dalam pangkuan GerejaNya, kita semua adalah juga merupakan domba – dombaNya yang berada di bawah penggembalaan Paus Benedictus XVI sebagai penerus St. Petrus seperti halnya Paus Yohanes Paulus II dan para Bapa Suci pendahulunya.
Konsekuensi logisnya, kita pun diminta oleh Kristus Yesus untuk tetap berjalan sesuai tuntunan GerejaNya. Dalam Lumen Gentium 25 (LG 25) ditegaskan bahwa sebagai orang beriman, kita diwajibkan untuk menerima ketetapan – ketetapan yang diajarkan oleh GerejaNya (baik yang disampaikan melalui Wewenang Mengajar Gereja yang Luar Biasa maupun melalui Wewenang Mengajar Gereja yang Biasa) dengan penuh ketaatan iman, kepatuhan kehendak, dan akal budi yang suci. Sebagai domba – dombaNya, tentu kita merasa berat untuk menerima konsekuensi di atas jika kita hanya memandangnya dari sisi manusiawi kita saja. Terlebih, ada banyak tawaran di dunia berselubungkan paham atau isme yang menyesatkan bak “serigala berbulu domba” yang silih berganti menghampiri kita dan semuanya berpotensi dapat menggoyah komitmen kesetiaan kita untuk hidup jujur dan benar sebagai domba – dombaNya. Salah satu contoh konkritnya, misalnya ketika kita merasa bahwa penderitaan dan kesulitan yang kita alami di dunia ini tidak kunjung teratasi padahal kita selalu menghadiri Perayaan Ekaristi dan kemudian datang suatu paham yang menawarkan bentuk ibadat lain (dari yang selama ini kita kenal dalam GerejaNya) yang lebih mengedepankan euphoria atau heboh gegap gempita sesaat lengkap dengan iming – iming kesuksesan duniawi, maka kita cenderung untuk mengikuti paham tersebut. Lambat laun, kita menjadi malas menghadiri Perayaan Ekaristi dan lebih memilih menghadiri ibadat lain yang lebih menggiurkan atau lebih liberal dari sisi duniawi. Atau, ada juga yang menawarkan bentuk lain dari Tata Perayaan Ekaristi yang sudah ditetapkan oleh GerejaNya dengan memasukkan unsur – unsur lain dari suatu paham ke dalam Tata Perayaan Ekaristi. Ini jelas bertentangan dengan penegasan para Rasul Kristus seperti yang terangkum dalam Katekismus Gereja Katholik yaitu bahwa Kristus membagikan karunia keselamatanNya melalui Liturgi GerejaNya.
Tentu, masih banyak lagi contoh konkrit lainnya yang semuanya itu menuntut kita untuk mau bersikap waspada dan berhati – hati terhadap serbuan “serigala berbulu domba” yang coba mencerai – beraikan kita dari kumpulan domba yang terhimpun dalam GerejaNya.
Dari pihak Allah, ternyata Dia tidak meninggalkan kita sendirian berjuang menjalankan Amanat Kristus Yesus dalam GerejaNya. Dengan kasihNya yang begitu besar, Dia tidak menginginkan satu pun dombaNya yang hilang tersesat. Sesuai JanjiNya, Dia mengutus Roh Kudus kepada setiap orang yang percaya kepada Kristus dan menaati perintah – perintahNya (bdk 1 Yoh 3:23 – 24, 1 Yoh 4:13, 1 Kor 12:3, dan Kis 5:29 – 32). Dengan kata lain, Roh Kudus membimbing setiap orang untuk datang kepadaNya melalui GerejaNya.
Akhirnya, semoga pengalaman hidup yang ditunjukkan sekian banyak orang yang mengikuti Yesus bersama para RasulNya seperti kita simak dalam Injil St. Markus dan kesaksian iman para martir GerejaNya dapat membangkitkan semangat kita semua untuk bertahan hidup dalam kesetiaan iman, keteguhan harapan, dan kerelaan kasih di bawah penggembalaan GerejaNya. Amin.
Kesaksian iman Daud itu kemudian ditegaskan kembali oleh Yesus Kristus, sebagaimana Bacaan injil hari Minggu tanggal 19 Juli 2009 yahg diambil dari Injil St. Markus 6:30 – 34. Kita bisa simak, Dia mewartakan DiriNya sebagai Gembala yang menaruh belas kasih kepada sekian banyak orang yang datang dari segenap penjuru kota di Israel untuk mengikutiNya bersama para muridNya. Dalam peristiwa itu, Yesus menggenapi apa yang pernah dinubuatkan oleh Daud dalam kutipan Mazmur tadi. Begitu melihat rombongan besar orang yang mengikutiNya dari belakang, Dia tergerak oleh rasa belas kasih dan memutuskan untuk menunda rencana semula beristirahat bersama para muridNya dan kemudian mulai mengajarkan banyak hal kepada mereka semua (orang – orang yang mengikutiNya) laksana Gembala “yang membaringkan domba – dombaNya di padang luas yang berumput hijau, yang membimbing mereka semua ke air yang tenang, yang menyegarkan jiwa – jiwa para dombaNya dan yang menuntun mereka di jalan yang benar dalam NamaNya yang Kudus,” sama persis seperti kutipan Mazmur 23:1 – 6.
Tugas penggembalaan yang dirintis dan dilaksanakan oleh Yesus Kristus tidak hanya berlangsung ketika Dia masih berada di dunia bersama para muridNya, tetapi juga ketika Dia sudah naik dan duduk di sisi kanan BapaNya pun tugas penggembalaanNya itu kemudian diteruskan oleh para Rasul Kristus yang terhimpun dalam Gereja Katholik. Hal ini terjadi setelah Dia meminta kesediaan St. Petrus (sebagai bukti cinta setia St. Petrus kepada Kristus Yesus) untuk melanjutkan tongkat penggembalaanNya sepeninggal Dia naik ke Surga (bdk Yoh 21:15 – 19).
