Pernah mengalami (atau setidaknya mengikuti) yang namanya Apel Pagi di kantor gak? Untuk yang kerja di kantor instansi Pemerintah, pasti pernah mengalaminya, minimal sebulan sekali yaitu setiap tanggal 17 digelar Upacara Bendera (yang ini namanya bukan Apel lagi, tapi sudah berbentuk Upacara).
Nah, saya ingin berbagi tentang pengalaman saya mengikuti Apel Pagi hampir setiap hari di kantor saya. Hampir setiap hari? Ya, betul, tepatnya hampir setiap hari kerja (dari hari Senin hingga Kamis. Hari Jumat dipakai untuk senam pagi, sedangkan hari Sabtu dan Minggu dipakai untuk bercengkerama dengan keluarga masing - masing alias hari libur, he..he..he..).
Setiap pelaksanaan Apel Pagi selalu dipimpin oleh pejabat yang bertugas untuk mengambil Apel Pagi pada setiap hari yang telah ditentukan. Yang menarik (bahkan, sangat menggelikan, setidaknya bagi saya dan kami semua peserta Apel Pagi) adalah materi pidato atau sambutan atau apalah namanya yang menjadi penekanan oleh tiap - tiap pejabat pengambil Apel Pagi tersebut.
Sebagai contoh, Pak Polan yang kebagian jatah untuk mengambil Apel Pagi di hari Senin selalu menekankan bahwa ketidakhadiran pegawai kantor kami dalam suatu Apel Pagi karena sakit agak diragukan, karena kalau yang namanya sakit (kata beliau) setiap orang pasti mengalami sakit dan itu tidak bisa serta-merta dijadikan alasan untuk tidak hadir dalam Apel Pagi. Dengan gayanya, beliau selalu bilang bahwa jangan terbiasa manja tidak ikut Apel Pagi karena alasan sakit. Apalagi, jika tidak ikut Apel Pagi karena alasan macet atau urusan rumah. Jangan harap alasan itu dapat diterima oleh Pak Polan ketika beliau bertugas mengambil Apel Pagi.
Di lain hari, giliran Pak Pilon mengambil Apel Pagi dan menekankan bahwa yang tidak bisa ikut Apel Pagi karena sakit atau mengerjakan urusan rumah seperti bayar tagihan listrik, tagihan telepon, bayar PBB alias Pajak Bumi dan Bangunan atau alasan mendesak lainnya dapat dimaklumi dan semua alasan itu bisa diterima dengan baik, kecuali alasan terlambat karena terjebak macet di jalan. Kata Pak Pilon, alasan macet tidak bisa diterima karena sebagai pegawai yang bekerja di kantor dan menempuh perjalanan berangkat kerja sekian menit dari rumah, seharusnya sudah mengantisipasi akan resiko kemacetan di jalan dengan mengusahakan berangkat pagi.
Lain Pak Polan, lain Pak Pilon, lain pula Pak Plo'on. Ketika Pak Plo'on mendapat giliran mengambil Apel Pagi, penekanan beliau adalah tentang wewenang pejabat yang berhak memberikan ijin kepada setiap pegawai yang tidak ikut Apel Pagi. Kalau memang tidak memungkinkan, cukup memberi kabar saja kepada sesama rekan kerja untuk diteruskan kepada pejabat yang berwenang. Konkritnya, jika ada pegawai yang tidak ikut Apel Pagi karena terjebak macet, ada urusan keluarga atau urusan rumah yang tidak bisa ditinggalkan atau tidak bisa didelegasikan kepada orang di rumah, atau menderita sakit, hendaknya melapor via SMS atau telepon kepada pejabat yang menjadi atasan langsung di unit kerjanya masing - masing. Jangan sampai tidak ikut Apel Pagi tanpa alasan jelas alias TK alias Tanpa Kabar. Pendek kata, Pak Plo'on sangat menghargai upaya pegawai bersangkutan untuk melaporkan ketidakhadirannya dalam Apel Pagi.
Nah, sekarang seandainya saya tidak bisa ikut Apel Pagi karena sakit dan otomatis saya tidak bisa masuk kerja pada suatu hari, jika saya memberitahukan rekan kerja saya via SMS atau telepon dan dilaporkan kepada Pak Polan (misalnya, karena kebetulan yang mengambil Apel Pagi adalah Pak Polan) sudah pasti alasan saya sakit sehingga tidak bisa ikut Apel Pagi ditolak mentah - mentah. Kecuali jika yang mengambil Apel Pagi adalah Pak Pilon atau Pak Plo'on, alasan sakit dapat diterima dengan baik.
Maka, tidak heran jika beberapa rekan kerja saya yang memang memiliki disiplin rendah untuk ikut Apel Pagi memilih untuk tidak memberi kabar kepada sesama rekan, alias mereka memilih untuk mendapat alasan TK untuk ketidakhadirannya dalam Apel Pagi.
Singkat kata, lain pejabat pengambil Apel Pagi, lain pula tanggapannya terhadap alasan ketidakhadiran dalam Apel Pagi. Situasi itu tentunya sangat tidak kondusif bagi pencapaian tujuan diadakannya Apel Pagi, yaitu untuk menanamkan nilai - nilai kedisiplinan kepada para pegawai yang bekerja di kantor kami. Lha bagaimana para pegawai mau belajar disiplin jika pejabat - pejabat pengambil Apel Pagi memberi contoh dengan selalu bersikap kontradiktif satu sama lain dalam hal menanggapi adanya laporan ketidakhadiran pegawai dalam Apel Pagi?
Memang mungkin agak gak nyambung alias Jaka Sembung Makan Lodeh alias Gak Nyambung Deh dengan situasi kepemerintahan saat ini, tapi harapan saya, semoga tulisan ini dapat menjadi cermin bagi para pejabat di kalangan pemerintahan sehingga dapat menggugah semangat konsolidasi di antara mereka untuk selalu seia sekata dalam mengeluarkan kebijakan atau statement berkaitan dengan nasib rakyat yang sangat bergantung pada kebijakan yang mereka buat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar