Powered By Blogger

Selasa, 30 Maret 2010

Mengenali Faktor Risiko Penyalahgunaan Narkoba pada Pelajar dan Mahasiswa (Oleh : Andi Sardono)

In nomine Patris et Filii et Spiritu Sancti. Amen

Kita tentu semua sepakat bahwa Narkoba sungguh berbahaya bagi kelangsungan generasi muda negeri ini. Masalahnya adalah seberapa besar faktor risiko kalangan pelajar dan mahasiswa yang menyalahgunakan Narkoba? Pertanyaan ini tentu menggelitik kita semua dalam mewaspadai bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba di kalangan anak muda kita, tak terkecuali Orang Muda Katholik. Selanjutnya, tulisan di bawah ini hanya akan mengupas dan menjelaskan secara singkat salah satu asumsi yang dipakai dalam survei itu, yaitu faktor risiko pelajar dan mahasiswa yang mengkonsumsi Narkoba.

Faktor risiko pertama adalah prestasi di sekolah rendah. Dari sekian sampel yang diteliti, ternyata angka pelajar dan mahasiswa penyalahguna Narkoba yang memiliki nilai di bawah rata-rata sangat tinggi. Hal ini dapat dimaklumi mengingat sebagian besar jenis Narkoba yang dikonsumsi para pelajar dan mahasiswa penyalahguna Narkoba rata-rata menyebabkan fungsi otak terganggu dalam menyerap materi pelajaran atau kuliah yang mereka terima. Sangat mustahil atau bahkan tidak mungkin ditemukan suatu kasus di mana pelajar atau mahasiswa yang mengkonsumsi Narkoba menjadi berprestasi atau minimal memiliki nilai sedang pada rata-rata kelas di sekolah atau nilai indeks prestasi semester di kampusnya.

Masih terkait dengan faktor risiko pertama di atas adalah faktor risiko kedua yaitu meningkatnya absensi dan tinggal kelas yang dialami para pelajar dan mahasiswa yang terjerat penyalahgunaan Narkoba. Umumnya, para pelajar dan mahasiswa pengguna Narkoba akan memilih untuk tetap bersembunyi dalam kamar kostnya atau kamar rumahnya yang gelap sementara para orang tua mereka pergi bekerja atau rekan-rekan satu kost mereka pergi bersekolah atau kuliah. Beberapa jenis Narkoba ditengarai memang dapat menyebabkan mereka mengalami halusinasi dan ketakutan untuk melihat dunia luar, cahaya lampu, ataupun sinar matahari. Akhirnya, mereka menjadi lupa untuk belajar sehingga mengalami ketertinggalan dengan rekan-rekannya dalam setiap kenaikan kelas di sekolahnya atau kenaikan nilai indeks prestasi dan jumlah mata kuliah berdasarkan kuota SKS di kampusnya.

Selanjutnya, faktor risiko ketiga adalah kurangnya kemampuan mereka bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Penyebabnya sama seperti pada faktor risiko kedua di atas, yaitu mereka mengalami paranoid, halusinasi, dan penyempitan pupil mata ketika melihat sinar matahari atau cahaya lampu akibat mengkonsumsi Narkoba. Hal ini berakibat pada keinginan mereka untuk selalu menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang-orang di sekitar mereka, sedekat apapun orang-orang tersebut terhadap mereka. Tidak heran jika ada banyak keluarga yang anaknya adalah pelajar atau mahasiswa yang terkena Narkoba mengaku tidak tahu bahwa anaknya menggunakan barang haram itu.

Penyalahgunaan Narkoba oleh para pelajar dan mahasiswa juga menimbulkan faktor risiko keempat yaitu mereka tidak memiliki ketrampilan atau keahlian. Sehari-hari yang tersimpan dalam memori kepala mereka adalah keinginan untuk terus dan terus mengkonsumsi Narkoba, tidak ada keinginan yang lainnya lagi. Sebagian besar, hal ini juga diperparah oleh sikap para orang tua mereka yang cenderung memanjakan mereka dengan fasilitas mewah yang dimiliki oleh para orang tua tersebut tanpa mengetahui tingkat kecanduan anak-anak mereka yang gemar mengkonsumsi Narkoba. Kondisi ini mengakibatkan jumlah para pecandu Narkoba dari kalangan pelajar dan mahasiswa tidak seluruhnya dapat kita ketahui.

Berikutnya adalah faktor risiko kelima yaitu keterlibatan para pelajar dan mahasiswa penyalahguna Narkoba pada aktivitas antisosial dan tindak kejahatan. Tingkat adiksi mereka akan Narkoba mendorong mereka untuk menghalalkan segala cara demi mendapatkan barang haram itu dari tangan para bandar atau pengedar Narkoba. Bahkan, satu per satu harta benda di rumah atau kamar kost mereka habis terjual untuk memuaskan keinginan mereka. Tak hanya sampai di situ, banyak kasus pencurian dan aksi kriminalitas lainnya yang berhasil diungkap oleh pihak kepolisian ternyata melibatkan juga para pelajar dan mahasiswa pecandu Narkoba.

Yang terakhir tapi juga tidak kalah memprihatinkan kita semua adalah faktor risiko keenam, yaitu timbulnya perilaku merusak diri, sikap agresif, dan cemas berlebihan. Perilaku merusak diri umumnya mereka lakukan dengan cara menyilet kulit luar bagian tubuh (biasanya lengan atau perut) mereka yang sebelumnya telah disuntikkan jenis Narkoba tertentu. Setelah kulitnya terbuka dan mengeluarkan darah, mereka segera menghisap darah mereka sendiri demi mendapatkan “kenikmatan” mengkonsumsi Narkoba. Oleh karenanya, salah satu ciri khas menonjol dari kalangan pengguna Narkoba adalah banyaknya bekas luka sayatan pada lengan mereka dan tubuh mereka. Sedangkan sikap agresif yang mereka perlihatkan adalah ketika ada orang atau pihak lain yang menghalangi keinginan mereka untuk mengkonsumsi Narkoba, maka mereka tidak akan segan berbalik menyerang orang atau pihak lain itu. Dibutuhkan ketrampilan tersendiri bagi kaum keluarganya untuk mencegah dan membujuk pelajar dan mahasiswa mereka yang kecanduan Narkoba untuk berhenti dan menjalani proses terapi dan rehabilitasi di tempat-tempat yang ada di daerahnya. Cemas berlebih mereka tunjukkan ketika mereka ketakutan di ruangan kamar nan gelap gulita ketika didatangi anggota keluarga atau pihak yang berkepentingan membawa mereka untuk menjalani proses terapi dan rehabilitasi.

Jika ada pelajar dan mahasiswa Katholik sebagai bagian terintegrasi dari Orang Muda Katholik (OMK) mau menyimak dan membaca tulisan di atas, maka pertanyaan selanjutnya adalah masihkah mereka semua berani bertahan terhadap bahaya penyalahgunaan Narkoba dan tetap bersemangat untuk berkata tidak pada Narkoba? Jawabannya tergantung pada mereka semua.

Perayaan Paskah dalam Tahun Imam (Oleh : Andi Sardono)

In nomine Patris et Filii et Spiritu Sancti. Amen

Jika kita perhatikan, kronologi Perayaan Paskah tahun 2010 ini terbilang istimewa karena dirayakan pada Tahun Imam yang didedikasikan oleh Gereja Katholik untuk menghormati martabat dan hakekat Sakramen Imamat. Terkait dengan hal itu, tidak ada salahnya jika kita melihat kembali makna perayaan mulai dari Perayaan Minggu Palma hingga Minggu Paskah dari sisi Tahun Imam yang masih berlangsung ini. Penarikan benang keterkaitan dalam tulisan ini murni dikembangkan dari penghayatan akan setiap peristiwa dan beberapa bacaan Injil yang disajikan dalam setiap perayaan selama Pekan Suci kemarin. Berikut ini adalah uraiannya :

1. Minggu Palma
Bacaan awal pada pemberkatan daun-daun palma diambil dari Lukas 19:28-40. Kita dapat membaca bahwa kedatangan Kristus Yesus ke Yerusalem untuk menggenapi peristiwa penganiayaan hingga penyaliban diri-Nya telah dimulai dengan penyambutan oleh segenap rakyat Israel akan kedatangan-Nya yang dianggap sebagai Raja yang kelak diharapkan oleh mereka akan membebaskan bangsa Israel dari penjajahan bangsa Romawi dan mencapai kejayaan sebagai bangsa Israel seutuhnya sebagaimana pernah terjadi dalam era Perjanjian Lama. Dalam kerangka Tahun Imam sekarang ini, sangat diharapkan tentunya kita bersama Gereja-Nya melalui tangan dan teladan iman para Imam-Nya menyambut kedatangan Kristus Yesus sebagai Raja sekaligus menghayati makna pengorbanan Kristus yang mau datang ke Yerusalem untuk menyerahkan diri-Nya menjalani kisah sengsara hingga penyaliban-Nya kelak. Ambil bagian dalam martabat Rajani Kristus bisa kita mulai dengan berkorban bagi keselamatan jiwa sesama kita dan kemuliaan-Nya sehingga Kristus Yesus semakin dikenal oleh setiap orang sesuai Iman Katholik dari para Rasul-Nya. Hal ini sekaligus diingatkan oleh Gereja-Nya dari Bacaan Injil Minggu Palma yang diambil dari Lukas 23:1-49 yang memuat Kisah Sengsara Kristus hingga wafat-Nya di kayu salib.

