Powered By Blogger

Senin, 21 Desember 2009

Doa Katholik secara Latin

In nomine Patris et Filii et Spiritu Sancti. Amen.

Pater Noster

Pater noster
qui es in caelis
Sanctificetur nomen tuum
Adveniat regnum tuum
fiat voluntas tua,
Sicut in caelo et in terra
Panem nostrum quotidianum da nobis hodie
et dimitte nobis debita nostra
sicut et nos dimittimus debitoribus nostris.
Et ne nos inducas in tentationem
sed libera nos a malo.
Amen.

Ave Maria

Ave Maria, gratia plena,
Dominus tecum,
benedicta tu in mulieribus,
et benedictus fructus ventris tui, Jesus.
Sancta Maria, Mater Dei,
ora pro nobis peccatoribus, nunc, et in hora mortis nostrae.
Amen.

Senin, 12 Oktober 2009

Peran Serta dalam Karya Pelayanan Gereja (Oleh : Andi Sardono)

Di Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya, partisipasi umat beriman dalam kehidupan GerejaNya selalu dilihat oleh para pemerhati Gereja sebagai hal yang menggembirakan. Salah satu indikatornya adalah bermunculannya banyak kelompok kategorial yang melibatkan kaum awam beriman sebagai anggota dan (beberapa di antaranya) bertindak sebagai penggerak kelompok – kelompok tersebut. Tentunya, kehadiran dan kegiatan kelompok – kelompok kategorial itu sangat berarti bagi karya pelayanan Gereja di Tanah Air kita.
Namun, jika tidak disadari dan diantisipasi, ada bahaya besar yang dapat timbul dari kehadiran sekian banyak kelompok tersebut, yaitu munculnya persaingan tidak sehat dan melemahnya semangat pelayanan di antara mereka. Yang terjadi kemudian, kelompok satu sama lain saling menjatuhkan dan merasa diri paling benar dalam posisi dan kedudukannya di GerejaNya. Misalnya, ada satu kelompok yang merasa diri mempunyai hubungan paling dekat dengan Bunda Maria dan menganggap yang lainnya tidak dekat dengan Bunda Maria. Ada pula kelompok lainnya yang mengklaim berhubungan paling intens dengan Roh Kudus dan menganggap yang lainnya jauh dari Roh Kudus, dan sekian banyak contoh lainnya lagi.
Bacaan Injil hari ini (Minggu tanggal 18 Oktober 2009) dari Markus 10:35 – 45 secara tidak langsung mengingatkan kita akan tugas pokok yang kita emban sebagai bagian integral dan tak terpisahkan dari GerejaNya, yaitu tugas melayani. Kristus Yesus meminta para RasulNya ketika itu untuk mendukung karya pewartaanNya dengan hidup saling melayani satu sama lain sebagai sesama anggota GerejaNya. Puji Tuhan, walau sebelumnya mereka terlibat pertengkaran dengan St. Yakobus dan St. Yohanes tentang siapa yang terbesar di antara mereka, tapi kelak di kemudian hari mereka hidup saling melayani satu sama lain dalam tugas pewartaan GerejaNya hingga ke beberapa penjuru dunia.
Dalam kaitan dengan bacaan tersebut, Gereja juga menegaskan kembali ajakan Yesus tersebut seperti yang tertuang dalam Katekismus Gereja Katholik (KGK) No. 897 yang intinya kita semua dipanggil olehNya untuk turut serta mengambil bagian dalam pelaksanaan tugas Kristus yang adalah Kepala Gereja, yaitu dalam tugas imamat, kenabian, dan rajawi Kristus.
Sebagai bagian dari umat beriman, ketiga tugas itu diharapkan dapat kita lakukan dengan sepenuh hati demi pelayanan kita kepada Tubuh Mistik Kristus, yaitu GerejaNya sendiri.
Partisipasi kita dalam pelaksanaan tugas Kristus sebagai imam dapat kita lakukan dalam semua karya, kehidupan berdoa, setiap usaha kerasulan kita, setiap usaha kita dalam membina hidup berkeluarga dan hubungan suami istri, setiap jerih payah kita sehari – hari, setiap waktu beristirahat bagi jiwa dan badan kita, serta dalam setiap usaha kita menanggung beban hidup kita dengan sabar, yang semuanya itu jika kita jalankan dalam Roh, layak kita persatukan dengan kurban Kristus Yesus dalam Perayaan Ekaristi (bdk KGK No. 901).
Selanjutnya, partisipasi kita dalam pelaksanaan tugas Kristus sebagai nabi dapat kita lakukan melalui karya penginjilan (dalam kesaksian hidup dan kata – kata), ikut serta dalam pelajaran katekese, terlibat dalam ilmu pengetahuan teologi, berperan serta dalam karya kerasulan media komunikasi (misalnya, melalui internet dan berbagai media massa lainnya), serta turut terlibat dalam setiap sumbang saran kita kepada para gembala Gereja dan umat beriman lainnya dengan tetap menjaga kesusilaan dan sikap hormat kita kepada mereka serta memperhatikan manfaat umum dan martabat pribadi orang (bdk KGK No. 905 s.d 907).
Sedangkan, partisipasi kita dalam pelaksanaan tugas Kristus sebagai raja diwujudkan dalam bentuk kerja sama menyehatkan lembaga – lembaga dan kondisi – kondisi masyarakat, terlibat dalam karya pelayanan Gereja (seperti terlibat dalam setiap kegiatan kelompok kategorial) dan terlibat dalam pelaksanaan kuasa Yurisdiksi GerejaNya (seperti terlibat dalam Komisi – komisi, dan kegiatan pastoral yang terdapat dalam struktur GerejaNya) menurut hokum yang berlaku dengan tetap menganut suara hati Kristiani (bdk KGK No. 909 s.d 912).
Demikianlah, dengan menyelami kembali semangat pelayanan kita sebagai anggota GerejaNya sesuai amanat Kristus dan teladan hidup Para RasulNya dalam mengamalkan Ajaran Kristus, diharapkan kita tidak terjebak dalam sikap sombong, saling menjatuhkan, dan merendahkan satu sama lain dalam tugas pelayanan kita kepada Tubuh MistikNya. Amin.

Kamis, 01 Oktober 2009

Refleksi Bencana dalam Hidup Berbangsa

In nomine Patris et Filii et Spiritu Sancti. Amen

Banyaknya bencana alam dan aneka kejadian memilukan dalam perjalanan hidup bangsa dan negara Indonesia tentunya sangat memprihatinkan kita semua. Sejarah juga mencatat, bahwa kejadian bencana alam yang dialami oleh negeri kita tercinta ini telah jauh - jauh hari mendera nenek moyang kita semua. Dapat dikatakan bahwa tidak ada satu pun pemerintahan negeri kita yang luput dari bencana alam semasa pemerintahan mereka berlangsung.

Maka, ketika kemudian ada sebuah diskusi mencuat ke permukaan yang membahas tentang kaitan antara pemerintahan yang berkuasa dengan datangnya bencana alam, tentu itu sungguh wacana yang menggelikan. Seolah - olah, terbentuknya suatu pemerintahan di suatu negeri turut memberi andil akan terciptanya sebuah bencana alam, mulai dari skala kecil hingga yang besar.

Walau demikian, tidak ada salahnya jika kita coba mengkaji kembali gagasan itu sebelum kemudian menjadi sebuah wacana debat kusir semata.

Kita mulai dari sejarah awal penciptaan Bumi dan seisinya oleh Tuhan YME. Dalam banyak agama dan kepercayaan yang dianut oleh umat manusia, ada satu benang merah yang dapat kita tarik bersama, yaitu bahwa Bumi tercipta melalui sebuah proses pembentukan dari Ketiadaan hingga menjadi Ada dan itu berlangsung terus selama proses pemeliharaan Bumi dan segenap isinya yang kemudian diambil alih oleh manusia. Proses pemeliharaan kehidupan di Bumi oleh segenap umat manusia itu kemudian berjalan seiring dengan tuntutan akan kebutuhan hidup manusia dari seantero dunia. Kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan telah membuka gagasan dalam diri manusia untuk memanfaatkan sebaik - baiknya segala kekayaan alam yang terkandung oleh Bumi dan seisinya.

Sayangnya, yang terjadi kemudian adalah eksplorasi dan eksploitasi besar - besaran yang dilakukan oleh manusia dengan mengatasnamakan kebutuhan duniawi yang semakin mendesak untuk dipenuhi oleh manusia. Pendek kata, umat manusia banyak yang melupakan tugas dan tanggung jawab sosial dalam memelihara keberlangsungan Bumi dan seluruh isi kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Maka, tak heran jika di kemudian hari, di banyak negara (tak terkecuali di Indonesia), ada banyak bencana alam yang menimpa umat manusia. Semua itu menuntut kita semua untuk mereflesikan bencana alam itu dengan kebijakan yang mungkin pernah kita tempuh untuk memenuhi kebutuhan duniawi. Kekayaan hutan dengan semena - mena kita sikat sementara kita tidak peduli untuk menanam kembali setiap pohon yang kita tebang. Akibatnya, hujan sedikit saja mengakibatkan tanah longsor dan banjir bandang di mana - mana.

Pasir di laut terus kita keruk untuk mereklamasi tanah di pantai demi pembangunan pemukiman mewah di tepi pantai. Akibatnya, kondisi pasir di laut cenderung labil dan itu turut memacu pergeseran posisi lempeng di lautan lepas yang berujung pada terjadinya gempa bumi.

Tanah pegunungan yang diyakini mengandung bahan tambang kita eksploitasi besar - besaran tanpa memperhatikan Amdal yang memadai. Akibatnya, kondisi alam pegunungan yang menjadi sasaran tambang berubah dari subur menjadi gersang dan rawan longsor.

Itu semua masih akan berlangsung selama kehendak bebas dari kita semua untuk mengeksploitasi kekayaan alam itu tidak kita rem atau setidaknya kita kendalikan. Parahnya, itu semua kelak menimpa orang - orang yang justru tidak bersalah.

Ini mungkin hanya sebuah tulisan pinggir, tapi semoga dapat membantu kita dalam merefleksikan situasi bencana alam di negeri kita ini. Gimana?



Salam blogger,


Andi Sardono

Cantik atau Pintar?

In nomine Patris et Filii et Spiritu Sancti. Amen

Di Indonesia dan hampir semua negara lain di dunia, sudah jamak kita lihat adanya kontes Pemilihan Putri atau Miss dengan embel - embel lain di belakangnya. Bisa Putri Lingkungan, Miss Sejagat, atau mungkin beberapa nama lain yang disesuaikan dengan tujuan diadakannya kontes tersebut.
Tapi, pernahkan kita melihat ada ketidakonsistenan dalam kontes tersebut? Bukan bermaksud sok moralis, saya cenderung melihat bahwa prasyarat diadakannya kontes - kontes tersebut sering menyimpang dari tujuannya semula. Semisal, selalu dikatakan bahwa yang dipilih adalah gadis atau wanita yang cerdas, smart, diligent, atau berwawasan luas. Tapi, embel - embel di belakangnya selalu ada, yaitu cantik, menawan, dan berpenampilan menarik. Selanjutnya, selalu saja yang terpilih pastilah berwajah cantik, rupawan, ayu, menawan, dan berpenampilan menarik. Kalau kebetulan pintar, smart, diligent, atau berwawasan luas, ya...itu akan menjadi nilai tambah.
Saya lalu berpikir, bagaimana kalau yang kebetulan ikut itu adalah seorang wanita yang terbiasa berpenampilan apa adanya, jauh dari kesan glamor dan jauh pula dari kesan bertaburkan keharuman parfum kelas dunia, berwajah pas - pasan (maaf, kalau nggak dibilang jelek), tapi memiliki kecerdasan di atas rata - rata? Katakanlah, misalnya kecerdasannya melampaui Albert Einstein, Rene L Descartes, Isaack Newton, Thomas Alfa Edison, dan sekian banyak tokoh jenius di dunia dan di Indonesia. Apakah orang - orang dengan kemampuan seperti ini layak untuk ikut dalam kontes - kontes itu? Kalau dianggap tidak layak dari sisi hedonisme duniawi yang menggurita, mungkin kontes - kontes semacam itu sudah saatnya kita anggap sebagai kontes kecantikan belaka, yang nota bene hanya memamerkan kemolekan dan keindahan tubuh belaka plus balutan busana yang harus memenuhi selera industri fashion dunia.
Kecerdasan yang kerap ditampilkan dalam kontes kecantikan itu pun sebetulnya hanyalah kecerdasan di atas kertas, artinya kecerdasan yang bisa dipelajari oleh setiap peserta kontes selama mereka menjalani masa karantina, dan bukan kecerdasan yang lahir dari proses pembelajaran hidup sehari - hari.
Demikianlah, sedikit tumpahan pikiran yang menggelayuti isi kepala tadi pagi ketika saya menyaksikan sebuah tayangan televisi tentang kontes kecantikan di negeri kita. Mudah - mudahan, dengan tulisan ini, kita semua tergugah untuk memberi tempat yang layak bagi kehadiran kontes yang jauh lebih bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik kepada khalayak ramai. Semoga...

