Powered By Blogger

Selasa, 31 Maret 2009

Bercermin dari Pengalaman Apel Pagi

Pernah mengalami (atau setidaknya mengikuti) yang namanya Apel Pagi di kantor gak? Untuk yang kerja di kantor instansi Pemerintah, pasti pernah mengalaminya, minimal sebulan sekali yaitu setiap tanggal 17 digelar Upacara Bendera (yang ini namanya bukan Apel lagi, tapi sudah berbentuk Upacara).
Nah, saya ingin berbagi tentang pengalaman saya mengikuti Apel Pagi hampir setiap hari di kantor saya. Hampir setiap hari? Ya, betul, tepatnya hampir setiap hari kerja (dari hari Senin hingga Kamis. Hari Jumat dipakai untuk senam pagi, sedangkan hari Sabtu dan Minggu dipakai untuk bercengkerama dengan keluarga masing - masing alias hari libur, he..he..he..).
Setiap pelaksanaan Apel Pagi selalu dipimpin oleh pejabat yang bertugas untuk mengambil Apel Pagi pada setiap hari yang telah ditentukan. Yang menarik (bahkan, sangat menggelikan, setidaknya bagi saya dan kami semua peserta Apel Pagi) adalah materi pidato atau sambutan atau apalah namanya yang menjadi penekanan oleh tiap - tiap pejabat pengambil Apel Pagi tersebut.
Sebagai contoh, Pak Polan yang kebagian jatah untuk mengambil Apel Pagi di hari Senin selalu menekankan bahwa ketidakhadiran pegawai kantor kami dalam suatu Apel Pagi karena sakit agak diragukan, karena kalau yang namanya sakit (kata beliau) setiap orang pasti mengalami sakit dan itu tidak bisa serta-merta dijadikan alasan untuk tidak hadir dalam Apel Pagi. Dengan gayanya, beliau selalu bilang bahwa jangan terbiasa manja tidak ikut Apel Pagi karena alasan sakit. Apalagi, jika tidak ikut Apel Pagi karena alasan macet atau urusan rumah. Jangan harap alasan itu dapat diterima oleh Pak Polan ketika beliau bertugas mengambil Apel Pagi.
Di lain hari, giliran Pak Pilon mengambil Apel Pagi dan menekankan bahwa yang tidak bisa ikut Apel Pagi karena sakit atau mengerjakan urusan rumah seperti bayar tagihan listrik, tagihan telepon, bayar PBB alias Pajak Bumi dan Bangunan atau alasan mendesak lainnya dapat dimaklumi dan semua alasan itu bisa diterima dengan baik, kecuali alasan terlambat karena terjebak macet di jalan. Kata Pak Pilon, alasan macet tidak bisa diterima karena sebagai pegawai yang bekerja di kantor dan menempuh perjalanan berangkat kerja sekian menit dari rumah, seharusnya sudah mengantisipasi akan resiko kemacetan di jalan dengan mengusahakan berangkat pagi.
Lain Pak Polan, lain Pak Pilon, lain pula Pak Plo'on. Ketika Pak Plo'on mendapat giliran mengambil Apel Pagi, penekanan beliau adalah tentang wewenang pejabat yang berhak memberikan ijin kepada setiap pegawai yang tidak ikut Apel Pagi. Kalau memang tidak memungkinkan, cukup memberi kabar saja kepada sesama rekan kerja untuk diteruskan kepada pejabat yang berwenang. Konkritnya, jika ada pegawai yang tidak ikut Apel Pagi karena terjebak macet, ada urusan keluarga atau urusan rumah yang tidak bisa ditinggalkan atau tidak bisa didelegasikan kepada orang di rumah, atau menderita sakit, hendaknya melapor via SMS atau telepon kepada pejabat yang menjadi atasan langsung di unit kerjanya masing - masing. Jangan sampai tidak ikut Apel Pagi tanpa alasan jelas alias TK alias Tanpa Kabar. Pendek kata, Pak Plo'on sangat menghargai upaya pegawai bersangkutan untuk melaporkan ketidakhadirannya dalam Apel Pagi.
Nah, sekarang seandainya saya tidak bisa ikut Apel Pagi karena sakit dan otomatis saya tidak bisa masuk kerja pada suatu hari, jika saya memberitahukan rekan kerja saya via SMS atau telepon dan dilaporkan kepada Pak Polan (misalnya, karena kebetulan yang mengambil Apel Pagi adalah Pak Polan) sudah pasti alasan saya sakit sehingga tidak bisa ikut Apel Pagi ditolak mentah - mentah. Kecuali jika yang mengambil Apel Pagi adalah Pak Pilon atau Pak Plo'on, alasan sakit dapat diterima dengan baik.
Maka, tidak heran jika beberapa rekan kerja saya yang memang memiliki disiplin rendah untuk ikut Apel Pagi memilih untuk tidak memberi kabar kepada sesama rekan, alias mereka memilih untuk mendapat alasan TK untuk ketidakhadirannya dalam Apel Pagi.
Singkat kata, lain pejabat pengambil Apel Pagi, lain pula tanggapannya terhadap alasan ketidakhadiran dalam Apel Pagi. Situasi itu tentunya sangat tidak kondusif bagi pencapaian tujuan diadakannya Apel Pagi, yaitu untuk menanamkan nilai - nilai kedisiplinan kepada para pegawai yang bekerja di kantor kami. Lha bagaimana para pegawai mau belajar disiplin jika pejabat - pejabat pengambil Apel Pagi memberi contoh dengan selalu bersikap kontradiktif satu sama lain dalam hal menanggapi adanya laporan ketidakhadiran pegawai dalam Apel Pagi?
Memang mungkin agak gak nyambung alias Jaka Sembung Makan Lodeh alias Gak Nyambung Deh dengan situasi kepemerintahan saat ini, tapi harapan saya, semoga tulisan ini dapat menjadi cermin bagi para pejabat di kalangan pemerintahan sehingga dapat menggugah semangat konsolidasi di antara mereka untuk selalu seia sekata dalam mengeluarkan kebijakan atau statement berkaitan dengan nasib rakyat yang sangat bergantung pada kebijakan yang mereka buat.