2. Kamis Putih
Peristiwa pembasuhan kaki para Rasul oleh Kristus Yesus, penetapan Perjamuan Ekaristi, dan penghormatan akan Tubuh dan Darah Kristus menjadi sentra perhatian kita dalam Perayaan Kamis Putih itu. Ketiga peristiwa itu sekaligus mengingatkan kita kembali akan makna saling melayani dan merasakan Tubuh dan Darah Kristus yang telah mengalami transubstansiasi dalam setiap Perayaan Ekaristi yang kita ikuti. Sejalan dengan itu, Tahun Imam yang dipersembahkan oleh Gereja-Nya membawa kita sebagai kaum awam untuk mendukung penuh karya pelayanan para Imam untuk membawa semakin banyak jiwa mengalami persatuan utuh nan membahagiakan dengan Tubuh Mistik Kristus (ialah Gereja-Nya) dengan Santo Petrus sebagai batu karang-Nya yang teguh. Mengikuti setiap Perayaan Ekaristi dengan sikap kerendahhatian dan ketulusan sejati serta tidak menganggap remeh dan rendah saudara-saudara seiman yang tidak mengikuti kegiatan kelompok kita tentulah sangat bertentangan dengan semangat Kamis Putih itu.

3. Jumat Agung
Penghormatan akan Kayu Salib yang menjadi saksi bisu akan wafat Kristus Yesus dan serangkaian peristiwa sengsara dan penyaliban diri-Nya menjadi sentra perhatian kita sekalian dalam Perayaan Jumat Agung itu. Perjuangan Kristus Yesus sebagai Allah yang memanusia mendapat penekanan dalam perayaan yang mengharukan itu. Kaitannya dengan Tahun Imam ini, kita tentu ingat kembali akan perjuangan hidup dan tantangan kita masing-masing dalam mewartakan Iman Katholik kita terutama jika dihubungkan dengan pergaulan sosial kita dengan orang-orang yang tidak seiman dengan kita. Teladan hidup para Imam-Nya dalam membina relasi dengan orang-orang yang tidak seiman kiranya dapat memacu semangat kita untuk terus bersaksi sebagai umat-Nya di tengah toleransi kehidupan beragama yang sekarang sedang menjalani ujian berat di negeri tercinta ini.

4. Sabtu Malam Vigili Paskah
Pembaruan Janji Baptis menjadi sentra perhatian kita dalam Perayaan Malam Vigili Paskah itu. Sebagai pengikut Kristus, kita diingatkan kembali oleh Gereja-Nya untuk turut serta mendukung penuh dan mengemban misi karya penyelamatan Allah melalui teladan hidup para Rasul-Nya sebagai Imam perdana dalam Gereja-Nya. Potret nyata para Rasul-Nya kini nyata dalam para Imam Gereja-Nya yang tidak henti-hentinya memberi teladan kita akan Janji Baptis yang sudah semestinya kita laksanakan dalam hidup sehari-hari. Ini adalah konsekuensi logis dari pilihan kita untuk mengikuti Kristus dalam Gereja-Nya.

5. Minggu Paskah
Sukacita para murid-Nya mendapati kubur Yesus yang kosong menandakan bahwa Kristus telah bangkit. Jika kita melihat kembali sejarah awal Gereja-Nya, maka kita lihat bahwa sukacita tersebut tidak berhenti sampai di situ. Para murid-Nya kemudian melaksanakan tugas perutusan dari-Nya mewartakan dan menabur benih Iman Katholik ke seluruh penjuru dunia. Mereka menghayati dengan sungguh martabat Imamat yang mereka peroleh dari Yesus. Sebagai kaum awam, kita pun turut mengemban tanggung jawab yang sama walau kita tidak memiliki martabat Imamat yang sakramental seperti yang dimiliki oleh para Imam-Nya itu.

Singkat kata, melalui Perayaan Paskah kita diajak oleh Tuhan untuk mau memulai hidup baru lagi seturut teladan para Imam-Nya, bukan demi tujuan dan ambisi pribadi kita tapi demi kemuliaan Allah dalam Bahtera yang Satu dan Katholik menuju Pelabuhan terakhir yang telah dijanjikan-Nya untuk kita semua.