Salam blogger,

Andi Sardono
(Tulisan ini dimuat juga di http://andisardonossi.multiply.com dan http://andisardonossi.blogspot.com)

Kamis, 10 September 2009

PREFACE BOOK “FOUNDATIONS OF DISCRETE MATHEMATICS”

Foundations of Discrete Mathematics introduces students to basic ideas and techniques of discrete mathematics. The text presumes no background in calculus or computer science, and is designed for a one– or two–semester course to be taken by students with the same mathematical maturity that is expected of calculus students. Two years of high school algebra is the only prerequisite, and students whose mathematical background exceeds our minimum requirements should be able to skim, or skip entirely, much of the material of the first four chapters.
Paul Halmos once observed: ”Calculus books are bad because there is no subject as calculus; it is not a subject because it is many subjects.“ We believe that Halmos could have leveled this same charge at discrete mathematics texts. Certainly to most college students the distinction between discrete mathematics and other mathematics is not well understood, and so there is the danger that a course in discrete mathematics will be perceived as a hodgepodge of unrelated topics or as a mathematical muddling of computer science. For this reason, we have taken care to explain what discrete mathematics is and to highlight some common threads that unify our subject. We have in mind the ground shared by algorithms and recursion, techniques of counting inherent in combinatorics and probability, and the interest in (discrete) structures common to the study of directed graphs, graphs, trees, and Boolean algebras.
As a mathematics text, our book strives to teach mathematical reasoning and an appreciation of the need to read and write mathematics with care. Because we assume no background in calculus, some compromises are inevitable. We do not define real numbers or logarithms, and our definition of a matrix is the usual doodle-definition, a rectangular array of numbers. We hope, however, that we have treated the reader honestly. Knowing that our students may soon be considering formal languages, we have tried to give an elementary explanation of the difference between a proposition and a propositional expression. We are uncomfortable with the definition found in other discrete mathematics texts that a tautology is a compound proposition that is always true. After all, there is no true proposition, compound or otherwise, which, like Cinderella’s coach-and-four, suddenly turns false at the stroke of midnight. The notion of recursive definition is fundamental to discrete mathematics, and we have no qualms in taking as an axiom that this method of definition really does define a sequence. While it is true that our axiom is a consequence of the axiom of induction, it is not fair to invite readers to prove this consequence knowing full well that they will fall into the trap of saying “It is defined for 1; if it is defined for n, it is defined n + 1; so by induction it is defined.” It is also possible to hoodwink readers by saying nothing, where in all fairness something needs to be said. For instance, the equivalence classes of an equivalence relation form a partition, and the natural relation formed from a partition is an equivalence relation. Enough said? No. We still need to know that, going from equivalence relation to partition to equivalence relation, we get home again, and that the trip from partition to equivalence relation to partition also brings us back where we started.
One misconception about our subject is that there is no room in mathematics for trial and error, as if somehow proof precedes conjecture. We therefore give the student a chance to experiment.
For the most part we have followed the guidelines presented by the Mathematical Association of America in the report from Committee on Discrete Mathematics in the First Two Years (1986). In particular, our book presents a beginning discrete mathematics course, and, as recommended by the MAA, it can be used for a one–year course, at the level of the calculus but independent of it. However, with reality in mind, we also designed the text so that it can be used readily in a one–semester course. This text is intended to be comprehensive, and students (particularly those who are taking computer science courses) may find it a handy reference at a later date.

( Sumber : Foundations of Discrete Mathematics, by : Peter Fletcher, Hughes Hoyle, and C. Wayne Patty )

Selasa, 25 Agustus 2009

Pagi yang Indah nan Telat

In nomine Patris et Filii et Spiritu Sancti. Amen

Pagi tadi (hari Selasa, 25 Agustus 2009) saya berangkat jalan bersama istri ke kantor naik K10 (seperti biasa) dengan tujuan Stasiun Kranji. Seperti biasa, kami berangkat jam 05.20 WIB dengan prediksi waktu kedatangan kami di stasiun dimaksud jam 06.05 WIB.
Tidak seperti yang sudah - sudah, ternyata keputusan kami untuk menumpang K10 yang kondisi mobilnya sudah reot dan bobrok di sana - sini ternyata mengundang resiko akan keterlambatan kami tiba di Stasiun Kranji untuk melanjutkan perjalanan kami dengan KRL Tanah Abang. Bagaimana tidak? Prediksi kami ternyata meleset sejauh 25 menit dari kenyataan kami, yaitu kami tiba di Stasiun Kranji pukul 06.30 WIB.
Dalam perjalanan kami tadi pagi, sungguh terasa sekali bahwa jalannya mobil K10 yang kami tumpangi ibarat jalannnya seekor keong yang memanggul beban berat di pundaknya.
Alhasil, kesejukan udara pagi yang harusnya kami nikmati dalam perjalanan pagi tadi (seperti halnya pagi - pagi yang lainnya) tidak dapat kami rasakan oleh karena hati kami sudah terlanjur dongkol bin jengkel binti kesal akan lambatnya mobil K10 yang kami tumpangi pagi tadi.
Indahnya pesawahan yang kami lalui dalam setiap perjalanan pagi kami menjadi tergantikan oleh kekesalan hati kami karena K10-nya tak kunjung juga tiba di Stasiun Kranji.
Ingatan kami akan riangnya siulan burung pemakan padi di pagi hari yang kami nikmati sejenak sebelum berangkat pagi menjadi hilang ditelan ketidakberdayaan kami mengatasi rasa kecewa akibat ulah sopir K10 yang mengemudikan mobilnya laksana seorang anak kecil laki - laki yang selesai menjalani prosesi khitanan.
Ini tentu berimbas pula pada keletihan fisik kami setiba di kantor kami masing - masing, yang seharusnya dapat kami netralisir dengan beristirahat sejenak sambil minum sebotol Tupperware berisi air putih sebelum beraktivitas rutin di kantor kami masing - masing. Dengan keterlambatan kami tiba di kantor, mau tak mau kami langsung beraktivitas kembali sambil mengembalikan kebugaran tubuh kami. Pendek kata, bekerja sambil pemulihan kembali.
Mudah - mudahan ada sopir Koasi yang mau meluangkan waktunya untuk membaca sekelumit kisah dalam blog saya ini agar ke depannya nanti dapat memahami keperluan para penumpang yang mesti berangkat pagi tergopoh - gopoh demi mencegah keterlambatan tiba di kantor.

Kamis, 23 Juli 2009

Krisis Keuangan Global dalam Refleksi Ajaran Sosial Gereja

Oleh : Andi Sardono

In nomine Patris et Filii et Spiritui Sancti. Amen.

Menjelang akhir tahun 2009 lalu, dunia dihebohkan dengan situasi krisis keuangan yang menimpa sendi – sendi perekonomian Negara Amerika Serikat. Ibarat sebuah kartu domino yang berdiri tegap lalu dijatuhkan berturutan dari depan dan menimpa kartu – kartu domino lainnya yang berdiri di belakangnya, segera saja krisis finansial tersebut merembet ke negara – negara lainnya di luar Amerika Serikat, termasuk Indonesia.

Krisis keuangan yang dialami oleh Indonesia memang diakui tidak separah yang terjadi pada tahun 1997, tapi tetap saja kondisi demikian membuat Pemerintah Indonesia merasa perlu membuat beberapa langkah antisipasi untuk menekan seminimal mungkin dampak krisis tersebut agar tidak merembet terlalu jauh ke sendi – sendi perekonomian masyarakat Indonesia. Yang lebih memprihatinkan kita semua tentunya juga adanya aksi teror bom di Hotel JW Marriot dan Hotel Ritz Carlton pada hari Jumat tanggal 17 Juli 2009 lalu yang turut memperburuk sektor kepariwisataan Indonesia.
Berkaitan dengan situasi krisis itu, sebagai bagian dari warga Negara Indonesia, melalui bacaan Injil hari Minggu tanggal 26 Juli 2009 ini yang diambil dari Injil St. Yohanes 6 : 1 – 15, kita bersama – sama diajak oleh GerejaNya untuk merenungkan akan karya belas kasih jasmani dan rohani sebagaimana juga terangkum dalam Katekismus Gereja Katholik. Dengan melakukan karya belas kasih tersebut seperti yang diajarkan oleh GerejaNya dalam Ajaran Sosial Gereja, tentunya kita diminta untuk turut andil memperhatikan sesama kita, khususnya yang terkena dampak krisis keuangan global sekarang ini. Adapun karya belas kasih jasmani dimaksud adalah : memberi makan mereka yang lapar, memberi minum mereka yang haus, memberi tumpangan kepada orang asing, memberi pakaian kepada mereka yang telanjang, mengunjungi orang sakit, mengunjungi orang tahanan dan menguburkan orang mati (bdk Mat. 25:34 – 40). Sedangkan karya belas kasih rohani adalah : mengajar (Kis 8:35-39), memberi nasehat (1 Tes 5:9-11), menghibur (Rom 12:15), mempertobatkan atau menegur orang berdosa (Kis 2:40-41, Yak 5:19-20), mengampuni semua kesalahan (Mat 18:21-22), dan menanggung dengan sabar hati (1Kor 13:5), berdoa bagi sesama, baik yang hidup maupun yang sudah meninggal (Yak 5:16, 2Mak 12:45).
Kita saksikan bagaimana Kristus Yesus mengajak para muridNya untuk berhenti sejenak dari perjalanan mereka mencari tempat tenang dan sepi, kemudian memperhatikan nasib sekian ribu orang yang mengikutiNya. Ya, mereka semua tentu lelah dan kelaparan karena hendak mengikuti ke mana saja Yesus pergi. Sebagai Gembala yang Baik dan Utama sebagaimana kita hayati dalam bacaan Injil hari Minggu lalu, Yesus menunjukkan belas kasihNya dengan meminta para muridNya untuk berusaha mencari cara guna memberi makan kepada sekian ribu orang yang mengikutiNya.
Jika kita perhatikan dengan sungguh – sungguh, sebagai Gembala Utama dari GerejaNya, Yesus Kristus telah banyak meletakkan sendi dasar Ajaran Sosial GerejaNya, di antaranya yaitu mengajar banyak orang (bdk bacaan Injil hari Minggu tanggal 19 Juli 2009 yang lalu) dan memberi makan kepada orang yang lapar melalui peristiwa penggandaan roti dan ikan (bdk bacaan Injil hari Minggu tanggal 26 Juli 2009).
Selanjutnya, dalam Katekismus Gereja Katholik (KGK) No. 2419 disebutkan bahwa : " Perwahyuan kristiani... mengantar kita kepada pengertian hukum-hukum kehidupan sosial" (GS 23,1). Melalui Injil, Gereja menerima wahyu seutuhnya tentang kebenaran mengenai manusia. Kalau ia menjalankan tugasnya, yakni mewartakan Injil, maka ia memperlihatkan kepada manusia, atas nama Kristus, martabat dan panggilannya untuk persekutuan pribadi; ia mengajarkan kepadanya keadilan dan cinta kasih yang sesuai dengan kebijaksanaan ilahi.
Dari kutipan Katekismus di atas terlihat bahwa oleh GerejaNya, kita diajak dengan sungguh – sungguh untuk berpartisipasi aktif dalam mewujudkan keadilan dan cinta kasih sesuai dengan kebijaksanaan ilahi, terutama berkaitan dengan situasi krisis finansial global akhir – akhir ini.
Sementara itu pula, secara bersamaan, kita sebagai warga bangsa dan umat GerejaNya juga diajak untuk menolak ideologi totaliter, ateis (kedua paham ini disinyalir telah bergandengan tangan dengan paham komunisme dan sosialisme), individualisme dan paham keunggulan absolute dalam cara kerja kapitalisme dalam setiap usaha bersama kita melepaskan diri dari kungkungan krisis keuangan global saat ini. Ini sesuai dengan KGK No. 2425 yaitu : Gereja telah menolak ideologi totaliter dan ateis, yang dalam waktu-waktu akhir ini bergandengan dengan "komunisme" atau dengan "sosialisme". Di pihak lain ia juga telah menolak individualisme dan keunggulan absolut dari hukum pasar terhadap karya manusia dalam cara kerja "kapitalisme"Bdk. CA 10; 13;44.. Pengaturan ekonomi secara eksklusif oleh rencana sentral merusak hubungan masyarakat secara radikal; pengaturan yang eksklusif melalui hukum pasar bebas, melawan keadilan sosial, karena "ada berbagai kebutuhan manusia yang tidak mendapat tempat di pasar" (CA 34). Karena itu harus diusahakan satu pengaturan pasar yang bijaksana dan usaha-usaha perekonomian yang diarahkan kepada tata nilai yang tepat dan kepada kesejahteraan semua orang.
Secara khusus pula, Gereja mengajarkan kepada kita untuk memperhatikan dengan sungguh – sungguh kehidupan sesama kita yang kondisi perekonomiannya termasuk dalam kategori miskin sebagaimana diamanatkan oleh Yesus Kristus sendiri. Gereja menegaskan hal ini dalam KGK No. 2443 yaitu : Tuhan memberkati mereka yang membantu orang-orang miskin dan mengecam mereka yang memalingkan diri dari mereka: "Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan jangan juga menolak orang yang mau meminjam dari padamu" (Mat 5:42). "Kalian sudah memperoleh semuanya itu dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma" (Mat 10:8). Menurut apa yang telah mereka lakukan kepada orang miskin, Yesus Kristus akan mengenai orang-orang pilihan-Nya. Apabila "kepada orang miskin diberitakan kabar baik" (Mat 11:5), maka itulah tanda kehadiran Kristus.
Untuk mempertegas kembali Ajaran Sosial Gereja, St. Yohanes Krisostomus bahkan mengingatkan kita dengan sebuah nasehat yaitu : "tidak membiarkan kaum miskin turut menikmati harta miliknya, berarti mencuri dari mereka dan membunuh mereka. Yang kita miliki, bukanlah harta milik kita, melainkan harta milik mereka" (Laz 1,6). St. Gregorius Agung menulis untuk kita demikian : "Kalau kita memberikan kepada kaum miskin apa yang sangat dibutuhkan, kita tidak memberi kepada mereka secara sukarela pemberian pribadi, tetapi kita mengembalikan kepada mereka, apa yang menjadi hak mereka. Dengan berbuat demikian, kita lebih banyak memenuhi kewajiban keadilan daripada melaksanakan perbuatan cinta kepada sesama" (Gregorius Agung, past. 3,21)”. (bdk KGK No. 2446).
Itulah tadi sepintas tentang Ajaran Sosial Gereja dalam kaitannya dengan situasi krisis keuangan yang melanda negeri tercinta kita ini. Dengan berbekal kemampuan yang ada pada kita masing – masing, semoga kita dapat menyumbangkan sesuatu hal yang berguna untuk saling menguatkan sesama kita dalam mengatasi dampak krisis keuangan global saat ini. Tentunya, harapan kita bersama adalah agar situasi krisis tersebut dapat kita dilalui oleh bangsa dan negara tercinta kita ini, serta oleh sekian banyak negara berkembang yang mengalami dampak serupa.

Rabu, 15 Juli 2009

Hidup Setia di Bawah Penggembalaan GerejaNya

Oleh : Andi Sardono

Kita tentu ingat akan sebuah lagu yang bagus dan terdapat dalam Buku Puji Syukur, yaitu lagu no. 646 yang menggambarkan keyakinan iman dari salah seorang nabi Perjanjian Lama, yaitu Daud. Lagu itu dikutip dari Mazmur 23 : 1 – 6 yang juga merupakan Mazmur Daud, berkisah tentang kedudukan Allah sebagai Gembala bagi dirinya (Daud) yang penuh perhatian membimbing, mengarahkan dan menjaganya siang dan malam.
Kesaksian iman Daud itu kemudian ditegaskan kembali oleh Yesus Kristus, sebagaimana Bacaan injil hari Minggu tanggal 19 Juli 2009 yahg diambil dari Injil St. Markus 6:30 – 34. Kita bisa simak, Dia mewartakan DiriNya sebagai Gembala yang menaruh belas kasih kepada sekian banyak orang yang datang dari segenap penjuru kota di Israel untuk mengikutiNya bersama para muridNya. Dalam peristiwa itu, Yesus menggenapi apa yang pernah dinubuatkan oleh Daud dalam kutipan Mazmur tadi. Begitu melihat rombongan besar orang yang mengikutiNya dari belakang, Dia tergerak oleh rasa belas kasih dan memutuskan untuk menunda rencana semula beristirahat bersama para muridNya dan kemudian mulai mengajarkan banyak hal kepada mereka semua (orang – orang yang mengikutiNya) laksana Gembala “yang membaringkan domba – dombaNya di padang luas yang berumput hijau, yang membimbing mereka semua ke air yang tenang, yang menyegarkan jiwa – jiwa para dombaNya dan yang menuntun mereka di jalan yang benar dalam NamaNya yang Kudus,” sama persis seperti kutipan Mazmur 23:1 – 6.
Tugas penggembalaan yang dirintis dan dilaksanakan oleh Yesus Kristus tidak hanya berlangsung ketika Dia masih berada di dunia bersama para muridNya, tetapi juga ketika Dia sudah naik dan duduk di sisi kanan BapaNya pun tugas penggembalaanNya itu kemudian diteruskan oleh para Rasul Kristus yang terhimpun dalam Gereja Katholik. Hal ini terjadi setelah Dia meminta kesediaan St. Petrus (sebagai bukti cinta setia St. Petrus kepada Kristus Yesus) untuk melanjutkan tongkat penggembalaanNya sepeninggal Dia naik ke Surga (bdk Yoh 21:15 – 19).
Selanjutnya Kitab Suci mencatat, sebagai Paus Pertama Gereja Katholik, St. Petrus memimpin Konsili Yerusalem pada tahun 51 (Kisah Para Rasul 15) dan menyelesaikan perselisihan tentang Ajaran GerejaNya. Menurut Tradisi Suci, dia menggembalakan sekian banyak umat Katholik yang pada waktu itu sudah tersebar merata hampir di semua bagian daratan Asia dan Afrika.
Dalam Katekismus Gereja Katholik dijelaskan pula bahwa di bawah bimbingan Roh Kudus, GerejaNya (yang dibangun di atas dasar St. Petrus dan para Rasul Kristus) kemudian mengajarkan banyak kebenaran yang dipelajari Gereja dari para RasulNya. Secara terus – menerus, GerejaNya diajari, dibimbing, dan dikuduskan oleh Roh Kudus yang bekerja melalui pengganti para RasulNya, yaitu Dewan Para Uskup dalam persatuan utuh dengan pengganti St. Petrus sebagai Paus (Bapa Suci). Ini merupakan salah satu penjelasan mengapa Gereja Katholik mewarisi sifat Apostolik dan sekaligus membantah tudingan miring dari sementara orang bahwa dalam GerejaNya tidak ada Roh Kudus sehingga menurut mereka (segelintir orang) GerejaNya perlu diperbarui.
Sebagai umat beriman yang menerima panggilanNya untuk bersatu dalam pangkuan GerejaNya, kita semua adalah juga merupakan domba – dombaNya yang berada di bawah penggembalaan Paus Benedictus XVI sebagai penerus St. Petrus seperti halnya Paus Yohanes Paulus II dan para Bapa Suci pendahulunya.
Konsekuensi logisnya, kita pun diminta oleh Kristus Yesus untuk tetap berjalan sesuai tuntunan GerejaNya. Dalam Lumen Gentium 25 (LG 25) ditegaskan bahwa sebagai orang beriman, kita diwajibkan untuk menerima ketetapan – ketetapan yang diajarkan oleh GerejaNya (baik yang disampaikan melalui Wewenang Mengajar Gereja yang Luar Biasa maupun melalui Wewenang Mengajar Gereja yang Biasa) dengan penuh ketaatan iman, kepatuhan kehendak, dan akal budi yang suci. Sebagai domba – dombaNya, tentu kita merasa berat untuk menerima konsekuensi di atas jika kita hanya memandangnya dari sisi manusiawi kita saja. Terlebih, ada banyak tawaran di dunia berselubungkan paham atau isme yang menyesatkan bak “serigala berbulu domba” yang silih berganti menghampiri kita dan semuanya berpotensi dapat menggoyah komitmen kesetiaan kita untuk hidup jujur dan benar sebagai domba – dombaNya. Salah satu contoh konkritnya, misalnya ketika kita merasa bahwa penderitaan dan kesulitan yang kita alami di dunia ini tidak kunjung teratasi padahal kita selalu menghadiri Perayaan Ekaristi dan kemudian datang suatu paham yang menawarkan bentuk ibadat lain (dari yang selama ini kita kenal dalam GerejaNya) yang lebih mengedepankan euphoria atau heboh gegap gempita sesaat lengkap dengan iming – iming kesuksesan duniawi, maka kita cenderung untuk mengikuti paham tersebut. Lambat laun, kita menjadi malas menghadiri Perayaan Ekaristi dan lebih memilih menghadiri ibadat lain yang lebih menggiurkan atau lebih liberal dari sisi duniawi. Atau, ada juga yang menawarkan bentuk lain dari Tata Perayaan Ekaristi yang sudah ditetapkan oleh GerejaNya dengan memasukkan unsur – unsur lain dari suatu paham ke dalam Tata Perayaan Ekaristi. Ini jelas bertentangan dengan penegasan para Rasul Kristus seperti yang terangkum dalam Katekismus Gereja Katholik yaitu bahwa Kristus membagikan karunia keselamatanNya melalui Liturgi GerejaNya.
Tentu, masih banyak lagi contoh konkrit lainnya yang semuanya itu menuntut kita untuk mau bersikap waspada dan berhati – hati terhadap serbuan “serigala berbulu domba” yang coba mencerai – beraikan kita dari kumpulan domba yang terhimpun dalam GerejaNya.
Dari pihak Allah, ternyata Dia tidak meninggalkan kita sendirian berjuang menjalankan Amanat Kristus Yesus dalam GerejaNya. Dengan kasihNya yang begitu besar, Dia tidak menginginkan satu pun dombaNya yang hilang tersesat. Sesuai JanjiNya, Dia mengutus Roh Kudus kepada setiap orang yang percaya kepada Kristus dan menaati perintah – perintahNya (bdk 1 Yoh 3:23 – 24, 1 Yoh 4:13, 1 Kor 12:3, dan Kis 5:29 – 32). Dengan kata lain, Roh Kudus membimbing setiap orang untuk datang kepadaNya melalui GerejaNya.
Akhirnya, semoga pengalaman hidup yang ditunjukkan sekian banyak orang yang mengikuti Yesus bersama para RasulNya seperti kita simak dalam Injil St. Markus dan kesaksian iman para martir GerejaNya dapat membangkitkan semangat kita semua untuk bertahan hidup dalam kesetiaan iman, keteguhan harapan, dan kerelaan kasih di bawah penggembalaan GerejaNya. Amin.
In nomine Patris et Filii et Spiritu Sancti. Amen

Menghadapi Konsekuensi Penolakan dan Penganiayaan sebagaimana Teladan Hidup Kristus dan Para RasulNYA

Oleh : Andi Sardono
Dalam setiap usaha kita untuk mewartakan AjaranNYA dengan sungguh – sungguh, kita pasti pernah mengalami penolakan dari orang – orang yang kita jumpai, entah itu dari sahabat, teman, atau mungkin dari kaum kerabat sendiri. Umumnya, penolakan itu lebih disebabkan karena pola pikir yang sudah terlanjur tertanam dalam diri pribadi mereka.
Bacaan Injil hari Minggu tanggal 5 Juli 2009 yang dikutip dari Injil St. Markus 6 : 1 – 6 mengedepankan sebuah kisah penolakan yang dialami oleh Yesus Kristus ketika Dia mengawali karya perutusanNYA di tanah tempat kelahiranNYA sendiri.
Dia ditolak justru oleh orang – orang yang sedaerah denganNYA. Mereka tidak percaya akan pewartaan yang berasal dari Bapa dan memperoleh kepenuhanNYA dalam Diri PutraNYA, Yesus Kristus. Dalam benak mereka, sudah terlanjur tertanam pola pikir bahwa seorang anak tukang kayu tidak akan bisa menjadi pewarta Sabda Allah lengkap dengan mukjizat dan aneka karuniaNYA. Sungguh ironis penolakan yang dialamiNYA itu, sehingga Dia sendiri heran atas ketidakpercayaan mereka.
Rupanya, penolakan yang dialami oleh Yesus Kristus sebagai Kepala GerejaNYA, kelak juga dialami oleh para muridNYA di kemudian hari. Bahkan, mengikuti jejak Yesus Kristus yang wafat sebagai martir di atas kayu salib, beberapa dari mereka pun juga mengalami penganiayaan pada awal perkembangan GerejaNYA, sampai akhirnya wafat sebagai martir di tempat mereka berkarya menjalankan amanat Kristus Yesus. Ya, sepeninggal Kristus Yesus naik ke Surga dan setelah menerima karunia Roh Kudus dalam peristiwa Pentakosta, para RasulNYA (minus Yudas Iskariot) yang adalah Uskup – uskup Gereja Katholik yang pertama, kemudian melanjutkan karya pewartaan Kabar Gembira ke seluruh penjuru dunia.
Mereka dengan gagah berani membaptis sesuai amanat Kristus Yesus dalam Mat 28 : 19 – 20, mengarahkan dan memelihara GerejaNYA secara Satu, Kudus, Katholik, dan Apostolik (Katekismus Gereja Katholik No. 781 – 870). Walau mereka ditolak oleh kaum Yahudi, suku asal mereka, namun akhirnya hasil perjuangan mereka hingga tetes darah terakhir sebagai martir membuahkan benih – benih iman Katholik di tempat mereka berkarya. Menurut Tradisi Suci, banyak orang yang semula membenci mereka namun begitu melihat kegigihan mereka hingga wafat sebagai martir lantas berbalik kepada Allah dan memberi diri dibaptis dalam kesatuan utuh dengan GerejaNYA.
Berikut ini adalah nama – nama para Rasul Kristus sebagaimana dimaksud :
1. St. Petrus : berkarya di daerah seputar Yerusalem, Antiokhia, kemudian di Roma sebelum akhirnya wafat sebagai martir di Roma semasa kekaisaran Nero.
2. St. Andreas : berkarya di Yunani bagian Utara (Epirus dan Scythia) dan di Patras sebelum akhirnya wafat sebagai martir di Patras.
3. St. Yakobus bin Zebedeus : berkarya di daerah seputar Yerusalem dan wafat sebagai martir semasa pemerintahan Raja Herodes Agripa (Kis 12:1 – 2).
4. St. Yohanes Penginjil : berkarya di daerah Roma dan Efesus (Asia Kecil). Dia sempat diasingkan ke Pulau Patmos selama setahun atas perintah Kaisar Domitian setelah usaha pembunuhan terhadapnya yang dilakukan atas perintah sang Kaisar mengalami kegagalan.
5. St. Filipus : berkarya di daerah Phrygia sebelum akhirnya wafat sebagai martir di Hierapolis (Yunani) semasa Kaisar Domitian berkuasa.
6. St. Bartolomeus : berkarya di Etiopia, India, Persia, dan Armenia sebelum akhirnya wafat sebagai martir di Abanopolis (Tepi Barat Laut Kaspia).
7. St. Thomas Didimus : berkarya di Laut Kaspia, Parthian, Medes, Teluk Persia, dan India sebelum akhirnya wafat sebagai martir di Kota Madras, India (tempatnya sendiri bernama Carmine).
8. St. Matius : berkarya di Yudea, Etiopia, Persia, dan Parthia sebelum wafat sebagai martir.
9. St. Yudas Tadeus : berkarya di Yudea, Samaria, Idumea, Siria, Beirut, Edessa, Mesopotamia, Persia, dan Libya sebelum wafat sebagai martir di Persia.
10. St. Yakobus bin Alfeus : berkarya di Yerusalem sampai wafat sebagai martir di Yerusalem juga.
11. St. Simon : berkarya di berbagai tempat di Timur Tengah sampai wafat sebagai martir.
Selain pengalaman mereka, tentu masih banyak lagi pengalaman serupa, seperti penolakan, penganiayaan, dan pengasingan yang juga banyak dialami oleh para Kudus Allah lainnya dalam mewartakan Ajaran GerejaNYA.
Pesan yang hendak disampaikan dari pengalaman hidup para Rasul Kristus bagi kita yang sudah menerima Sakramen Baptis dan Sakramen Krisma tentunya adalah agar di kala kita mengalami berbagai peristiwa pahit dalam mewartakan AjaranNYA, kita hendaknya tidak berputus asa, tetapi mampu tampil sebagai saksi akan Iman Kristiani sebagaimana diamanatkan oleh Para Rasul Kristus dan dirangkum dengan sangat tepat dalam Katekismus Gereja Katholik No. 1316, sebagai berikut :
“Krisma (Penguatan) menyempurnakan rahmat Pembaptisan. Itu adalah Sakramen yang memberi Roh Kudus, supaya mengakarkan kita lebih kuat dalam persekutuan anak – anak Allah, menggabungkan kita lebih erat dengan Kristus, memperkuat hubungan kita dengan Gereja, membuat kita mengambil bagian yang lebih banyak dalam perutusannya dan membantu kita supaya memberi kesaksian iman Kristen dengan perkataan dan perbuatan.”
Barangkali, kita tidak akan pernah wafat sebagai martir seperti perjalanan hidup para RasulNYA, tapi dengan menimba semangat dari para Kudus Allah yang rela wafat demi mewartakan AjaranNYA, setidaknya kita memiliki jaminan akan kehidupan kekal di Surga bagi setiap orang yang hidup dalam persatuan utuh dengan Kristus (1 Kor 15 : 20 – 22) sebagaimana tertulis dalam Katekismus Gereja Katholik No. 655 sebagai berikut :
“ Akhirnya kebangkitan Kristus - dan Kristus yang telah bangkit itu sendiri - adalah sebab dan dasar utama kebangkitan kita yang akan datang: "Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung... Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikianlah semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus" (1 Kor 15:20-22). Selama menantikan pemenuhan ini, Kristus yang telah bangkit hidup dalam hati umat beriman. Dalam Kristus yang telah bangkit, umat Kristen mengecap "karunia-karunia dunia yang akan datang" (Ibr 6:5) dan hidupnya dilindungi Kristus di dalam Allah Bdk. Kol 3:1-3., "supaya mereka yang hidup tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka" (2 Kor 5:15).”
Semoga...

Rabu, 24 Juni 2009

Menghargai Martabat dan Jabatan Imamat seturut Teladan dan Kesaksian Iman Para Kudus Allah

Oleh : Andi Sardono
Selama 1 (satu) tahun ke depan (terhitung mulai tanggal 19 Juni 2009 hingga 19 Juni 2010), kita diajak oleh GerejaNYA untuk bersama – sama mendukung berlangsungnya Tahun Imam, tahun yang didedikasikan oleh GerejaNYA untuk berbicara secara khusus kepada para Imam dan secara umum kepada semua umat beriman dan seluruh masyarakat luas bahwa GerejaNYA berbangga dengan para imamNYA, mencintai mereka, menghormati mereka, mengagumi cara hidup mereka, dan sekaligus GerejaNYA mengakui dengan penuh rasa syukur karya pastoral dan kesaksian hidup para imam tersebut (Claudio Cardinal Hummes, Uskup Agung Emeritus Sao Paolo, Prefek Kongregasi Kudus).
Sambil menyimak dan merenungkan bacaan Injil hari Minggu tanggal 12 Juli 2009 yang diambil dari Injil St. Markus 6:7 – 13, kita akan bersama – sama pula menyimak dari tulisan ini tentang gagasan martabat dan jabatan imamat yang disampaikan oleh para Kudus Allah dan Bapa GerejaNYA. Berikut adalah kesaksian para Kudus Allah dan Bapa GerejaNYA seperti dikutip dari tulisan tentang Martabat dan Jabatan Imamat yang disusun oleh St. Alfonsus Maria de Liguori (salah seorang Doktor Gereja yang wafat pada tahun 1787 di usia 91 tahun) :
- St. Ignasius (martir) berkata bahwa imamat adalah martabat yang paling luhur dari segala martabat yang ada. Dengan kata lain, puncak segala martabat adalah imamat.
- St. Efrem berucap bahwa imamat adalah suatu martabat yang tak terhingga dan merupakan suatu mukjizat yang menakjubkan, yang agung, yang dahsyat, dan yang tak terhingga.
- St. Yohanes Krisostomos berujar bahwa walau tugas – tugas imamat dilakukan di seluruh dunia, tapi imamat sesungguhnya terhitung di antara hal – hal surgawi. Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa barangsiapa menghormati imam, berarti menghormati Kristus. Barangsiapa menghina imam, berarti pula menghina Kristus.
- Cassian berkata bahwa imam Tuhan mengungguli segala kekuasaan duniawi dan mengungguli segala kekuasaan surgawi. Imam lebih rendah hanya dari Allah saja.
- Paus Innosensius III bersaksi bahwa imam berada di antara Tuhan dan manusia; lebih rendah dari Allah, tapi lebih tinggi dari manusia.
- St. Dennis berkata bahwa imam adalah manusia ilahi, sehingga imamat adalah suatu martabat ilahi.
- St. Maria dari Oignies sangat menghormati martabat imamat, sehingga ia tak segan – segan mencium tanah yang dilewati oleh para imam.
Dari semua kesaksian di atas, St. Alfonsus Maria de Liguori mengajak kita semua untuk mengetahui bahwa Kristus Yesus telah mengatakan bahwa kita wajib memperlakukan para imam GerejaNYA seperti kita memperlakukanNYA sebagaimana dikutip dari Injil, ” Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku.”
Selain dari beberapa point di atas, St. Alfonsus Maria de Liguori juga membagi penilaian martabat imamat berdasarkan kodrat jabatannya yang luhur, berdasarkan kuasa yang dimiliki para imam atas Tubuh Nyata dan Tubuh Mistik Kristus, dan berdasarkan tingginya posisi yang diduduki oleh para imam. Berikut ini adalah penjelasan singkat dari tulisan beliau :
1. Berdasarkan kodrat jabatannya yang luhur.
Melalui GerejaNYA, Allah telah memilih para imamNYA untuk menyelenggarakan segala urusan dan perhatianNYA di dunia ini, sehingga St. Sirilus dari Alexandria berkata bahwa jabatan yang dipercayakan kepada para imam adalah sungguh ilahi. Bahkan, St. Ambrosius menyebutkan jabatan imamat sebagai profesi ilahi. Allah telah menetapkan para imamNYA sebagai pelayan untuk menjadi duta umum bagi GerejaNYA, untuk menghormatiNYA, dan untuk memohonkan rahmat – rahmat dari Allah bagi segenap umat beriman. Tanpa kehadiran seorang imam, GerejaNYA tidak dapat mempersembahkan penghormatan kepadaNYA sebesar Perayaan Ekaristi yang dipersembahkan oleh para imamNYA. Tanpa imam, persembahan GerejaNYA hanya berarti sebagai persembahan kurban hidup segenap manusia. Bandingkan dengan Perayaan Ekaristi yang dipersembahkan oleh seorang imam sebagai wujud penghormatan kepada Tuhan yang jauh lebih besar dari semua yang telah diberikan (maupun yang akan diberikan) kepada Tuhan oleh segenap para Malaikat dan para KudusNYA (bersama St. Perawan Maria). Mengapa? Karena sembah sujud mereka tidak memiliki nilai yang tak terhingga dibandingkan dengan Perayaan Ekaristi yang dipersembahkan oleh imamNYA kepada Tuhan di altar GerejaNYA.
2. Berdasarkan kuasa yang dimiliki oleh para imam atas Tubuh Nyata dan Tubuh Mistik Kristus.
Kuasa imam atas Tubuh Nyata Kristus berkaitan erat dengan pendarasan kata – kata konsekrasi oleh para imam GerejaNYA. Inkarnasi SabdaNYA membuat Kristus Yesus taat dan datang ke dalam tangan – tangan para imam dalam rupa Sakramental. Ketika imam berucap “HOC EST CORPUS MEUM”, Kristus hadir dan turun ke atas altar dalam Tubuh dan DarahNYA. Para imam dapat dengan leluasa memindahkan Tubuh dan DarahNYA dari satu tempat ke tempat lainnya, membagikanNYA kepada segenap umat yang hadir dalam Perayaan Ekaristi, mengunciNYA dalam tabernakel, mentahtakanNYA di atas altar atau membawaNYA keluar untuk dibagikan kepada umat beriman yang terbaring lemah karena sakit. Tentang hal ini, St. Laurensius Justinian berkomentar, ”Oh, betapa amat dahsyat kuasa mereka.”
Sedangkan, kuasa imam atas Tubuh Mistik Kristus (yaitu segenap umat beriman dalam GerejaNYA) berkaitan dengan kuasa kunci yang dimiliki oleh setiap imam (sebagai pewaris kuasa St. Petrus) untuk membebaskan para pendosa dari neraka, membuat para pendosa layak memasuki Firdaus, dan mengubah para pendosa dari budak setan menjadi anak – anak Allah. Kuasa itu ditunjukkan oleh para imam di kamar pengakuan dosa ketika mereka melayani Sakramen Pengakuan Dosa. Para imam memiliki kuasa untuk menentukan apakah si pendosa layak untuk mendapatkan absolusi atau tidak dan Kristus sendiri wajib tunduk pada keputusan yang diambil oleh para imamNYA. Ini diperkuat oleh kesaksian St. Maximus dari Turin, ”Begitulah kuasa penghakiman yang diserahkan kepada St. Petrus, bahwa keputusan tersebut membawa serta dengannya keputusan Allah.” St. Petrus Damianus menulis bahwa penghakiman imam mendahului, dan Tuhan mengikuti. Karenanya, St. Yohanes Krisostomus menyimpulkan, “Tuan penguasa alam semesta hanya mengikuti hambaNYA dalam meneguhkan di Surga segala hal yang telah diputuskan hambaNYA itu di bumi.” Tidak berlebihan jika St. Ignasius (martir) mengajak kita untuk berpikir bahwa para imam adalah penyalur rahmat – rahmat ilahi dan sahabat karib Tuhan.
3. Berdasarkan tingginya posisi yang diduduki oleh para imam.
Dalam Sinode Chartres tahun 1550, jabatan imamat disebut kursi para Kudus. Mereka disebut sebagai Vikaris Yesus Kristus, sebab mereka menduduki tempatNYA di dunia. Kepada para imam, St. Agustinus berkata, ”Kalian menduduki tempat Kristus, sebab itu kalian adalah wakilNYA.” Dalam Konsili Milan, St. Carolus Borromeus menyebut para imam sebagai wakil pribadi Tuhan di dunia. Sebelum dia, para rasul berkata, “Bagi Kristus, kami adalah utusan – utusan; Tuhan seolah didesak oleh kami. Ketika Dia naik ke surga, Yesus Kristus memberikan tempatNYA di dunia kepada para imamNYA sebagai pengantara antara Tuhan dan manusia, teristimewa di altar.”
Demikianlah, uraian singkat tentang martabat dan jabatan imamat yang kita ambil dari kesaksian iman para Kudus Allah dan Bapa GerejaNYA. Sebagai umat GerejaNYA, kita semua tentu sangat diharapkan untuk mendukung para imam GerejaNYA dalam menggeluti spiritualitas imamat yang mereka terima agar tugas pelayanan yang mereka emban dapat dilaksanakan sesuai panggilan imamat mereka. Bagi kita, semoga teladan dan kesaksian iman para Kudus Allah dan Bapa GerejaNYA seperti tertulis di atas membangkitkan kesadaran kita semua untuk mau menghormati dan menghargai martabat dan jabatan imamat.

Selasa, 16 Juni 2009

Mengenal Bahaya dan Dampak Penyalahgunaan Ganja (disajikan dalam rangka memperingati Hari Anti Narkoba Internasional 2009)

Oleh : Andi Sardono
Kalau kita berkesempatan melintas di jalan raya depan kantor Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tanggal 26 Juni 2009 yang lalu, kita akan melihat banyak umbul – umbul terpasang lengkap dengan slogan Anti Narkoba dan Tema HANI 2009. Ya, karena tanggal 26 Juni 2009 adalah Hari Anti Narkoba International (HANI) yang diperingati oleh Indonesia dan beberapa negara lainnya yang tergabung dalam UNODC (United Nations Office for Drugs dan Crimes) atau Kantor PBB untuk Kejahatan dan Narkoba.
Berkaitan dengan momen penting itu, sebagai wujud keprihatinan kita bersama akan tingginya tingkat penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba di Indonesia, tak ada salahnya kita belajar mengenal berbagai jenis Narkoba dan dampak penyalahgunaannya agar kita tidak terperosok ke dalam jerat Narkoba yang sangat membahayakan itu.
Dalam tulisan ini, kita akan membahas tentang salah satu jenis Narkoba (Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Berbahaya lainnya) yang sangat berbahaya, yaitu ganja.
Selama lebih dari 3000 tahun, banyak orang di Afrika dan Asia yang menggunakan ganja dalam berbagai bentuk sediaan, ada yang dikonsumsi dalam bentuk rokok, terkadang dicampur dengan tembakau, ada pula yang dicampur dengan daging dendeng atau dioplos dalam minuman.
Menyadari bahaya dari dampak yang dapat ditimbulkan akibat penggunaan ganja, maka berdasarkan Undang – undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, Pemerintah menetapkan ganja (bersama opium (beserta aneka turunannya), kokain, heroin dan beberapa jenis narkotika lainnya) termasuk dalam Narkotika Golongan I (satu) yang artinya hanya boleh digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan sama sekali tidak boleh digunakan dalam terapi apapun karena berpotensi sangat tinggi untuk mengakibatkan ketergantungan.
Ganja memiliki banyak istilah di kalangan para pemakai atau junkies seperti cimeng, rasta, ulah, gelek, buda stik, pepen, hawai, marijuana, dope, weed, hemp, hash (hasish), pot, joint, sinsemilla, grass, dan ratusan nama jalanan lain yang tersebar di seluruh dunia untuk penamaan ganja. Sama seperti istilahnya, ganja juga banyak tersebar di berbagai belahan negara lain, utamanya di negara – negara yang beriklim tropis dan sub tropis seperti misalnya di Indonesia, India, Nepal, Thailand, Laos, Kamboja, Kolombia, Jamaika, Rusia bagian Selatan, Korea, dan Amerika Serikat (Iowa). Ganja yang dalam bahasa Latin dinamakan cannabis, mempunyai beberapa bentuk daun seperti tembakau yang berwarna hijau, ada yang berjari lima, tujuh, atau sembilan buah daun dalam setiap batang daunnya.
Pada penelitian terakhir tentang ganja, ditemukan ada 3 (tiga) jenis tanaman ganja yaitu : Cannabis Sativa, Cannabis Indica, dan Cannabis Ruderalis. Ketiga jenis tanaman ganja itu semuanya memiliki kandungan THC (Tetra Hydro Cannabinol) yang berbeda – beda tingkat kadarnya untuk setiap jenisnya. Jenis Cannabis Indica mengandung THC paling banyak, disusul jenis Cannabis Sativa, dan jenis Cannabis Ruderalis mengandung THC paling sedikit. THC sendiri adalah zat psikoaktif yang berefek halusinasi dan ini terdapat dalam keseluruhan pada bagian tanaman ganja, baik daunnya, rantingnya, ataupun bijinya. Karena kandungan THC inilah, maka setiap orang yang menyalahgunakan ganja akan terkena efek psikoaktif yang sangat membahayakan.
Sedemikian berbahayanya unsur THC dalam ganja itu, sehingga untuk orang yang baru pertama kali menyalahgunakan ganja saja, akan segera mengalami intoksikasi (keracunan) ganja yang secara fisik yaitu : jantung berdebar (denyut jantung menjadi bertambah cepat 50% dari sebelumnya), bola mata memerah (disebabkan pelebaran pembuluh darah kapiler pada bola mata), mulut kering (karena kandungan THC mengganggu sistem syaraf otonom yang mengendalikan kelenjar air liur), nafsu makan bertambah (karena kandungan THC merangsang pusat nafsu makan di otak), dan tertidur (setelah bangun dari tidur, dampak fisik akan hilang).
Secara psikis, penyalahgunaan ganja juga menyebabkan dampak yang cukup berbahaya seperti timbulnya rasa kuatir (ansienitas) selama 10 – 30 menit, timbulnya perasaan tertekan dan takut mati, gelisah, bersikap hiperaktif (aktifitas motorik mengalami peningkatan secara berlebihan), mengalami halusinasi penglihatan (dalam bentuk kilatan sinar, warna – warni cemerlang, amorfiaq, bentuk – bentuk geometris, dan wajah – wajah para tokoh. Juga bisa dalam bentuk tanggapan pancaindera visual dan pendengaran tanpa adanya rangsangan, seperti melihat orang lewat padahal tidak ada orang lewat, mendengar suara padahal tidak ada suara), mengalami perubahan persepsi tentang waktu dan ruang (misalnya, satu meter dipersepsi sepuluh meter, sepuluh menit dipersepsi satu jam), mengalami euphoric (rasa gembira berlebihan), tertawa terbahak – bahak tanpa sebab (tanpa rangsangan yang patut membuat orang tertawa), banyak bicara (merasa pembicaraannya hebat), merasa ringan pada seluruh tungkai badan, mudah terpengaruh, merasa curiga (tapi tidak menimbulkan rasa takut, bahkan cenderung menyepelekan dan menertawakannya), merasa lebih menikmati musik, mengalami percaya diri berlebihan (merasa penampilan dirinya paling hebat walau kenyataannya sebaliknya), mengalami sinestesia (misalnya, melihat warna kuning setiap kali mendengar nada tertentu), dan mengantuk lalu tertidur nyenyak tanpa mimpi setelah mengalami halusinasi penglihatan selama sekitar 2 (dua) jam.
Bagaimana dengan penyalahgunaan ganja dalam dosis rendah dan sedang? Dampaknya juga sama berbahayanya, seperti mengalami hilaritas (berbuat gaduh), mengalami oquacous euphoria (euphoria terbahak – bahak tanpa henti), mengalami perubahan persepsi ruang dan waktu, berkurangnya kemampuan koordinasi, pertimbangan, dan daya ingat, mengalami peningkatan kepekaan visual dan pendengaran (tapi lebih ke arah halusinasi), mengalami conjunctivitis (radang pada saluran pernafasan), dan mengalami bronchitis (radang pada paru – paru).
Pada penyalahgunaan ganja dengan dosis tinggi, dampak yang diakibatkan adalah seorang penyalahguna ganja akan mengalami ilusi (khayalan), mengalami delusi (terlalu menekankan pada keyakinan yang tidak nyata), mengalami depresi (mental mengalami tekanan), kebingungan, mengalami alienasi (keterasingan), dan halusinasi (terkadang, juga disertai gejala psikotik seperti rasa ketakutan dan agresifitas).
Bahaya penyalahgunaan ganja secara teratur dan berkepanjangan juga berakibat fatal berupa gangguan fisik dan gangguan psikis. Gangguan fisiknya antara lain : mengalami radang paru – paru, mengalami iritasi dan pembengkakan saluran nafas, mengalami kerusakan pada aliran darah koroner dan beresiko menimbulkan serangan nyeri dada, beresiko terkena kanker lebih tinggi (karena daya karsinogenik yang terdapat pada ganja jauh lebih tinggi dari pada tembakau), menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah terserang penyakit (karena penyalahgunaan ganja menekan produksi leukosit), serta menurunnya kadar hormon pertumbuhan baik hormon tiroksin (hormon kelenjar gondok) dan maupun hormon kelamin pada laki – laki dan perempuan. Selain itu, gangguan fisik yang ditimbulkan juga menyebabkan pengurangan produksi sperma pada laki – laki dan gangguan menstruasi dan aborsi pada perempuan.
Sedangkan, gangguan psikis akibat penyalahgunaan ganja secara teratur dan berkepanjangan menyebabkan : menurunnya kemampuan berpikir, membaca, berbicara, berhitung, dan bergaul, terganggunya fungsi psikomotor (gerakan tubuh menjadi lamban), kecenderungan menghindari kesulitan dan menganggap ringan masalah, tidak memikirkan masa depan, dan terjadinya syndrom amotivasional (tidak memiliki semangat juang).
Bisa kita bayangkan, betapa mengerikannya bahaya yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan ganja, bahkan untuk menghentikan seseorang yang sudah terbiasa mengkonsumsi ganja juga tidak mudah. Hal ini mengingat dampak yang diakibatkan dari penghentian penyalahgunaan ganja juga tidak kalah berbahayanya, yaitu munculnya gejala putus zat (“withdrawal syndrome”) seperti insomnia (kesulitan tidur), mual, mialgia, cemas, gelisah, mudah tersinggung, demam, berkeringat, nafsu makan menurun, fotofobia (takut akan cahaya), depresi (bisa berakibat si korban nekad melakukan aksi bunuh diri), bingung, menguap, diare, kehilangan berat badan (sebagai akibat dari menurunnya nafsu makan), dan tremor (badan selalu gemetar). Untuk merawat dan memulihkan korban penyalahguna ganja, dibutuhkan perawatan terapi dan rehabilitasi secara terpadu yang sekarang banyak diselenggarakan oleh berbagai LSM dan Instansi Pemerintah yang “concern” terhadap permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba.
Kini, kita sudah melihat semua tentang bahaya dan dampak dari penyalahgunaan ganja sebagaimana terurai di atas. Tugas kita semua selanjutnya adalah mencegah jangan sampai ada anggota keluarga, teman, sahabat, handai taulan, atau orang – orang di sekeliling kita yang terkena jerat penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba, khususnya ganja.
Bagaimana? Siapkah kita untuk berani berkata “Say No to Drugs, Say No to Cannabis”?

Senin, 15 Juni 2009

Mewartakan Iman di tengah Badai Kehidupan seturut Teladan Para Rasul dalam GerejaNYA

Oleh : Andi Sardono

Setiap orang pasti pernah mengalami badai dalam kehidupannya, entah itu berupa badai dalam kehidupan rumah tangganya, pertentangan dengan tetangga, konflik dengan rekan sekerja, pertentangan antar suku dan budaya, ketegangan antar etnis, dan beraneka badai lagi yang lainnya. Sebagian ada yang sanggup bertahan sambil terus berjuang mengatasi badai dalam kehidupannya, tapi tak sedikit pula yang tidak kuat mengatasi badai dan berlari menghindari realita yang ada di depan mata, dan beraneka sikap lainnya yang ditunjukkan oleh setiap orang dalam mengatasi permasalahan dalam hidupnya masing – masing.
Menghadapi situasi pelik seperti di atas, tidak jarang kita bertanya, di mana Tuhan ketika kita sedang menghadapi masalah? Ketimbang kita diombang – ambingkan oleh sikap kita sendiri dalam menghadapi badai dalam kehidupan kita, ada baiknya jika kita mau menyempatkan diri sejenak untuk merefleksikan pengalaman hidup sehari – hari kita dengan perjalanan hidup GerejaNYA, terutama pada masa – masa awal perjalanan iman para murid Kristus yang adalah cikal – bakal Gereja Katholik.
Kita mulai dengan mengamati bacaan Injil pada hari Minggu tanggal 21 Juni 2009 yang mengangkat kisah dari Injil St. Markus 4:35 – 41.
Waktu itu, seusai Yesus menyampaikan SabdaNYA kepada setiap orang dengan berbagai perumpamaan dan kemudian menjelaskan makna dari setiap perumpamaan dalam SabdaNYA kepada para muridNYA secara terpisah (Injil St. Markus 4:33 – 34), Yesus mengajak para muridNYA bertolak ke seberang danau dengan menaiki perahu. Ajakan Yesus itu ditanggapi dengan kehendak bebas setiap muridNYA untuk bersikap “ya” dan mengikuti ajakanNYA dengan segera. Banyak orang yang melihat kejadian itu kemudian mengikuti jejak para muridNYA dengan menaiki masing – masing perahu. Rupanya, mengikuti ajakan Yesus itu belum dibarengi dengan sikap untuk mengerti sepenuhnya tentang siapa Dia, Sang Allah Putra yang menjadi manusia dan tinggal di antara mereka, bahkan ada dalam perahu mereka. Ini terlihat ketika perahu yang mereka tumpangi itu dihantam oleh badai taufan yang sangat dahsyat sehingga menyebabkan perahu mereka mulai dipenuhi air semburan ombak yang masuk ke dalam perahu. Para muridNYA begitu panik dan ketakutan akan situasi yang mereka hadapi. Secara spontan, mereka membangunkan Yesus yang sedang tertidur lelap di buritan kapal dengan harapan Dia mau membantu mereka menguras air yang masuk ke dalam perahu mereka saat itu.
Ternyata, gambaran para muridNYA tentang siapa Yesus meleset. Yesus, Sang Allah Putra, segera bertindak menolong para muridNYA dengan caraNYA sendiri. Dengan penuh wibawa dan kuasa, Dia menghardik badai yang mengamuk itu dan seketika danau itu pun berubah menjadi tenang kembali.
Sikap ketakutan yang ditunjukkan oleh para muridNYA kala itu merupakan tanda bahwa pada awal – awal perjalanan iman mereka mengikuti Yesus, mereka masih belum sepenuhnya memiliki iman yang sempurna. Yesus menyadari benar akan situasi iman yang dialami oleh para muridNYA itu, sehingga dengan melakukan mukjizat itu, Dia mengirimkan sebuah pesan yang sangat jelas namun sangat penting untuk kita hayati bersama, yaitu bahwa setiap orang yang menerima kehadiran Allah dalam Diri Yesus dengan sendirinya akan mendapat perlindungan dari Bapa Surgawi.
Situasi sulit yang dialami oleh para muridNYA akhirnya membawa mereka kepada pengalaman baru akan pengenalan yang lebih mendalam lagi tentang Kasih Kristus yang lebih sempurna dari pemahaman mereka sebelumnya.
Santo Paulus dalam suratnya kepada umat Katholik di Korintus dalam 2 Korintus 5:14 – 17 turut bersaksi bahwa sebagai manusia biasa, dia bersama para rasulNYA pada awalnya cenderung menilai Kristus dari pemahaman mereka masing – masing. Namun, karena St. Paulus dan para rasulNYA mengalami Kasih Kristus yang begitu besar dicurahkanNYA kepada mereka, hal itu telah membawa pemahaman baru akan pengenalan Kristus yang lebih sempurna sebagai bekal St. Paulus dan para rasulNYA dalam mewartakan Ajaran Kristus dalam GerejaNYA. Seperti kita ketahui bersama, banyaknya penganiayaan dan kesulitan hidup yang dialami oleh para rasul Kristus sebagai konsekuensi mewartakan iman Katholik yang mereka miliki tentu sedikit banyak menggoyahkan iman mereka, tapi setiap kali pula pengalaman hidup mereka dalam persekutuan bersama sebagai bagian integral dari GerejaNYA dalam Kasih Kristus semakin hari semakin menguatkan diri mereka untuk terus berjalan bersama mewartakan Ajaran GerejaNYA tanpa kenal lelah. Bagi para rasul Kristus, karena pengalaman akan Kasih Kristus begitu besar mereka terima, maka sudah wajar bagi mereka untuk tidak lagi hidup demi kepentingan diri mereka sendiri, melainkan semua hidup mereka ditujukan untuk kemuliaan Allah Tri Tunggal Maha Kudus. Bahkan, tak sedikit pula dari sekian banyak para Kudus Allah yang mengakhiri hidupnya sebagai martir demi membela iman yang mereka wartakan daripada harus jatuh ke dalam dosa dan menyangkal iman mereka untuk mengikuti berbagai isme yang ditawarkan dunia kepada mereka.
Kini, kita semua yang telah mewarisi Iman Katholik, dapat memetik beberapa hal pengalaman hidup para Kudus Allah dalam mewartakan Iman di tengah berbagai kesulitan dan tantangan yang mereka hadapi sebagaimana terurai di atas, yaitu sebagai berikut :
1. Setiap orang Katholik tidak harus memiliki iman yang sempurna pada awal pengenalan akan Iman Katholik, tetapi Kristus Yesus melalui GerejaNYA menuntut dari kita untuk senantiasa berjuang memahami dan mendalami warisan iman yang kita miliki dari para rasul Kristus sebagaimana diajarkan oleh GerejaNYA.
2. Setiap orang Katholik pasti pernah mengalami badai dalam hidupnya, tapi persatuan utuh dengan Kristus Yesus dalam GerejaNYA yang adalah Tubuh Mistik Kristus akan sanggup memampukan setiap orang untuk mengatasi setiap masalah yang menghampiri kehidupan kita. Hanya dengan persatuan utuh dengan GerejaNYA sebagaimana diteladankan oleh para Kudus Allah, kita akan memperoleh Rahmat dari Allah yang memampukan kita untuk survive atau bertahan hidup di tengah berbagai masalah dalam hidup ini.
3. Mengikuti Kristus Yesus dalam Iman yang Satu, Kudus, Katholik, dan Apostolik memiliki konsekuensi logis untuk turut memikul salib Kristus dengan cara mewartakan Iman sebagaimana diteladankan oleh para Kudus Allah. Tentunya, tidak harus menjadi martir dengan mengorbankan nyawa, tapi setidaknya kita dapat menyumbangkan apa yang kita punya dan kita peroleh dari Allah demi mewartakan Iman kita.
Berkaitan dengan Tahun Imam yang dicanangkan oleh Bapa Suci Paus Benedictus XVI yang dimulai dari tanggal 19 Juni 2009 hingga tanggal 19 Juni 2010, kita (sebagai bagian dari GerejaNYA) juga diharapkan turut mendukung dan mendoakan hidup para Imam yang tertahbis di depan Altar GerejaNYA agar Iman yang Satu, Kudus, Katholik dan Apostolik dapat terus diwartakan ke ujung dunia sampai tiba Kedatangan Kristus Yesus yang kedua kalinya nanti.
Akhirnya, semoga di tengah usaha kita masing – masing (tentunya, dengan dibekali Rahmat dari Allah Tri Tunggal Maha Kudus) dalam mengatasi setiap badai dalam kehidupan kita masing – masing, kita juga dapat turut dan mau mengambil bagian dalam keberlangsungan proses pewartaan Iman dalam GerejaNYA sebagaimana Ajakan Kristus dalam Injil St. Matius 28 : 19.

Jumat, 12 Juni 2009

Sekelumit Kisah Hidup St. Petrus dan St. Paulus

Oleh : Andi Sardono
Email : andisardonossi@yahoo.co.id
URL : http://andisardonossi.blogspot.com
http://andisardonossi.multiply.com

Kalau kita berkesempatan membaca sebuah lagu berjudul “Mari Kita Merenungkan” yang tertera di buku Puji Syukur (maaf, saya lupa nomornya) berkaitan dengan Masa Pra Paskah yang kita lalui beberapa waktu lalu, kita akan melihat sebuah penggalan yang mengecam sikap St. Petrus ketika ia menyangkal sebanyak 3 (tiga) kali tentang keberadaan dirinya sebagai salah satu murid Kristus. Atau, kalau kita berkesempatan berdiskusi dengan saudara – saudara Muslim, pasti salah satu hal yang sering menjadi bahan perdebatan mereka adalah tuduhan bahwa St. Paulus telah mengkorup atau menyelewengkan Ajaran Tuhan, tanpa mereka pernah bisa membuktikan tuduhan itu dengan tanpa salah atau infallible.
Lantas, siapa dan bagaimana sebenarnya St. Petrus dan St. Paulus? Menyambut Hari Raya St. Petrus dan St. Paulus yang jatuh pada tanggal 29 Juni 2009, tak ada salahnya kita melihat sekilas sejarah hidup kedua Rasul Kristus yang begitu mengharukan itu.
1. Santo Petrus
Santo Petrus memiliki nama asli yaitu Simon bin Yunus, saudara dari Santo Andreas (salah satu murid Kristus juga) yang lahir di Bethsaida. Kedua bersaudara ini mulanya bekerja sebagai nelayan. Dalam bahasa Aram, Simon dinamakan sebagai Kefas atau dalam bahasa Yunani disebut sebagai Petrus yang artinya adalah batu karang. Oleh Yesus, Santo Petrus dijadikannya sebagai pemimpin para Rasul dan Kepala GerejaNYA yang pertama (Yoh 1:42 dan Mat 16:18).
Di antara para RasulNYA, St. Petrus boleh dibilang sangat mencolok popularitasnya. Dalam ke – 4 Injil dan Kisah Para Rasul, namanya disebutkan sebanyak 195 kali, sedangkan gabungan ke – 11 rasul lainnya disebutkan sebanyak 130 kali saja. St. Yohanes Rasul menduduki posisi runner – up karena hanya disebutkan sebanyak 29 kali saja. Dalam ketiga Injil Sinoptik yaitu Injil Matius, Markus, dan Lukas serta Kisah Para Rasul, St. Petrus selalu disebutkan sebagai yang pertama dalam bilangan para RasulNYA. Santo Petrus bersama Santo Yakobus bin Zebedeus dan Santo Yohanes Rasul menjadi saksi atas dibangkitkannya Putri Yairus dari kematian (Mat 5:21 – 43), transfigurasi Yesus Kristus di atas bukit (Mat 17:1 – 8), dan sengsara Yesus Kristus di Taman Getsemani (Mat 26:36 – 46).
Patut dicamkan bersama bahwa walau dikatakan bahwa St. Petrus sempat menyangkal sebanyak 3 (tiga) kali sebagaimana disebutkan di atas, tapi toh akhirnya ia menyesal dan bertobat atas penyangkalan dirinya itu sebagaimana dapat kita baca dalam Injil. Sayangnya, fakta penting ini diabaikan begitu saja oleh beberapa di antara kita dan malah ikut – ikutan menyalahkan St. Petrus tanpa mau melihat keseluruhan hidup dan perjuangan iman St. Petrus dalam mewartakan Ajaran GerejaNYA sebagai Paus Pertama dari GerejaNYA.
Dialah yang pertama kali mewartakan Injil di daerah Yerusalem dan sekitarnya. St. Petrus pula yang mendirikan gereja lokal pertama di Antiokhia, tempat di mana kemudian hari untuk pertama kalinya nama Katholik diperkenalkan dan digunakan sebagaimana kesaksian St. Ignasius dari Antiokhia. Dengan dipimpin oleh St. Petrus, Konsili Gereja Katholik yang pertama diadakan di Yerusalem pada tahun 51 M (Kis Para Rasul 15:7).
Sebagai Paus pertama dan Uskup di Roma, St. Petrus kemudian mendirikan pusat pengajarannya di kota Roma. Di sana, St. Petrus menghabiskan tahun – tahun terakhirnya dengan terus mewartakan Ajaran GerejaNYA sampai akhirnya menjadi martir dengan cara disalibkan dengan posisi terbalik (kepala St. Petrus berada di bawah) pada sekitar tahun 64 atau 67 semasa penindasan umat Katholik oleh Kaisar Nero.
Kita perlu mengingat pula akan sebuah fakta bahwa walau St. Petrus meninggal di Roma sesuai Tradisi GerejaNYA dan catatan sejarah, tapi sebelumnya tidak diketahui di mana letak makamnya secara tepat. Ini bermula pada tahun 315 di mana Kaisar Konstantinus (kaisar Romawi) yang bersikap baik terhadap umat Katholik, mendirikan sebuah bangunan gereja.
Pembangunan itu berlanjut dengan dibangunnya sebuah basilika (gereja berukuran raksasa) yang tepat didirikan di atas bangunan gereja tersebut dan ini berlanjut terus dengan didirikannya pondasi bangunan yang baru sampai akhirnya menjadi Basilika St. Petrus, Vatikan, seperti yang kita kenal sekarang ini. Sepanjang masa itu, pengetahuan akan letak makam St. Petrus menghilang dari sejarah sampai akhirnya pada tahun 1939 terjadi sebuah kecelakaan yang menimpa seorang pekerja bangunan. Kejadian itu mengawali penemuan di tahun 1958 akan sebuah makam yang diketahui adalah makam St. Petrus yang terletak di salah satu katakombe, persisnya di bawah altar yang terletak tepat di bawah kubah St. Petrus. Pada makam itu tertera sebuah ukiran tulisan yang berbunyi :”Petrus berbaring di dalam sini”. Sudah pasti, kalimat itu segera mengingatkan kita akan kata – kata Yesus sendiri dalam Mat 16:18 yang mendapat dimensi tambahan makna yang memberi bukti bahwa Gereja Katholik adalah satu – satunya Gereja yang didirikan oleh Yesus Kristus sendiri.
St. Petrus sering dilukiskan sedang membawa 2 (dua) buah kunci yang adalah simbol kekuasaannya dalam GerejaNYA. Atau, terkadang juga dilukiskan St. Petrus sedang membawa 2 (dua) kunci bersilangan dan sebuah salib yang diposisikan terbalik (mengingat posisi penyalibannya yang terbalik).
2. Santo Paulus
Mulanya, nama dari Santo Paulus adalah Saulus, seorang warga negara Roma yang berasal dari keturunan suku Benyamin (salah satu suku di Israel) dan lahir di Tarsus. Saulus pada awalnya ikut mengambil bagian dalam penindasan umat Katholik sampai pada akhirnya ia mengalami pertobatan yang mukjizat setelah mendapat panggilan secara khusus dari Tuhan Yesus dalam perjalanannya ke Damsyik (sekarang Damaskus yang terletak di Siria) seperti diceritakan dalam Kisah Para Rasul 9:1 – 18. St. Pauius kemudian menjadi rasul yang pantang menyerah dalam mewartakan Injil di kalangan non Yahudi.
St. Paulus tetap tinggal di Damaskus untuk beberapa hari setelah pembaptisannya dan pergi ke tanah Arab selama 1 – 2 tahun untuk mempersiapkan aktivitas merasulnya. Sekembalinya ke Damaskus, St. Paulus tinggal agak lama dan mulai berkhotbah mewartakan Injil di sinagoga – sinagoga. Tentu saja, aktivitasnya itu segera menyulut kebencian di kalangan Yahudi sehingga terpaksa St.Paulus segera menyingkir dari sana.
Ketaatan St. Paulus kepada St. Petrus sebagai Paus Pertama GerejaNYA ditunjukkannya dengan kepergiannya ke Yerusalem untuk bersilaturahmi dengan St. Petrus. Ini sekaligus menjawab tuduhan tak berdasar yang mengatakan bahwa St. Paulus menyelewengkan Ajaran Tuhan. Dengan sikap ketaatannya itu, St. Paulus membiarkan dirinya dibimbing oleh Roh Kudus menuju ke persatuan utuh dengan GerejaNYA yang Satu, Kudus, Katolik, dan Apostolik. Lalu, bersama dengan St. Barnabas, dia melakukan perjalanan misionarisnya yang pertama dan mendirikan gereja – gereja di seluruh Asia Kecil yaitu wilayah Pisidian, Antiokhia, Iconium, Lystra, dan Derbe.
Setelah berlangsungnya Konsili Yerusalem, Paulus ditemani oleh Silas, lalu bergantian dengan St. Timotius dan St. Lukas melakukan perjalanan misionaris keduanya. Pada perjalanannya yang ketiga kalinya, St. Paulus mengunjungi tempat – tempat yang sama dan sempat tinggal di Efesus selama sekitar 3 (tiga) tahun. St. Paulus banyak mengalami penangkapan dan pemenjaraan, di antaranya yaitu ditangkap di Yerusalem (Kisah Para Rasul 21:30), dipenjarakan di Kaisarea (Kisah Para Rasul 23:23 – 24), dan dipenjarakan selama 2 (dua) tahun di kota Roma.
Penderitaan St.Paulus belum berakhir. Menurut Tradisi Suci, setelah 2 (dua) tahun dipenjara di kota Roma, St. Paulus dibebaskan dan melanjutkan karya misinya ke Spanyol dan Timur. Sekembalinya ke kota Roma, St. Paulus dipenjarakan untuk kedua kalinya. Di kota ini pula, St. Paulus akhirnya wafat sebagai martir dengan cara dipenggal kepalanya di luar tembok – tembok kota pada sekitar tahun 67 selama penindasan oleh Kaisar Nero. Tempat pemenggalan kepalanya dikenal dengan nama Tre Fountane atau Three Fountains yang berarti “tiga mata air” karena kemunculan tiga mata air secara mukjizat di tempat kepalanya jatuh ke bumi. Salah satu karyanya yang paling fenomenal adalah kurang lebih 14 surat yang ditulisnya dalam Perjanjian Baru, tapi tidak tertutup kemungkinan malah lebih banyak lagi surat – surat St. Paulus yang telah hilang.
St. Paulus sering dilukiskan secara bermacam – macam, antara lain bersama – sama dengan St. Petrus, yang di antaranya terdapat sebilah pedang dalam adegan pertobatannya. Lambangnya adalah sebilah pedang di belakang sebuah buku terbuka yang bertuliskan “Spiritus Gladius” yang berarti Pedang Roh.
Kini, kita telah melihat sekelumit kisah hidup mereka berdua. Semoga kita dapat belajar banyak dari teladan hidup kedua Rasul Kristus itu tentang bagaimana menjadi saksi kebenaran Ajaran GerejaNYA di tengah tantangan dunia yang banyak diselimuti oleh aneka isme dalam kehidupan kita sekarang ini.

Selasa, 02 Juni 2009

Menghayati Tubuh dan Darah Kristus sebagai Karunia yang Sangat Berharga

Oleh : Andi Sardono

Jika kita berkesempatan berdiskusi dengan saudara – saudara kita dari kalangan Protestan, maka salah satu hal yang paling sering dipertanyakan kepada kita adalah tentang peristiwa transsubstansiasi atau peristiwa perubahan hakiki dalam hal substansi dari roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus sendiri. Penggunaan istilah transsubstansiasi sendiri diperkenalkan dalam Konsili Lateran IV pada tahun 1215 dan dan dipertegas lagi oleh Bapa Suci kita dalam Ecclesia de Eucharistia seperti akan dibahas dalam tulisan ini.

Beberapa pandangan sesat tentang transsubstansiasi berasal dari beberapa denominasi Protestan seperti misalnya :

1. Denominasi Zwingli dan Calvin yang percaya bahwa Kristus hadir hanya dalam lambang roti dan anggur.

2. Denominasi Luther percaya akan kon – subtansiasi di mana Ekaristi adalah sekaligus tubuh dan darah, anggur dan roti.

3. Denominasi Melancthon percaya bahwa Ekaristi kembali menjadi roti dan anggur sesudah komuni.

Terdorong akan fenomena di atas, maka GerejaNYA mengeluarkan ensiklik berjudul “Ecclesia de Eucharistia” yang berarti “Ekaristi dan Hubungannya dengan Gereja” dan mengadakan Konsili Trente pada tahun 1551 untuk menanggapi pandangan sesat di atas. Dalam salah satu Dekrit Trente yaitu Ajaran tentang Kurban Misa Kudus dinyatakan bahwa : “ dalam Sakramen Ekaristi Maha Kudus, setelah konsekrasi roti dan anggur, Tuhan kita Yesus Kristus, sungguh Allah dan sungguh manusia secara nyata, sungguh benar, dan pada intinya hadir dalam rupa realitas yang kelihatan itu. Tidak ada pertentangan dengan kenyataan bahwa Juru Selamat kita senantiasa duduk di sebelah kanan Bapa di Surga menurut kodrat keberadaanNYA, dan bahwa, meskipun demikian, dalam substansiNYA, Dia hadir secara sakramental bagi kita di banyak tempat lain juga.”

Beberapa point penting yang dapat kita petik dari ensiklik “Ecclesia de Eucharistia” adalah sebagai berikut :

1. “ Pada setiap perayaan Ekaristi, kita dibawa kembali kepada Trihari Paskah : kepada Peristiwa malam hari Kamis Putih, kepada Perjamuan Terakhir dan kepada apa yang menyusulnya. Dasar Ekaristi mendahului secara sakramental peristiwa yang bakal terjadi, dimulai dari Sakrat Getsemani. ” (Ensiklik No. 3).

2. “ Merenungkan Kristus berarti mampu mengenaliNYA di mana pun Ia nampak, dalam pelbagai wujud, tetapi terutama dalam Sakramen hidup dari Tubuh dan DarahNYA. Gereja hidup dari Kristus Ekaristi, disuapi olehNYA, dan beroleh kecemerlangan dariNYA. Ekaristi adalah sekaligus misteri Iman dan misteri Terang. Setiap kali Gereja merayakan Ekaristi, maka dalam salah satu cara umat dapat merasakan kembali pengalaman kedua murid yang berjalan ke Emaus – “Mata mereka terbuka dan mengenali Dia.” (Ensiklik No. 6).

3. “ Peristiwa perubahan hakiki dalam hal substansi dari roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus dinamakan sebagai Peristiwa Transsubstansiasi. Sehingga wujud, rasa, dan bau roti dan anggur tetap sama atau tidak berubah dalam karakteristiknya, tetapi substansinya berubah, yaitu menjadi Tubuh dan DarahNYA. ” (Ensiklik No. 15).

Selain beberapa point di atas, sangat patut kalau kita merenungkan juga keseluruhan misteri yang diabadikan dalam Ekaristi Kudus dan kurban Kudus Misa sebagaimana ditampilkanNYA dalam Perjamuan Terakhir, yaitu bahwa Yesus tidak hanya sekedar memberikan roti dan anggur yang telah diberkatiNYA kepada para rasulNYA. Lebih dari itu, Kristus Yesus memberikan diriNYA seutuhnya (yaitu Tubuh, Darah, Jiwa, dan Ke – Allah – anNYA) kepada umat manusia yang dicintaiNYA.

Setelah usai dengan Perjamuan Terakhir sebagaimana kita ikuti pada malam Kamis Putih, keesokan harinya, Yesus sudah tergantung di atas kayu salib seperti kita ikuti pada Perayaan Jumat Agung dan darahNYA yang mengucur deras dari kayu salib dicurahkanNYA dengan sehabis – habisnya untuk menghapus dosa – dosa kita.

Sungguh mengagumkan. Kristus Yesus sebagai PutraNYA menunjukkan cinta Bapa kepada manusia dengan mempersembahkan kurban penghapus dosa yang sempurna, yang tidak lain adalah DiriNYA sendiri sebagai kurban dimaksud. Patut pula kita ketahui bahwa kurban Kristus adalah kurban yang memberikan hidup yang kemudian menjadi perjanjian yang sempurna dan kekal atas hidup dan cinta dengan Allah yang dimeteraikan oleh Kristus Yesus, Tuhan kita.

Begitu agung dan luhurnya warisan Kristus itu sehingga tidak berlebihan jika GerejaNYA selalu mengagungkan harta pusaka ini sebagaimana terwujud dalam setiap Perayaan Ekaristi.

Di samping uraian dari ensiklik di atas, keyakinan kita akan Ekaristi Kudus juga berakar dari pernyataan Kristus sendiri sebagaimana tertulis dalam Injil St. Yohanes 6:51.53 – 57 : “ Akulah roti hidup yang telah turun dari Surga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama – lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah dagingKu, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia. Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darahNYA, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan dagingKu dan minum darahKu, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab, dagingKu adalah benar – benar makanan dan darahKu adalah benar – benar minuman. Barangsiapa makan dagingKu dan minum darahKu, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.”

Kini, sudah selayaknya jika kita berdoa memohon rahmat kepadaNYA agar kita beroleh percaya lebih teguh setiap hari akan karunia Kristus sendiri yang amat berharga ini.

Rabu, 27 Mei 2009

Memahami Allah Tri Tunggal Maha Kudus dalam Relasi Cinta Sejati

Oleh : Andi Sardono

Di antara sekian banyak banyak Ajaran GerejaNYA yang kita imani, ada satu di antaranya yang paling sulit untuk dipahami oleh akal pikiran manusia, yaitu Ajaran tentang Allah Tri Tunggal Maha Kudus atau Allah Trinitas yang pada tanggal 7 Juni 2009 dirayakan oleh GerejaNYA.
Namun, kita dapat merefleksikan hidup beriman kita dari pengalaman cinta sejati yang ditunjukkan Allah dalam relasi Trinitas itu. Pertama kita lihat melalui pewahyuan adanya Trinitas sebagaimana ditulis dalam Injil Matius 3:16 – 17 dan Injil Yohanes 1:32 – 34. Di situ dikisahkan bahwa sebelum memulai karya perutusanNYA sebagai Putra Allah, Yesus Kristus menggenapi apa yang tertulis dalam kitab para nabi sebelumnya tentang Dia dengan meminta St. Yohanes Pembaptis untuk membaptis DiriNYA di sungai Yordan. Peristiwa tersebut membuka jalan bagi Allah untuk mewahyukan adanya Trinitas. Bapa menyatakan cintaNYA kepada PutraNYA dengan mengutus Roh Kudus untuk menyertai PutraNYA selama menjalankan karya penyelamatan yang agung nan mulia itu.
Kesatuan Trinitas dalam peranannya untuk menghibur manusia selanjutnya diungkapkan pula oleh Yesus Kristus sebagaimana ditulis dalam Injil Yohanes 14:26.
Mengagumkan, relasi cinta sejati yang ditunjukkan oleh Allah itu kemudian diwartakan oleh Yesus sebagai PutraNYA dengan meminta para muridNYA untuk pergi ke seluruh dunia dan menjadikan semua bangsa sebagai murid Kristus dengan membaptis para bangsa dalam Nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus sebagaimana dapat kita baca dalam Injil Matius 28:19.
Tugas perutusan yang dijalankan oleh Yesus dari BapaNYA dengan penyertaan Roh Kudus kemudian menjadi Warta Kebenaran yang disebarluaskan oleh para muridNYA sebagai perpanjangan tangan Tiga Pribadi Ilahi yaitu Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Selanjutnya, relasi Trinitas yang diwartakan oleh para muridNYA itu menjadi dasar cinta yang menyelamatkan dunia.
Sebagai salah satu bentuk penghayatan dan perenungan kita akan cinta Trinitas yang menyelamatkan dunia itu, kita dapat melihatnya pada hakekat Bapa yang tetap setia kepada manusia yang berdosa seperti kesaksian dalam Injil Yoh 1:1 – 18.
Sedemikian besar dosa manusia yang telah menyebabkan manusia terpuruk jatuh dan menjauh dari relasi cinta Allah terhadap manusia, ciptaanNYA yang sangat dicintaiNYA itu, sehingga jika Ia berkenan, bisa saja Bapa memusnahkan manusia dari kehidupan di muka bumi ini. Namun, dosa manusia yang sedemikian besar itu ternyata tidak mampu mengalahkan cinta Bapa kepada manusia. Ya, cinta Bapa kepada manusia ternyata lebih besar dari dosa manusia sehingga Bapa kemudian lebih memilih untuk menyelamatkan manusia daripada memusnahkannya. Cinta Bapa yang sangat besar itu kemudian dijalankan oleh PutraNYA dengan menyerahkan diriNYA sebagai korban penyelamatan untuk menggantikan peran manusia yang berdosa dan layak dihukum itu.
Pengorbanan Kristus itu telah menghantar manusia untuk sampai pada kediaman abadi di dalam Kerajaan Allah sebagaimana dijanjikan Kristus Yesus dalam amanat perpisahanNYA sebelum Ia naik ke surga. Tidak hanya itu, Ia pun menjanjikan Roh Kudus yang akan menyertai GerejaNYA dalam menjalankan tugas pewartaan yang diemban Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus Yesus. Kita lihat selanjutnya bahwa kabar sukacita yang membahagiakan itu kemudian menjadi kenyataan dengan karya Roh Kudus dalam GerejaNYA melalui kesaksian iman para putra – putri GerejaNYA.
Kesaksian iman akan cinta sejati dalam relasi Trinitas yang diajarkan oleh GerejaNYA secara terus – menerus dan berkesinambungan itu mempunyai satu tujuan yang sama, yaitu memanggil manusia untuk hidup dalam kesatuan iman yang Satu, Kudus, Katholik, dan Apostolik, kembali kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Tugas pemanggilan kembali itu jika renungkan dengan sungguh – sungguh ternyata hanya terjadi dalam lingkungan Gereja yang dipenuhi oleh Roh Kudus karena Gereja merupakan bentuk pengungkapan paling konkret dari iman akan Trinitas. Tentunya, Gereja yang dimaksud adalah Gereja yang dibangun oleh Yesus Kristus di atas St. Petrus sebagai batu karang yang hidup yang adalah juga Paus Pertama dalam sejarah Gereja Katholik.
Dan, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, untuk menjamin keberlangsungan karya pewartaan yang dijalankan oleh GerejaNYA, Roh Kudus turut berkarya dalam GerejaNYA sehingga setiap orang yang tetap tekun berjuang dan setia mengimani Ajaran Allah dalam GerejaNYA sampai pada kesudahannya akan dijamin keselamatannya oleh Allah sendiri sebagaimana kesaksian hidup para martir dan para Kudus Allah yang rela menyerahkan hidupnya demi membela dan mempertahankan iman Katholik yang mereka yakini itu.
Sebagai anggota dari kawanan domba yang tergabung dalam GerejaNYA, kita yang telah dibaptis dengan menggunakan Nama Tri Tunggal Maha Kudus, selanjutnya masing – masing memikul beban salib untuk menjalankan tugas pewartaan kita sesuai bidang kehidupan kita masing – masing dengan meneladan relasi cinta sejati Allah Tri Tunggal Yang Maha Kudus.
Akhirnya, semoga perayaan Allah Tri Tunggal Maha Kudus dalam GerejaNYA semakin mendekatkan diri kita masing – masing pada keakraban yang lebih mendalam dan intim lagi dengan Ketiga Pribadi dalam Satu Hakekat yaitu : Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Amin.

Selasa, 19 Mei 2009

Petuah Apel Pagi...

Oleh : Andi Sardono
Siang hari ini, saya kembali diingatkan oleh teman saya, Hery S Setiawan akan sebuah pengalaman mengikuti Apel pagi yang dilaksanakan hampir setiap hari (dari hari Senin hingga hingga Kamis).
Pagi tadi, hari Kamis tanggal 19 Mei 2009, Apel pagi diambil oleh salah seorang pejabat di lingkungan kantor kami. Seperti biasa, masing - masing Danton (Komandan Peleton) mengambil posisi maju ke depan sang pengambil Apel pagi untuk melaporkan jumlah personel masing - masing Satker yang hadir pada Apel pagi itu.
Semua berjalan seperti biasa, sampai akhirnya masing - masing Danton kembali ke samping masing - masing barisan untuk selanjutnya kembali mengikuti jalannya Apel pagi seperti biasa. Nah, ketika tiba giliran sang pengambil Apel pagi memberi semacam "petuah Apel pagi" yang terkenal lama itu, beliau mulai berbicara tentang bagaimana bersikap jujur dalam bekerja, yang tercermin dalam pelaporan jumlah personel dalam setiap Apel pagi.
Contohnya, kalau ada personel yang tidak mengikuti Apel pagi tanpa keterangan apapun, ya laporkan saja sebagai TK alias Tanpa Keterangan. Jangan malah menutup - nutupi kawan yang TK karena akan beresiko berat bagi sang Danton. Atau, dilaporkan dinas tapi ketika ditanya dinas ke mana, sang Danton malah tersenyum simpul penuh arti (he..he..he.. bisa aja ya sang pengambil Apel pagi di kantor saya kalau bicara.. :-) ).
Karena asyiknya berbicara di depan para peserta Apel pagi, tak terasa satu per satu personel yang hadir pada Apel pagi tadi berjatuhan karena tidak kuat berdiri (beberapa di antaranya malah ada yang pingsan sehingga harus digotong ke pinggir lapangan).
Rupanya, sang pengambil Apel pagi lupa bahwa selain materi yang dibawakannya dalam setiap Apel pagi selalu berulang - ulang (seperti kaset yang diputar berulang - ulang sampai suaranya rusak), banyaknya pekerjaan yang menanti di ruangan untuk dikerjakan oleh para staf (yang notabene juga menjadi peserta Apel pagi) juga turut menjadi andil tidak konsentrasinya para peserta Apel pagi mendengarkan wejangan dari sang pengambil Apel pagi.
Beliau juga lupa bahwa umumnya para peserta yang rajin hadir dalam Apel pagi jarang ada yang makan pagi alias sarapan sebelum berangkat ke kantor karena alasan takut terlambat tiba di kantor untuk ikut Apel pagi. Malah, ada beberapa di antaranya yang mengaku baru sarapan setelah selesai mengikuti Apel pagi. Coba Anda bayangkan, hal - hal seperti itu apa mungkin terlintas di pikiran sang pengambil Apel pagi yang bisanya cuma "memarahi" peserta Apel pagi yang hadir atas ketidakhadiran sesama rekan lainnya dalam Apel pagi.
Selain itu, dengan berlangsungnya Apel pagi yang sangat lama, menyebabkan lama dan antrinya juga mobil - mobil milik para personel yang hendak diparkir di lapangan tempat Apel pagi berlangsung (maklum, lapangan yang biasa digunakan untuk Apel pagi juga berfungsi ganda sebagai lahan parkir mobil di kantor saya). Ujung - ujungnya, petugas Polantas biasanya langsung mendatangi dan menegur pejabat yang berwenang di kantor saya karena menyebabkan kemacetan di jalan raya sebagai imbas antrian panjang mobil - mobil yang akan parkir ke lapangan kantor saya setiap paginya.
Sebetulnya, sang pengambil Apel pagi yang biasa berlama - lama dalam memberikan wejangan itu di kantor saya jumlahnya ada 3 (tiga) orang (syukur deh, tidak lebih dari 3 (tiga) orang) , dan masing - masing selalu mengambil tema yang itu - itu saja setiap kali beliau - beliau ini mendapat kesempatan untuk mengambil Apel pagi.
Misalnya, Pak Polan selalu mengambil tema seputar pengalamannya bertugas di wilayah - wilayah yang selalu diembel - embeli dengan disiplin, disiplin, dan disiplin (bukan diselipin lho ya..he..he..he..), lalu Pak Pilon selalu mengambil tema tentang kinerja, kinerja, dan kinerja, sedangkan Pak Plo'on selalu mengambil tema seperti yang telah saya beberkan di awal tulisan ini.
Harapan saya, semoga beliau - beliau ini mau tergerak hatinya untuk mengubah sikap dalam mengambil Apel pagi di kantor saya. Semoga...

Pater Noster

Oleh : Andi Sardono

In nomine Patris et Filli et Spiritu Sancti, amen.

Pater noster qui es in caelis,
Sancti ficetur nomen tuum,
Ad veni at regnum tuum,
Fiat voluntas tua,
Sicut in caelo et in terra,
Panem nostrum cotidianum da nobis hodie,
Et dimite nobis de bita nostra,
Sicut et nos dimitimus,
De bitoribus nostris,
Et ne nos in ducas in tentationem,
Sed liberanos amalo,
Quia tuum es regnum,
Et potestas,
Et gloria in saecula,
Amen.

In nomine Patris et Filli et Spiritu Sancti, amen.

Senin, 18 Mei 2009

Mengenal Roh Kudus dalam GerejaNYA

Oleh : Andi Sardono

Beberapa hari lagi, Gereja Katholik akan merayakan Pesta Pentakosta, yaitu peristiwa turunnya Allah Roh Kudus ke atas para RasulNya yang adalah cikal bakal Gereja Katolik sebagaimana dijanjikan Tuhan Yesus Kristus sebelum Dia naik ke Surga. Oleh karenanya, tidak berlebihan kiranya jika peristiwa Pentakosta dikatakan juga sebagai hari lahir GerejaNya yang satu, Kudus, Katolik, dan Apostolik.

Sebagai warga Gereja, apa makna Pentakosta bagi kehidupan kita sehari – hari? Tidak lain dan tak bukan, turunnya Roh Kudus ke atas para RasulNya menjadi bermakna ketika kita sungguh – sungguh hidup dalam persatuan utuh dengan Yesus Kristus (yang sekaligus adalah Kepala Gereja) dalam doa, Ekaristi, dan karya nyata, sebagaimana diteladankan oleh para RasulNya dan Bunda Maria sebagai Bunda Gereja dalam persatuan utuh dengan Kristus Yesus.
Karya nyata Roh Kudus dalam Gereja Katholik sendiri sungguh terasa, setidaknya ini terbukti dengan tetap berdiri kokohnya Gereja Kaholik selama kurang lebih 2009 tahun lamanya. Tidak seperti denominasi dalam Protestan yang mudah sekali terpecah belah, Gereja Katholik tetap berdiri kokoh karena Allah Roh Kudus selalu menjaga dan menyucikan GerejaNya yang dibangun di atas batu karang ini.

Berkaitan dengan karya Roh Kudus dalam GerejaNya, ada beberapa istilah yang kemudian muncul tapi sering disalahartikan. Berikut adalah penjelasannya :

1. Kharisma

Kata “kharisma” sendiri berarti : karunia / anugerah Roh Kudus. Tapi, tidak semua rahmat Roh Kudus dapat disebut sebagai kharisma. Sebagai suatu rahmat istimewa yang menonjol pada diri seseorang yang memilikinya, kharisma tidak ditampilkan sebagai pameran rahmat, tapi semata – mata pemberian Tuhan bagi orang yang dipilihNya demi pembangunan atau pengembangan GerejaNya, sebagaimana yang tertulis dalam 1 Kor 12:7. Jadi, kharisma diberikan oleh Allah sebagai anugerah khusus untuk menjalankan suatu tugas dengan baik di dalam GerejaNya.

Dengan kata lain, kharisma adalah anugerah iman yang bersifat amat pribadi dan tidak bisa dimiliki oleh setiap orang. Perlu diingat pula bahwa pemberian khusus dari Tuhan bersifat bebas tanpa terikat oleh jasa dari pihak manusia karena memang Allah tidak dapat dipaksa untuk memberi suatu anugerah, seperti misalnya kharisma berbahasa Roh. Tidak bisa pula digelar semacam seminar untuk memaksa Allah memberi kharisma bahasa Roh.

2. Bahasa Roh

Berbahasa Roh berarti berbicara langsung di bawah pengaruh roh, oleh karenanya seringkali tidak mempergunakan kata – kata biasa yang dimengerti oleh orang lain. Walaupun demikian, berbahasa Roh tetap harus dapat diterjemahkan oleh orang yang bersangkutan atau minimal oleh orang lain yang dianugerahi Allah untuk mampu menerjemahkan makna dari bahasa Roh itu sendiri. Hal ini ditegaskan dengan sangat jelas oleh Santo Paulus dalam suratnya kepada umat Katholik di Korintus. Bahkan, meskipun bersyukur karena mendapat anugerah berbahasa Roh, Santo Paulus tidak suka menggunakannya karena tidak bermanfaat bagi orang lain, terutama dalam kaitannya dengan pertemuan – pertemuan jemaat, misalnya dalam Misa, pertemuan ibadah di lingkungan, wilayah, atau kelompok – kelompok kategorial dalam Gereja, seperti dinyatakannya dalam 1 Kor 14:18-19.

Sebagai salah satu kharisma yang diberikan oleh Allah, tentu tujuan berbahasa roh adalah untuk menolong orang lain dan pasti akan mendorong orang yang dianugerahi berbahasa roh itu untuk semakin menyatakan imannya dalam kesatuan utuh dan kerukunan dengan orang – orang beriman dalam GerejaNya dan dengan ketaatan penuh pada pimpinan Gereja atau Hierarki.

Kalau yang terjadi adalah setelah berbahasa Roh orang malah menghujat GerejaNya, maka sudah pasti itu merupakan suatu praktek penyimpangan dari kehidupan iman GerejaNya atau praktek melarikan diri dari realitas kehidupan GerejaNya.

3. Pembedaan Roh

Pembedaan Roh berarti menguji karya roh dalam hati sendiri; bukannya suatu bentuk ketaatan kepada roh saja, tapi juga merupakan bentuk pelibatan diri dalam pembangunan GerejaNya. Kita sering mendengar istilah “prioritas”, karena memang banyak hal yang harus dilakukan sehingga setiap orang harus menentukan mana yang lebih penting, lebih berguna dan terutama lebih sesuai dengan KehendakNYA. Dalam kenyataannya, praktek membedakan roh sudah lazim dilaksanakan orang dari zaman dulu, hanya saja istilahnya semakin popular digunakan.

4. Pencurahan Roh

Pencurahan roh berarti bahwa segala doa permohonan disampaikan kepada Allah agar berkat Sakramen Baptis dan Sakramen Krisma, hidup kita semakin digairahkan dan dipenuhi dengan kekuasaan Roh Kudus, jadi bukan praktek pencurahan Roh Kudus melalui penumpangan tangan yang dipimpin oleh seorang pemimpin ibadat diikuti oleh segenap umat yang hadir lalu diikuti oleh penggunaan berbahasa roh secara serampangan. Kalau itu yang terjadi, maka itu adalah salah satu bentuk sakrilegi atau penghujatan atas karya Roh Kudus dalam GerejaNYA.

Melalui Sakramen Baptis dan Sakramen Krisma, setiap orang beriman Katolik menerima Roh Kudus dalam hati kita, sehingga jika tidak berhati – hati, penggunaan istilah pencurahan roh dapat mengaburkan makna Sakramen Baptis dan Sakramen Krisma.

Dalam Konsili Vatikan II ditegaskan pula bahwa kita diharapkan terbuka akan karya Roh Kudus dan segala karunia – NYA, untuk kemudian mau melayani Gereja dengan penuh kasih tanpa pamrih, taat pada hierarki, serta memelihara kesatuan dan kerukunan dengan semua umat beriman dalam GerejaNYA yang Satu, Kudus, Katolik, dan Apostolik. Selamat merayakan Pentakosta bagi kita semua.

Kamis, 07 Mei 2009

Tentang Global Warming

Oleh : Andi Sardono
Panas yang menyengat terasa sekali membakar kulit saya yang memang sudah hitam legam akhir - akhir ini. Gak percaya? Coba saja Anda berjalan - jalan di pinggiran jalan raya Kota Jakarta (di mana aja, yang penting masih di seputaran Kota Jakarta).

Saya jadi teringat akan isu yang sedang hangat dibicarakan di tingkat dunia sekarang ini (bahkan, tidak kalah hangatnya dibandingkan dengan pemberitaan seputar dugaan keterlibatan Ketua KPK Antazari Azhar dalam pembunuhan Nazruddin Zulkarnaen dan berita seputar KDRT yang diduga menimpa Manohara Odelia Pinot), yaitu tentang Global Warming (bukan "Gombalnya Mbok Ning" lho ya, he..he..he..)

Di tengah semakin meningkatnya suhu di permukaan bumi akhir - akhir ini, mungkin gak ada salahnya kalau kita semakin menggalakkan Gerakan Menanam Pohon, minimal 1 (satu) orang diharapkan mau menanam 1 (satu) buah pohon. Kalau gak bisa menanam di pinggir jalan raya (karena ya gak mungkinlah,he..he..he..kecuali mungkin kalau kita mengantungi ijin dari Dinas Pertamanan Propinsi atau Kabupaten/Kotamadya setempat), ya marilah menanam di halaman rumah kita sendiri.

Ini saya sampaikan bukan karena saya dan istri gemar menanam dan merawat tanaman di halaman rumah kami, lho ya. Tapi, semata - mata demi terciptanya dan terjaganya udara bersih di udara di mana pun kita berada. Pernah lihat film - film produksi Hollywood yang mengambil setting tahun 2032 atau puluhan tahun ke depan gak? Di film - film itu, digambarkan bahwa kondisi dan situasi Bumi jauh berubah. Tidak ada lagi tanaman atau tumbuh - tumbuhan yang hidup di bumi ini. Yang ada hanya tanah gersang di mana - mana, lengkap dengan manusia dan robot yang berseliweran di sana - sini. Udara bersih menjadi sangat langka, karena suplai udara bersih disediakan oleh sebuah mesin besar bertenaga raksasa yang menjamin ketersediaan udara bersih untuk beberapa waktu lamanya bagi seisi penduduk sebuah kota. Kebayang gak, bagaimana jika seandainya mesin penyedia udara bersih nan instan itu tiba - tiba ngadat karena kehabisan bahan bakar atau salah satu komponennya aus karena dipaksa selama 24 jam nonstop 7 hari seminggu 31 hari sebulan dan 365 hari setahun harus hidup terus untuk "menghidupi" orang - orang yang tinggal di kota itu.

Makanan yang didapat pun bukan berasal dari tumbuh - tumbuhan segar lagi, melainkan dari proses produksi yang tentunya banyak mengandung zat - zat kimia. Air minum diperoleh dari air limbah kotoran manusia yang disuling menjadi air minum lagi (hiih..kebayang menjijikkan banget ya..)

Maka dari itu, gerakan penyelamatan muka bumi ini dari bahaya Global Warming sudah sangat mendesak dan sangat penting untuk menjadi perhatian kita semua. KTT yang telah diselenggarakan beberapa waktu lalu di Bali menghasilkan beberapa komitmen awal untuk mulai menggagas sebuah aksi bersama yang diharapkan mendapat dukungan penuh dari beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat yang tergabung dalam sebuah kelompok negara industri.

Lantas, apa bentuk dukungan kita sebagai bagian dari warga dunia yang turut menghuni bumi tercinta ini untuk mengantisipasi bahaya Global Warming itu?

Banyak sekali, di antaranya dengan memulai gerakan membuang sampah pada tempatnya (jangan sekali - kali membuang puntung rokok yang masih menyala ke atas tumpukan daun kering atau ranting kering karena dapat menyulut terjadinya kebakaran lahan), gerakan memanfaatkan sampah yang dapat diaur ulang menjadi produk yang ramah lingkungan (ingat, sudah bukan jamannya lagi membakar sampah karena hanya menghasilkan kepulan asap sisa pembakaran sampah yang tentunya mengundang bahaya polusi udara yang ujung - ujungnya dapat merusak paru - paru), gerakan menanam pohon di sekitar kita (boleh di halaman atau di lahan kritis yang sudah tidak ada pohon atau tanaman lagi alias gundul), dan sekian banyak lagi bentuk dukungan dari kita untuk turut menyukseskan gerakan penyelamatan muka bumi dari bahaya Global Warming.

Kalangan industri pun sudah saatnya diingatkan untuk memperbaharui sistem kerja alat - alat produksi mereka yang sebelumnya hanya membuang limbah yang berbahaya menjadi pengolah limbah yang ramah lingkungan sebelum dibuang ke luar. Dengan demikian, diharapkan limbah yang ramah lingkungan tadi dapat dimanfaatkan kembali oleh masyarakat menjadi barang - barang yang berdaya guna.

Tantangan terbesar mungkin dialami oleh negara - negara berkembang yang tentunya sangat berantusias untuk mengembangkan perekonomian negaranya dengan menggenjot sektor industri mereka, tapi di sisi lain malah mengakibatkan kehancuran bagi kelangsungan alam lingkungan di negara - negara berkembang tersebut. Maka, gak salah juga kalau kelompok negara - negara industri papan atas diminta kepedulian mereka untuk bersama - sama mengantisipasi bahaya Global Warming dengan menopang kebutuhan negara - negara berkembang untuk memajukan industri yang ramah lingkungan.

Singkat kata, kita semua perlu terus turut terlibat dalam setiap aksi antisipasi Global Warming. Kalau bukan kita, siapa lagi?