Senin, 30 Maret 2009

Bijaksana Dalam Memilih

Oleh : Andi Sardono
Kampanye yang digelar berbagai Parpol di Indonesia menjelang datangnya Pemilu Legislatif tanggal 9 April 2009 mendatang tampaknya semakin beragam, mulai dari digelarnya aksi fogging atau pengasapan untuk memberantas penyebaran nyamuk Demam Berdarah Dengue (DBD), penceburan sekian kilogram (bahkan, ada yang sampai berkwintal - kwintal) dengan sekian jenis ikan ke beberapa kolam pemancingan milik perorangan, sungai, danau buatan (atau danau alam sekalipun), pembagian kalender 2009 (kadang kala pula disertai pembagian kaus, topi, dan atribut lainnya) bergambar Parpol dan lengkap pula dengan nomor urut caleg dari masing - masing parpol, kampanye terbuka dengan (masih pula mengadaptasi kampanye ala Orde Baru) melibatkan anak - anak usia sekolah (kalau nggak mau dibilang anak - anak di bawah umur) dan (ini pula yang bikin gregetan pihak Kepolisian dan masyarakat pengguna jalan pada umumnya) selalu saja diiringi dengan aksi kebut - kebutan.
Dengan berbagai dalih, pihak parpol bersangkutan biasanya langsung tersinggung (terkadang, malah memberikan dalih yang tidak masuk akal) ketika mereka ditegur oleh Bawaslu setempat mengenai berbagai bentuk pelanggaran kampanye yang sering terjadi di lapangan.
Tampaknya, menjadi sangat penting bagi kalangan masyarakat yang nantinya diharapkan dapat memberikan suaranya dalam Pemilu Legislatif untuk benar - benar bersikap bijaksana dan mempertimbangkan dengan sungguh - sungguh parpol mana atau caleg mana yang diharapkan akan membawa angin perubahan (ke arah yang lebih baik, tentunya) bagi pengembangan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya dan (sudah tentu) kepentingan para konstituen pada khususnya.
Mari, bersama - sama kita kaji dan pantau track record dari masing - masing parpol dan para caleg sebelum memberikan suara untuk mereka.

Selasa, 17 Maret 2009

Alasan Untuk Tidak Beraktivitas

oleh : Andi Sardono
"Mas, saya gak masuk kerja hari ini karena kepala sakit."
"Mas, saya berangkat siang karena ban motor pecah."
"Ijin komandan, posisiku masih di Tol Kebon Jeruk, bisnya lambat banget. Mohon ijin tidak ikut apel pagi. Demikian untuk menjadi periksa."
"Pagi Mas. Mohon ijin, saya tidak apel pagi karena masih di jalan, takut gak bisa apel."
"Ass Wr Wb. Mohon ijin, saya tidak apel pagi karena mau antar anak ke klinik. Nanti siang saya ke kantor."
Jika Anda membaca uraian kalimat di atas, jangan salah..itu tadi adalah sederet SMS yang dikirimkan oleh beberapa rekan kerja di kantor jika mereka tidak ikut apel pagi atau masuk kerja tapi terlambat.
Setiap orang pastilah memiliki sederet tantangan untuk berangkat kerja atau beraktivitas di luar rumah. Termasuk saya dan istri yang harus berangkat kerja jam 05.00 WIB untuk mengejar jadwal kedatangan KRL tujuan Bekasi - Jakarta (Tanahabang) jam 06.10 WIB. Tetapi, apakah tidak ada usaha untuk kita berjuang mengatasi keadaan atau situasi atau kondisi seperti itu?
Itulah yang selalu menjadi keprihatinan saya jika melihat tingkat kehadiran rekan - rekan kerja saya dalam apel pagi di kantor. Tanpa bermaksud tak mempercayai alasan mereka, saya berpikir, apakah kondisi yang mereka alami ketika berangkat beraktivitas tidak diantisipasi sebelumnya oleh mereka?
Lantas, sampai kapankah mereka beralasan sedemikian rupa? Tidak ada yang tahu pasti, termasuk saya tentunya.

Selasa, 10 Maret 2009

Libur 3 Hari

Setelah melewati hari - hari yang panjang dan melelahkan selama bekerja seharian penuh, akhirnya para pekerja kantoran maupun pabrik di Indonesia menikmati libur 3 hari yang dimulai dari hari Sabtu tanggal 7 Maret 2009 hingga hari Senin tanggal 9 Maret 2009 kemarin.

Sebagian orang di Indonesia menghabiskan waktu libur tersebut dengan pulang ke kampungnya masing - masing untuk sekedar menengok sanak saudara atau keluarga mereka. Ada pula yang memilih berlibur bersama keluarga atau komunitas hobi mereka dengan mengunjungi kawasan wisata yang tersebar di berbagai daerah. Ada pula yang berlibur dengan memanfaatkan untuk...bersih - bersih rumah alias kerja bakti lokal.

Nah, yang disebut terakhir itulah yang saya lakukan bersama istri dan keluarga besar kami di rumah kami di Perumahan Vila Gading Harapan yang terletak di sebuah kawasan Babelan, Bekasi.

Kami mulai dengan membersihkan halaman rumah kami yang sudah mulai ditumbuhi semak belukar dan cikal bakal rumput liar, kemudian got depan rumah pun tak luput kami bersihkan pula dari rumput liar yang mulai meninggi.

Selesai itu, kami kemudian memeriksa kondisi tanaman yang ada di halaman rumah kami, mulai dari tanaman cabe (baik cabe merah maupun kuning), tanaman bawang merah (cuma ada 1 batang, padahal rencananya kami mau menanam lebih dari 1 batang), asoka, bougenvile, melati jepang, bunga terompet dan ada banyak lagi.
Capek? Lumayanlah..tapi merawat tanaman di rumah sendiri itu rasanya tidak melelahkan, tapi mengasyikkan. Lain halnya kalau saya bersama - sama warga RT setempat bekerja bakti membersihkan rumput ilalang dan semak belukar yang mulai tumbuh liar di rumah - rumah kosong yang masih banyak di sekitar rumah kami. Walah, yang ada malah rasa jengkel di hati karena yang merasa punya rumah kosong malah tidak peduli dengan kondisi rumahnya, apalagi mengunjungi rumahnya yang dibiarkan kosong itu.
Tapi, terlepas dari rasa jengkel tadi, memang mengisi liburan di rumah dengan kegiatan bersih - bersih rumah terasa berbeda dan jelas banyak manfaatnya. Daripada menghabiskan banyak uang untuk berlibur ke luar rumah, lebih baik uangnya disimpan untuk kebutuhan lain yang sewaktu - waktu bisa muncul mendadak.
Begitulah sekelumit pengalaman kami. Semoga kisah di atas dapat menginspirasi Anda untuk mengisi liburan di masa - masa yang akan datang. Ya nggak? Ya iyalah yau...