Selanjutnya Kitab Suci mencatat, sebagai Paus Pertama Gereja Katholik, St. Petrus memimpin Konsili Yerusalem pada tahun 51 (Kisah Para Rasul 15) dan menyelesaikan perselisihan tentang Ajaran GerejaNya. Menurut Tradisi Suci, dia menggembalakan sekian banyak umat Katholik yang pada waktu itu sudah tersebar merata hampir di semua bagian daratan Asia dan Afrika.
Dalam Katekismus Gereja Katholik dijelaskan pula bahwa di bawah bimbingan Roh Kudus, GerejaNya (yang dibangun di atas dasar St. Petrus dan para Rasul Kristus) kemudian mengajarkan banyak kebenaran yang dipelajari Gereja dari para RasulNya. Secara terus – menerus, GerejaNya diajari, dibimbing, dan dikuduskan oleh Roh Kudus yang bekerja melalui pengganti para RasulNya, yaitu Dewan Para Uskup dalam persatuan utuh dengan pengganti St. Petrus sebagai Paus (Bapa Suci). Ini merupakan salah satu penjelasan mengapa Gereja Katholik mewarisi sifat Apostolik dan sekaligus membantah tudingan miring dari sementara orang bahwa dalam GerejaNya tidak ada Roh Kudus sehingga menurut mereka (segelintir orang) GerejaNya perlu diperbarui.
Sebagai umat beriman yang menerima panggilanNya untuk bersatu dalam pangkuan GerejaNya, kita semua adalah juga merupakan domba – dombaNya yang berada di bawah penggembalaan Paus Benedictus XVI sebagai penerus St. Petrus seperti halnya Paus Yohanes Paulus II dan para Bapa Suci pendahulunya.
Konsekuensi logisnya, kita pun diminta oleh Kristus Yesus untuk tetap berjalan sesuai tuntunan GerejaNya. Dalam Lumen Gentium 25 (LG 25) ditegaskan bahwa sebagai orang beriman, kita diwajibkan untuk menerima ketetapan – ketetapan yang diajarkan oleh GerejaNya (baik yang disampaikan melalui Wewenang Mengajar Gereja yang Luar Biasa maupun melalui Wewenang Mengajar Gereja yang Biasa) dengan penuh ketaatan iman, kepatuhan kehendak, dan akal budi yang suci. Sebagai domba – dombaNya, tentu kita merasa berat untuk menerima konsekuensi di atas jika kita hanya memandangnya dari sisi manusiawi kita saja. Terlebih, ada banyak tawaran di dunia berselubungkan paham atau isme yang menyesatkan bak “serigala berbulu domba” yang silih berganti menghampiri kita dan semuanya berpotensi dapat menggoyah komitmen kesetiaan kita untuk hidup jujur dan benar sebagai domba – dombaNya. Salah satu contoh konkritnya, misalnya ketika kita merasa bahwa penderitaan dan kesulitan yang kita alami di dunia ini tidak kunjung teratasi padahal kita selalu menghadiri Perayaan Ekaristi dan kemudian datang suatu paham yang menawarkan bentuk ibadat lain (dari yang selama ini kita kenal dalam GerejaNya) yang lebih mengedepankan euphoria atau heboh gegap gempita sesaat lengkap dengan iming – iming kesuksesan duniawi, maka kita cenderung untuk mengikuti paham tersebut. Lambat laun, kita menjadi malas menghadiri Perayaan Ekaristi dan lebih memilih menghadiri ibadat lain yang lebih menggiurkan atau lebih liberal dari sisi duniawi. Atau, ada juga yang menawarkan bentuk lain dari Tata Perayaan Ekaristi yang sudah ditetapkan oleh GerejaNya dengan memasukkan unsur – unsur lain dari suatu paham ke dalam Tata Perayaan Ekaristi. Ini jelas bertentangan dengan penegasan para Rasul Kristus seperti yang terangkum dalam Katekismus Gereja Katholik yaitu bahwa Kristus membagikan karunia keselamatanNya melalui Liturgi GerejaNya.
Tentu, masih banyak lagi contoh konkrit lainnya yang semuanya itu menuntut kita untuk mau bersikap waspada dan berhati – hati terhadap serbuan “serigala berbulu domba” yang coba mencerai – beraikan kita dari kumpulan domba yang terhimpun dalam GerejaNya.
Dari pihak Allah, ternyata Dia tidak meninggalkan kita sendirian berjuang menjalankan Amanat Kristus Yesus dalam GerejaNya. Dengan kasihNya yang begitu besar, Dia tidak menginginkan satu pun dombaNya yang hilang tersesat. Sesuai JanjiNya, Dia mengutus Roh Kudus kepada setiap orang yang percaya kepada Kristus dan menaati perintah – perintahNya (bdk 1 Yoh 3:23 – 24, 1 Yoh 4:13, 1 Kor 12:3, dan Kis 5:29 – 32). Dengan kata lain, Roh Kudus membimbing setiap orang untuk datang kepadaNya melalui GerejaNya.
Akhirnya, semoga pengalaman hidup yang ditunjukkan sekian banyak orang yang mengikuti Yesus bersama para RasulNya seperti kita simak dalam Injil St. Markus dan kesaksian iman para martir GerejaNya dapat membangkitkan semangat kita semua untuk bertahan hidup dalam kesetiaan iman, keteguhan harapan, dan kerelaan kasih di bawah penggembalaan GerejaNya. Amin.
In nomine Patris et Filii et Spiritu Sancti. Amen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar