Powered By Blogger

Rabu, 24 Juni 2009

Menghargai Martabat dan Jabatan Imamat seturut Teladan dan Kesaksian Iman Para Kudus Allah

Oleh : Andi Sardono
Selama 1 (satu) tahun ke depan (terhitung mulai tanggal 19 Juni 2009 hingga 19 Juni 2010), kita diajak oleh GerejaNYA untuk bersama – sama mendukung berlangsungnya Tahun Imam, tahun yang didedikasikan oleh GerejaNYA untuk berbicara secara khusus kepada para Imam dan secara umum kepada semua umat beriman dan seluruh masyarakat luas bahwa GerejaNYA berbangga dengan para imamNYA, mencintai mereka, menghormati mereka, mengagumi cara hidup mereka, dan sekaligus GerejaNYA mengakui dengan penuh rasa syukur karya pastoral dan kesaksian hidup para imam tersebut (Claudio Cardinal Hummes, Uskup Agung Emeritus Sao Paolo, Prefek Kongregasi Kudus).
Sambil menyimak dan merenungkan bacaan Injil hari Minggu tanggal 12 Juli 2009 yang diambil dari Injil St. Markus 6:7 – 13, kita akan bersama – sama pula menyimak dari tulisan ini tentang gagasan martabat dan jabatan imamat yang disampaikan oleh para Kudus Allah dan Bapa GerejaNYA. Berikut adalah kesaksian para Kudus Allah dan Bapa GerejaNYA seperti dikutip dari tulisan tentang Martabat dan Jabatan Imamat yang disusun oleh St. Alfonsus Maria de Liguori (salah seorang Doktor Gereja yang wafat pada tahun 1787 di usia 91 tahun) :
- St. Ignasius (martir) berkata bahwa imamat adalah martabat yang paling luhur dari segala martabat yang ada. Dengan kata lain, puncak segala martabat adalah imamat.
- St. Efrem berucap bahwa imamat adalah suatu martabat yang tak terhingga dan merupakan suatu mukjizat yang menakjubkan, yang agung, yang dahsyat, dan yang tak terhingga.
- St. Yohanes Krisostomos berujar bahwa walau tugas – tugas imamat dilakukan di seluruh dunia, tapi imamat sesungguhnya terhitung di antara hal – hal surgawi. Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa barangsiapa menghormati imam, berarti menghormati Kristus. Barangsiapa menghina imam, berarti pula menghina Kristus.
- Cassian berkata bahwa imam Tuhan mengungguli segala kekuasaan duniawi dan mengungguli segala kekuasaan surgawi. Imam lebih rendah hanya dari Allah saja.
- Paus Innosensius III bersaksi bahwa imam berada di antara Tuhan dan manusia; lebih rendah dari Allah, tapi lebih tinggi dari manusia.
- St. Dennis berkata bahwa imam adalah manusia ilahi, sehingga imamat adalah suatu martabat ilahi.
- St. Maria dari Oignies sangat menghormati martabat imamat, sehingga ia tak segan – segan mencium tanah yang dilewati oleh para imam.
Dari semua kesaksian di atas, St. Alfonsus Maria de Liguori mengajak kita semua untuk mengetahui bahwa Kristus Yesus telah mengatakan bahwa kita wajib memperlakukan para imam GerejaNYA seperti kita memperlakukanNYA sebagaimana dikutip dari Injil, ” Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku.”
Selain dari beberapa point di atas, St. Alfonsus Maria de Liguori juga membagi penilaian martabat imamat berdasarkan kodrat jabatannya yang luhur, berdasarkan kuasa yang dimiliki para imam atas Tubuh Nyata dan Tubuh Mistik Kristus, dan berdasarkan tingginya posisi yang diduduki oleh para imam. Berikut ini adalah penjelasan singkat dari tulisan beliau :
1. Berdasarkan kodrat jabatannya yang luhur.
Melalui GerejaNYA, Allah telah memilih para imamNYA untuk menyelenggarakan segala urusan dan perhatianNYA di dunia ini, sehingga St. Sirilus dari Alexandria berkata bahwa jabatan yang dipercayakan kepada para imam adalah sungguh ilahi. Bahkan, St. Ambrosius menyebutkan jabatan imamat sebagai profesi ilahi. Allah telah menetapkan para imamNYA sebagai pelayan untuk menjadi duta umum bagi GerejaNYA, untuk menghormatiNYA, dan untuk memohonkan rahmat – rahmat dari Allah bagi segenap umat beriman. Tanpa kehadiran seorang imam, GerejaNYA tidak dapat mempersembahkan penghormatan kepadaNYA sebesar Perayaan Ekaristi yang dipersembahkan oleh para imamNYA. Tanpa imam, persembahan GerejaNYA hanya berarti sebagai persembahan kurban hidup segenap manusia. Bandingkan dengan Perayaan Ekaristi yang dipersembahkan oleh seorang imam sebagai wujud penghormatan kepada Tuhan yang jauh lebih besar dari semua yang telah diberikan (maupun yang akan diberikan) kepada Tuhan oleh segenap para Malaikat dan para KudusNYA (bersama St. Perawan Maria). Mengapa? Karena sembah sujud mereka tidak memiliki nilai yang tak terhingga dibandingkan dengan Perayaan Ekaristi yang dipersembahkan oleh imamNYA kepada Tuhan di altar GerejaNYA.
2. Berdasarkan kuasa yang dimiliki oleh para imam atas Tubuh Nyata dan Tubuh Mistik Kristus.
Kuasa imam atas Tubuh Nyata Kristus berkaitan erat dengan pendarasan kata – kata konsekrasi oleh para imam GerejaNYA. Inkarnasi SabdaNYA membuat Kristus Yesus taat dan datang ke dalam tangan – tangan para imam dalam rupa Sakramental. Ketika imam berucap “HOC EST CORPUS MEUM”, Kristus hadir dan turun ke atas altar dalam Tubuh dan DarahNYA. Para imam dapat dengan leluasa memindahkan Tubuh dan DarahNYA dari satu tempat ke tempat lainnya, membagikanNYA kepada segenap umat yang hadir dalam Perayaan Ekaristi, mengunciNYA dalam tabernakel, mentahtakanNYA di atas altar atau membawaNYA keluar untuk dibagikan kepada umat beriman yang terbaring lemah karena sakit. Tentang hal ini, St. Laurensius Justinian berkomentar, ”Oh, betapa amat dahsyat kuasa mereka.”
Sedangkan, kuasa imam atas Tubuh Mistik Kristus (yaitu segenap umat beriman dalam GerejaNYA) berkaitan dengan kuasa kunci yang dimiliki oleh setiap imam (sebagai pewaris kuasa St. Petrus) untuk membebaskan para pendosa dari neraka, membuat para pendosa layak memasuki Firdaus, dan mengubah para pendosa dari budak setan menjadi anak – anak Allah. Kuasa itu ditunjukkan oleh para imam di kamar pengakuan dosa ketika mereka melayani Sakramen Pengakuan Dosa. Para imam memiliki kuasa untuk menentukan apakah si pendosa layak untuk mendapatkan absolusi atau tidak dan Kristus sendiri wajib tunduk pada keputusan yang diambil oleh para imamNYA. Ini diperkuat oleh kesaksian St. Maximus dari Turin, ”Begitulah kuasa penghakiman yang diserahkan kepada St. Petrus, bahwa keputusan tersebut membawa serta dengannya keputusan Allah.” St. Petrus Damianus menulis bahwa penghakiman imam mendahului, dan Tuhan mengikuti. Karenanya, St. Yohanes Krisostomus menyimpulkan, “Tuan penguasa alam semesta hanya mengikuti hambaNYA dalam meneguhkan di Surga segala hal yang telah diputuskan hambaNYA itu di bumi.” Tidak berlebihan jika St. Ignasius (martir) mengajak kita untuk berpikir bahwa para imam adalah penyalur rahmat – rahmat ilahi dan sahabat karib Tuhan.
3. Berdasarkan tingginya posisi yang diduduki oleh para imam.
Dalam Sinode Chartres tahun 1550, jabatan imamat disebut kursi para Kudus. Mereka disebut sebagai Vikaris Yesus Kristus, sebab mereka menduduki tempatNYA di dunia. Kepada para imam, St. Agustinus berkata, ”Kalian menduduki tempat Kristus, sebab itu kalian adalah wakilNYA.” Dalam Konsili Milan, St. Carolus Borromeus menyebut para imam sebagai wakil pribadi Tuhan di dunia. Sebelum dia, para rasul berkata, “Bagi Kristus, kami adalah utusan – utusan; Tuhan seolah didesak oleh kami. Ketika Dia naik ke surga, Yesus Kristus memberikan tempatNYA di dunia kepada para imamNYA sebagai pengantara antara Tuhan dan manusia, teristimewa di altar.”
Demikianlah, uraian singkat tentang martabat dan jabatan imamat yang kita ambil dari kesaksian iman para Kudus Allah dan Bapa GerejaNYA. Sebagai umat GerejaNYA, kita semua tentu sangat diharapkan untuk mendukung para imam GerejaNYA dalam menggeluti spiritualitas imamat yang mereka terima agar tugas pelayanan yang mereka emban dapat dilaksanakan sesuai panggilan imamat mereka. Bagi kita, semoga teladan dan kesaksian iman para Kudus Allah dan Bapa GerejaNYA seperti tertulis di atas membangkitkan kesadaran kita semua untuk mau menghormati dan menghargai martabat dan jabatan imamat.

Selasa, 16 Juni 2009

Mengenal Bahaya dan Dampak Penyalahgunaan Ganja (disajikan dalam rangka memperingati Hari Anti Narkoba Internasional 2009)

Oleh : Andi Sardono
Kalau kita berkesempatan melintas di jalan raya depan kantor Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tanggal 26 Juni 2009 yang lalu, kita akan melihat banyak umbul – umbul terpasang lengkap dengan slogan Anti Narkoba dan Tema HANI 2009. Ya, karena tanggal 26 Juni 2009 adalah Hari Anti Narkoba International (HANI) yang diperingati oleh Indonesia dan beberapa negara lainnya yang tergabung dalam UNODC (United Nations Office for Drugs dan Crimes) atau Kantor PBB untuk Kejahatan dan Narkoba.
Berkaitan dengan momen penting itu, sebagai wujud keprihatinan kita bersama akan tingginya tingkat penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba di Indonesia, tak ada salahnya kita belajar mengenal berbagai jenis Narkoba dan dampak penyalahgunaannya agar kita tidak terperosok ke dalam jerat Narkoba yang sangat membahayakan itu.
Dalam tulisan ini, kita akan membahas tentang salah satu jenis Narkoba (Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Berbahaya lainnya) yang sangat berbahaya, yaitu ganja.
Selama lebih dari 3000 tahun, banyak orang di Afrika dan Asia yang menggunakan ganja dalam berbagai bentuk sediaan, ada yang dikonsumsi dalam bentuk rokok, terkadang dicampur dengan tembakau, ada pula yang dicampur dengan daging dendeng atau dioplos dalam minuman.
Menyadari bahaya dari dampak yang dapat ditimbulkan akibat penggunaan ganja, maka berdasarkan Undang – undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, Pemerintah menetapkan ganja (bersama opium (beserta aneka turunannya), kokain, heroin dan beberapa jenis narkotika lainnya) termasuk dalam Narkotika Golongan I (satu) yang artinya hanya boleh digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan sama sekali tidak boleh digunakan dalam terapi apapun karena berpotensi sangat tinggi untuk mengakibatkan ketergantungan.
Ganja memiliki banyak istilah di kalangan para pemakai atau junkies seperti cimeng, rasta, ulah, gelek, buda stik, pepen, hawai, marijuana, dope, weed, hemp, hash (hasish), pot, joint, sinsemilla, grass, dan ratusan nama jalanan lain yang tersebar di seluruh dunia untuk penamaan ganja. Sama seperti istilahnya, ganja juga banyak tersebar di berbagai belahan negara lain, utamanya di negara – negara yang beriklim tropis dan sub tropis seperti misalnya di Indonesia, India, Nepal, Thailand, Laos, Kamboja, Kolombia, Jamaika, Rusia bagian Selatan, Korea, dan Amerika Serikat (Iowa). Ganja yang dalam bahasa Latin dinamakan cannabis, mempunyai beberapa bentuk daun seperti tembakau yang berwarna hijau, ada yang berjari lima, tujuh, atau sembilan buah daun dalam setiap batang daunnya.
Pada penelitian terakhir tentang ganja, ditemukan ada 3 (tiga) jenis tanaman ganja yaitu : Cannabis Sativa, Cannabis Indica, dan Cannabis Ruderalis. Ketiga jenis tanaman ganja itu semuanya memiliki kandungan THC (Tetra Hydro Cannabinol) yang berbeda – beda tingkat kadarnya untuk setiap jenisnya. Jenis Cannabis Indica mengandung THC paling banyak, disusul jenis Cannabis Sativa, dan jenis Cannabis Ruderalis mengandung THC paling sedikit. THC sendiri adalah zat psikoaktif yang berefek halusinasi dan ini terdapat dalam keseluruhan pada bagian tanaman ganja, baik daunnya, rantingnya, ataupun bijinya. Karena kandungan THC inilah, maka setiap orang yang menyalahgunakan ganja akan terkena efek psikoaktif yang sangat membahayakan.
Sedemikian berbahayanya unsur THC dalam ganja itu, sehingga untuk orang yang baru pertama kali menyalahgunakan ganja saja, akan segera mengalami intoksikasi (keracunan) ganja yang secara fisik yaitu : jantung berdebar (denyut jantung menjadi bertambah cepat 50% dari sebelumnya), bola mata memerah (disebabkan pelebaran pembuluh darah kapiler pada bola mata), mulut kering (karena kandungan THC mengganggu sistem syaraf otonom yang mengendalikan kelenjar air liur), nafsu makan bertambah (karena kandungan THC merangsang pusat nafsu makan di otak), dan tertidur (setelah bangun dari tidur, dampak fisik akan hilang).
Secara psikis, penyalahgunaan ganja juga menyebabkan dampak yang cukup berbahaya seperti timbulnya rasa kuatir (ansienitas) selama 10 – 30 menit, timbulnya perasaan tertekan dan takut mati, gelisah, bersikap hiperaktif (aktifitas motorik mengalami peningkatan secara berlebihan), mengalami halusinasi penglihatan (dalam bentuk kilatan sinar, warna – warni cemerlang, amorfiaq, bentuk – bentuk geometris, dan wajah – wajah para tokoh. Juga bisa dalam bentuk tanggapan pancaindera visual dan pendengaran tanpa adanya rangsangan, seperti melihat orang lewat padahal tidak ada orang lewat, mendengar suara padahal tidak ada suara), mengalami perubahan persepsi tentang waktu dan ruang (misalnya, satu meter dipersepsi sepuluh meter, sepuluh menit dipersepsi satu jam), mengalami euphoric (rasa gembira berlebihan), tertawa terbahak – bahak tanpa sebab (tanpa rangsangan yang patut membuat orang tertawa), banyak bicara (merasa pembicaraannya hebat), merasa ringan pada seluruh tungkai badan, mudah terpengaruh, merasa curiga (tapi tidak menimbulkan rasa takut, bahkan cenderung menyepelekan dan menertawakannya), merasa lebih menikmati musik, mengalami percaya diri berlebihan (merasa penampilan dirinya paling hebat walau kenyataannya sebaliknya), mengalami sinestesia (misalnya, melihat warna kuning setiap kali mendengar nada tertentu), dan mengantuk lalu tertidur nyenyak tanpa mimpi setelah mengalami halusinasi penglihatan selama sekitar 2 (dua) jam.
Bagaimana dengan penyalahgunaan ganja dalam dosis rendah dan sedang? Dampaknya juga sama berbahayanya, seperti mengalami hilaritas (berbuat gaduh), mengalami oquacous euphoria (euphoria terbahak – bahak tanpa henti), mengalami perubahan persepsi ruang dan waktu, berkurangnya kemampuan koordinasi, pertimbangan, dan daya ingat, mengalami peningkatan kepekaan visual dan pendengaran (tapi lebih ke arah halusinasi), mengalami conjunctivitis (radang pada saluran pernafasan), dan mengalami bronchitis (radang pada paru – paru).
Pada penyalahgunaan ganja dengan dosis tinggi, dampak yang diakibatkan adalah seorang penyalahguna ganja akan mengalami ilusi (khayalan), mengalami delusi (terlalu menekankan pada keyakinan yang tidak nyata), mengalami depresi (mental mengalami tekanan), kebingungan, mengalami alienasi (keterasingan), dan halusinasi (terkadang, juga disertai gejala psikotik seperti rasa ketakutan dan agresifitas).
Bahaya penyalahgunaan ganja secara teratur dan berkepanjangan juga berakibat fatal berupa gangguan fisik dan gangguan psikis. Gangguan fisiknya antara lain : mengalami radang paru – paru, mengalami iritasi dan pembengkakan saluran nafas, mengalami kerusakan pada aliran darah koroner dan beresiko menimbulkan serangan nyeri dada, beresiko terkena kanker lebih tinggi (karena daya karsinogenik yang terdapat pada ganja jauh lebih tinggi dari pada tembakau), menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah terserang penyakit (karena penyalahgunaan ganja menekan produksi leukosit), serta menurunnya kadar hormon pertumbuhan baik hormon tiroksin (hormon kelenjar gondok) dan maupun hormon kelamin pada laki – laki dan perempuan. Selain itu, gangguan fisik yang ditimbulkan juga menyebabkan pengurangan produksi sperma pada laki – laki dan gangguan menstruasi dan aborsi pada perempuan.
Sedangkan, gangguan psikis akibat penyalahgunaan ganja secara teratur dan berkepanjangan menyebabkan : menurunnya kemampuan berpikir, membaca, berbicara, berhitung, dan bergaul, terganggunya fungsi psikomotor (gerakan tubuh menjadi lamban), kecenderungan menghindari kesulitan dan menganggap ringan masalah, tidak memikirkan masa depan, dan terjadinya syndrom amotivasional (tidak memiliki semangat juang).
Bisa kita bayangkan, betapa mengerikannya bahaya yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan ganja, bahkan untuk menghentikan seseorang yang sudah terbiasa mengkonsumsi ganja juga tidak mudah. Hal ini mengingat dampak yang diakibatkan dari penghentian penyalahgunaan ganja juga tidak kalah berbahayanya, yaitu munculnya gejala putus zat (“withdrawal syndrome”) seperti insomnia (kesulitan tidur), mual, mialgia, cemas, gelisah, mudah tersinggung, demam, berkeringat, nafsu makan menurun, fotofobia (takut akan cahaya), depresi (bisa berakibat si korban nekad melakukan aksi bunuh diri), bingung, menguap, diare, kehilangan berat badan (sebagai akibat dari menurunnya nafsu makan), dan tremor (badan selalu gemetar). Untuk merawat dan memulihkan korban penyalahguna ganja, dibutuhkan perawatan terapi dan rehabilitasi secara terpadu yang sekarang banyak diselenggarakan oleh berbagai LSM dan Instansi Pemerintah yang “concern” terhadap permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba.
Kini, kita sudah melihat semua tentang bahaya dan dampak dari penyalahgunaan ganja sebagaimana terurai di atas. Tugas kita semua selanjutnya adalah mencegah jangan sampai ada anggota keluarga, teman, sahabat, handai taulan, atau orang – orang di sekeliling kita yang terkena jerat penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba, khususnya ganja.
Bagaimana? Siapkah kita untuk berani berkata “Say No to Drugs, Say No to Cannabis”?

Senin, 15 Juni 2009

Mewartakan Iman di tengah Badai Kehidupan seturut Teladan Para Rasul dalam GerejaNYA

Oleh : Andi Sardono

Setiap orang pasti pernah mengalami badai dalam kehidupannya, entah itu berupa badai dalam kehidupan rumah tangganya, pertentangan dengan tetangga, konflik dengan rekan sekerja, pertentangan antar suku dan budaya, ketegangan antar etnis, dan beraneka badai lagi yang lainnya. Sebagian ada yang sanggup bertahan sambil terus berjuang mengatasi badai dalam kehidupannya, tapi tak sedikit pula yang tidak kuat mengatasi badai dan berlari menghindari realita yang ada di depan mata, dan beraneka sikap lainnya yang ditunjukkan oleh setiap orang dalam mengatasi permasalahan dalam hidupnya masing – masing.
Menghadapi situasi pelik seperti di atas, tidak jarang kita bertanya, di mana Tuhan ketika kita sedang menghadapi masalah? Ketimbang kita diombang – ambingkan oleh sikap kita sendiri dalam menghadapi badai dalam kehidupan kita, ada baiknya jika kita mau menyempatkan diri sejenak untuk merefleksikan pengalaman hidup sehari – hari kita dengan perjalanan hidup GerejaNYA, terutama pada masa – masa awal perjalanan iman para murid Kristus yang adalah cikal – bakal Gereja Katholik.
Kita mulai dengan mengamati bacaan Injil pada hari Minggu tanggal 21 Juni 2009 yang mengangkat kisah dari Injil St. Markus 4:35 – 41.
Waktu itu, seusai Yesus menyampaikan SabdaNYA kepada setiap orang dengan berbagai perumpamaan dan kemudian menjelaskan makna dari setiap perumpamaan dalam SabdaNYA kepada para muridNYA secara terpisah (Injil St. Markus 4:33 – 34), Yesus mengajak para muridNYA bertolak ke seberang danau dengan menaiki perahu. Ajakan Yesus itu ditanggapi dengan kehendak bebas setiap muridNYA untuk bersikap “ya” dan mengikuti ajakanNYA dengan segera. Banyak orang yang melihat kejadian itu kemudian mengikuti jejak para muridNYA dengan menaiki masing – masing perahu. Rupanya, mengikuti ajakan Yesus itu belum dibarengi dengan sikap untuk mengerti sepenuhnya tentang siapa Dia, Sang Allah Putra yang menjadi manusia dan tinggal di antara mereka, bahkan ada dalam perahu mereka. Ini terlihat ketika perahu yang mereka tumpangi itu dihantam oleh badai taufan yang sangat dahsyat sehingga menyebabkan perahu mereka mulai dipenuhi air semburan ombak yang masuk ke dalam perahu. Para muridNYA begitu panik dan ketakutan akan situasi yang mereka hadapi. Secara spontan, mereka membangunkan Yesus yang sedang tertidur lelap di buritan kapal dengan harapan Dia mau membantu mereka menguras air yang masuk ke dalam perahu mereka saat itu.
Ternyata, gambaran para muridNYA tentang siapa Yesus meleset. Yesus, Sang Allah Putra, segera bertindak menolong para muridNYA dengan caraNYA sendiri. Dengan penuh wibawa dan kuasa, Dia menghardik badai yang mengamuk itu dan seketika danau itu pun berubah menjadi tenang kembali.
Sikap ketakutan yang ditunjukkan oleh para muridNYA kala itu merupakan tanda bahwa pada awal – awal perjalanan iman mereka mengikuti Yesus, mereka masih belum sepenuhnya memiliki iman yang sempurna. Yesus menyadari benar akan situasi iman yang dialami oleh para muridNYA itu, sehingga dengan melakukan mukjizat itu, Dia mengirimkan sebuah pesan yang sangat jelas namun sangat penting untuk kita hayati bersama, yaitu bahwa setiap orang yang menerima kehadiran Allah dalam Diri Yesus dengan sendirinya akan mendapat perlindungan dari Bapa Surgawi.
Situasi sulit yang dialami oleh para muridNYA akhirnya membawa mereka kepada pengalaman baru akan pengenalan yang lebih mendalam lagi tentang Kasih Kristus yang lebih sempurna dari pemahaman mereka sebelumnya.
Santo Paulus dalam suratnya kepada umat Katholik di Korintus dalam 2 Korintus 5:14 – 17 turut bersaksi bahwa sebagai manusia biasa, dia bersama para rasulNYA pada awalnya cenderung menilai Kristus dari pemahaman mereka masing – masing. Namun, karena St. Paulus dan para rasulNYA mengalami Kasih Kristus yang begitu besar dicurahkanNYA kepada mereka, hal itu telah membawa pemahaman baru akan pengenalan Kristus yang lebih sempurna sebagai bekal St. Paulus dan para rasulNYA dalam mewartakan Ajaran Kristus dalam GerejaNYA. Seperti kita ketahui bersama, banyaknya penganiayaan dan kesulitan hidup yang dialami oleh para rasul Kristus sebagai konsekuensi mewartakan iman Katholik yang mereka miliki tentu sedikit banyak menggoyahkan iman mereka, tapi setiap kali pula pengalaman hidup mereka dalam persekutuan bersama sebagai bagian integral dari GerejaNYA dalam Kasih Kristus semakin hari semakin menguatkan diri mereka untuk terus berjalan bersama mewartakan Ajaran GerejaNYA tanpa kenal lelah. Bagi para rasul Kristus, karena pengalaman akan Kasih Kristus begitu besar mereka terima, maka sudah wajar bagi mereka untuk tidak lagi hidup demi kepentingan diri mereka sendiri, melainkan semua hidup mereka ditujukan untuk kemuliaan Allah Tri Tunggal Maha Kudus. Bahkan, tak sedikit pula dari sekian banyak para Kudus Allah yang mengakhiri hidupnya sebagai martir demi membela iman yang mereka wartakan daripada harus jatuh ke dalam dosa dan menyangkal iman mereka untuk mengikuti berbagai isme yang ditawarkan dunia kepada mereka.
Kini, kita semua yang telah mewarisi Iman Katholik, dapat memetik beberapa hal pengalaman hidup para Kudus Allah dalam mewartakan Iman di tengah berbagai kesulitan dan tantangan yang mereka hadapi sebagaimana terurai di atas, yaitu sebagai berikut :
1. Setiap orang Katholik tidak harus memiliki iman yang sempurna pada awal pengenalan akan Iman Katholik, tetapi Kristus Yesus melalui GerejaNYA menuntut dari kita untuk senantiasa berjuang memahami dan mendalami warisan iman yang kita miliki dari para rasul Kristus sebagaimana diajarkan oleh GerejaNYA.
2. Setiap orang Katholik pasti pernah mengalami badai dalam hidupnya, tapi persatuan utuh dengan Kristus Yesus dalam GerejaNYA yang adalah Tubuh Mistik Kristus akan sanggup memampukan setiap orang untuk mengatasi setiap masalah yang menghampiri kehidupan kita. Hanya dengan persatuan utuh dengan GerejaNYA sebagaimana diteladankan oleh para Kudus Allah, kita akan memperoleh Rahmat dari Allah yang memampukan kita untuk survive atau bertahan hidup di tengah berbagai masalah dalam hidup ini.
3. Mengikuti Kristus Yesus dalam Iman yang Satu, Kudus, Katholik, dan Apostolik memiliki konsekuensi logis untuk turut memikul salib Kristus dengan cara mewartakan Iman sebagaimana diteladankan oleh para Kudus Allah. Tentunya, tidak harus menjadi martir dengan mengorbankan nyawa, tapi setidaknya kita dapat menyumbangkan apa yang kita punya dan kita peroleh dari Allah demi mewartakan Iman kita.
Berkaitan dengan Tahun Imam yang dicanangkan oleh Bapa Suci Paus Benedictus XVI yang dimulai dari tanggal 19 Juni 2009 hingga tanggal 19 Juni 2010, kita (sebagai bagian dari GerejaNYA) juga diharapkan turut mendukung dan mendoakan hidup para Imam yang tertahbis di depan Altar GerejaNYA agar Iman yang Satu, Kudus, Katholik dan Apostolik dapat terus diwartakan ke ujung dunia sampai tiba Kedatangan Kristus Yesus yang kedua kalinya nanti.
Akhirnya, semoga di tengah usaha kita masing – masing (tentunya, dengan dibekali Rahmat dari Allah Tri Tunggal Maha Kudus) dalam mengatasi setiap badai dalam kehidupan kita masing – masing, kita juga dapat turut dan mau mengambil bagian dalam keberlangsungan proses pewartaan Iman dalam GerejaNYA sebagaimana Ajakan Kristus dalam Injil St. Matius 28 : 19.

Jumat, 12 Juni 2009

Sekelumit Kisah Hidup St. Petrus dan St. Paulus

Oleh : Andi Sardono
Email : andisardonossi@yahoo.co.id
URL : http://andisardonossi.blogspot.com
http://andisardonossi.multiply.com

Kalau kita berkesempatan membaca sebuah lagu berjudul “Mari Kita Merenungkan” yang tertera di buku Puji Syukur (maaf, saya lupa nomornya) berkaitan dengan Masa Pra Paskah yang kita lalui beberapa waktu lalu, kita akan melihat sebuah penggalan yang mengecam sikap St. Petrus ketika ia menyangkal sebanyak 3 (tiga) kali tentang keberadaan dirinya sebagai salah satu murid Kristus. Atau, kalau kita berkesempatan berdiskusi dengan saudara – saudara Muslim, pasti salah satu hal yang sering menjadi bahan perdebatan mereka adalah tuduhan bahwa St. Paulus telah mengkorup atau menyelewengkan Ajaran Tuhan, tanpa mereka pernah bisa membuktikan tuduhan itu dengan tanpa salah atau infallible.
Lantas, siapa dan bagaimana sebenarnya St. Petrus dan St. Paulus? Menyambut Hari Raya St. Petrus dan St. Paulus yang jatuh pada tanggal 29 Juni 2009, tak ada salahnya kita melihat sekilas sejarah hidup kedua Rasul Kristus yang begitu mengharukan itu.
1. Santo Petrus
Santo Petrus memiliki nama asli yaitu Simon bin Yunus, saudara dari Santo Andreas (salah satu murid Kristus juga) yang lahir di Bethsaida. Kedua bersaudara ini mulanya bekerja sebagai nelayan. Dalam bahasa Aram, Simon dinamakan sebagai Kefas atau dalam bahasa Yunani disebut sebagai Petrus yang artinya adalah batu karang. Oleh Yesus, Santo Petrus dijadikannya sebagai pemimpin para Rasul dan Kepala GerejaNYA yang pertama (Yoh 1:42 dan Mat 16:18).
Di antara para RasulNYA, St. Petrus boleh dibilang sangat mencolok popularitasnya. Dalam ke – 4 Injil dan Kisah Para Rasul, namanya disebutkan sebanyak 195 kali, sedangkan gabungan ke – 11 rasul lainnya disebutkan sebanyak 130 kali saja. St. Yohanes Rasul menduduki posisi runner – up karena hanya disebutkan sebanyak 29 kali saja. Dalam ketiga Injil Sinoptik yaitu Injil Matius, Markus, dan Lukas serta Kisah Para Rasul, St. Petrus selalu disebutkan sebagai yang pertama dalam bilangan para RasulNYA. Santo Petrus bersama Santo Yakobus bin Zebedeus dan Santo Yohanes Rasul menjadi saksi atas dibangkitkannya Putri Yairus dari kematian (Mat 5:21 – 43), transfigurasi Yesus Kristus di atas bukit (Mat 17:1 – 8), dan sengsara Yesus Kristus di Taman Getsemani (Mat 26:36 – 46).
Patut dicamkan bersama bahwa walau dikatakan bahwa St. Petrus sempat menyangkal sebanyak 3 (tiga) kali sebagaimana disebutkan di atas, tapi toh akhirnya ia menyesal dan bertobat atas penyangkalan dirinya itu sebagaimana dapat kita baca dalam Injil. Sayangnya, fakta penting ini diabaikan begitu saja oleh beberapa di antara kita dan malah ikut – ikutan menyalahkan St. Petrus tanpa mau melihat keseluruhan hidup dan perjuangan iman St. Petrus dalam mewartakan Ajaran GerejaNYA sebagai Paus Pertama dari GerejaNYA.
Dialah yang pertama kali mewartakan Injil di daerah Yerusalem dan sekitarnya. St. Petrus pula yang mendirikan gereja lokal pertama di Antiokhia, tempat di mana kemudian hari untuk pertama kalinya nama Katholik diperkenalkan dan digunakan sebagaimana kesaksian St. Ignasius dari Antiokhia. Dengan dipimpin oleh St. Petrus, Konsili Gereja Katholik yang pertama diadakan di Yerusalem pada tahun 51 M (Kis Para Rasul 15:7).
Sebagai Paus pertama dan Uskup di Roma, St. Petrus kemudian mendirikan pusat pengajarannya di kota Roma. Di sana, St. Petrus menghabiskan tahun – tahun terakhirnya dengan terus mewartakan Ajaran GerejaNYA sampai akhirnya menjadi martir dengan cara disalibkan dengan posisi terbalik (kepala St. Petrus berada di bawah) pada sekitar tahun 64 atau 67 semasa penindasan umat Katholik oleh Kaisar Nero.
Kita perlu mengingat pula akan sebuah fakta bahwa walau St. Petrus meninggal di Roma sesuai Tradisi GerejaNYA dan catatan sejarah, tapi sebelumnya tidak diketahui di mana letak makamnya secara tepat. Ini bermula pada tahun 315 di mana Kaisar Konstantinus (kaisar Romawi) yang bersikap baik terhadap umat Katholik, mendirikan sebuah bangunan gereja.
Pembangunan itu berlanjut dengan dibangunnya sebuah basilika (gereja berukuran raksasa) yang tepat didirikan di atas bangunan gereja tersebut dan ini berlanjut terus dengan didirikannya pondasi bangunan yang baru sampai akhirnya menjadi Basilika St. Petrus, Vatikan, seperti yang kita kenal sekarang ini. Sepanjang masa itu, pengetahuan akan letak makam St. Petrus menghilang dari sejarah sampai akhirnya pada tahun 1939 terjadi sebuah kecelakaan yang menimpa seorang pekerja bangunan. Kejadian itu mengawali penemuan di tahun 1958 akan sebuah makam yang diketahui adalah makam St. Petrus yang terletak di salah satu katakombe, persisnya di bawah altar yang terletak tepat di bawah kubah St. Petrus. Pada makam itu tertera sebuah ukiran tulisan yang berbunyi :”Petrus berbaring di dalam sini”. Sudah pasti, kalimat itu segera mengingatkan kita akan kata – kata Yesus sendiri dalam Mat 16:18 yang mendapat dimensi tambahan makna yang memberi bukti bahwa Gereja Katholik adalah satu – satunya Gereja yang didirikan oleh Yesus Kristus sendiri.
St. Petrus sering dilukiskan sedang membawa 2 (dua) buah kunci yang adalah simbol kekuasaannya dalam GerejaNYA. Atau, terkadang juga dilukiskan St. Petrus sedang membawa 2 (dua) kunci bersilangan dan sebuah salib yang diposisikan terbalik (mengingat posisi penyalibannya yang terbalik).
2. Santo Paulus
Mulanya, nama dari Santo Paulus adalah Saulus, seorang warga negara Roma yang berasal dari keturunan suku Benyamin (salah satu suku di Israel) dan lahir di Tarsus. Saulus pada awalnya ikut mengambil bagian dalam penindasan umat Katholik sampai pada akhirnya ia mengalami pertobatan yang mukjizat setelah mendapat panggilan secara khusus dari Tuhan Yesus dalam perjalanannya ke Damsyik (sekarang Damaskus yang terletak di Siria) seperti diceritakan dalam Kisah Para Rasul 9:1 – 18. St. Pauius kemudian menjadi rasul yang pantang menyerah dalam mewartakan Injil di kalangan non Yahudi.
St. Paulus tetap tinggal di Damaskus untuk beberapa hari setelah pembaptisannya dan pergi ke tanah Arab selama 1 – 2 tahun untuk mempersiapkan aktivitas merasulnya. Sekembalinya ke Damaskus, St. Paulus tinggal agak lama dan mulai berkhotbah mewartakan Injil di sinagoga – sinagoga. Tentu saja, aktivitasnya itu segera menyulut kebencian di kalangan Yahudi sehingga terpaksa St.Paulus segera menyingkir dari sana.
Ketaatan St. Paulus kepada St. Petrus sebagai Paus Pertama GerejaNYA ditunjukkannya dengan kepergiannya ke Yerusalem untuk bersilaturahmi dengan St. Petrus. Ini sekaligus menjawab tuduhan tak berdasar yang mengatakan bahwa St. Paulus menyelewengkan Ajaran Tuhan. Dengan sikap ketaatannya itu, St. Paulus membiarkan dirinya dibimbing oleh Roh Kudus menuju ke persatuan utuh dengan GerejaNYA yang Satu, Kudus, Katolik, dan Apostolik. Lalu, bersama dengan St. Barnabas, dia melakukan perjalanan misionarisnya yang pertama dan mendirikan gereja – gereja di seluruh Asia Kecil yaitu wilayah Pisidian, Antiokhia, Iconium, Lystra, dan Derbe.
Setelah berlangsungnya Konsili Yerusalem, Paulus ditemani oleh Silas, lalu bergantian dengan St. Timotius dan St. Lukas melakukan perjalanan misionaris keduanya. Pada perjalanannya yang ketiga kalinya, St. Paulus mengunjungi tempat – tempat yang sama dan sempat tinggal di Efesus selama sekitar 3 (tiga) tahun. St. Paulus banyak mengalami penangkapan dan pemenjaraan, di antaranya yaitu ditangkap di Yerusalem (Kisah Para Rasul 21:30), dipenjarakan di Kaisarea (Kisah Para Rasul 23:23 – 24), dan dipenjarakan selama 2 (dua) tahun di kota Roma.
Penderitaan St.Paulus belum berakhir. Menurut Tradisi Suci, setelah 2 (dua) tahun dipenjara di kota Roma, St. Paulus dibebaskan dan melanjutkan karya misinya ke Spanyol dan Timur. Sekembalinya ke kota Roma, St. Paulus dipenjarakan untuk kedua kalinya. Di kota ini pula, St. Paulus akhirnya wafat sebagai martir dengan cara dipenggal kepalanya di luar tembok – tembok kota pada sekitar tahun 67 selama penindasan oleh Kaisar Nero. Tempat pemenggalan kepalanya dikenal dengan nama Tre Fountane atau Three Fountains yang berarti “tiga mata air” karena kemunculan tiga mata air secara mukjizat di tempat kepalanya jatuh ke bumi. Salah satu karyanya yang paling fenomenal adalah kurang lebih 14 surat yang ditulisnya dalam Perjanjian Baru, tapi tidak tertutup kemungkinan malah lebih banyak lagi surat – surat St. Paulus yang telah hilang.
St. Paulus sering dilukiskan secara bermacam – macam, antara lain bersama – sama dengan St. Petrus, yang di antaranya terdapat sebilah pedang dalam adegan pertobatannya. Lambangnya adalah sebilah pedang di belakang sebuah buku terbuka yang bertuliskan “Spiritus Gladius” yang berarti Pedang Roh.
Kini, kita telah melihat sekelumit kisah hidup mereka berdua. Semoga kita dapat belajar banyak dari teladan hidup kedua Rasul Kristus itu tentang bagaimana menjadi saksi kebenaran Ajaran GerejaNYA di tengah tantangan dunia yang banyak diselimuti oleh aneka isme dalam kehidupan kita sekarang ini.

Selasa, 02 Juni 2009

Menghayati Tubuh dan Darah Kristus sebagai Karunia yang Sangat Berharga

Oleh : Andi Sardono

Jika kita berkesempatan berdiskusi dengan saudara – saudara kita dari kalangan Protestan, maka salah satu hal yang paling sering dipertanyakan kepada kita adalah tentang peristiwa transsubstansiasi atau peristiwa perubahan hakiki dalam hal substansi dari roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus sendiri. Penggunaan istilah transsubstansiasi sendiri diperkenalkan dalam Konsili Lateran IV pada tahun 1215 dan dan dipertegas lagi oleh Bapa Suci kita dalam Ecclesia de Eucharistia seperti akan dibahas dalam tulisan ini.

Beberapa pandangan sesat tentang transsubstansiasi berasal dari beberapa denominasi Protestan seperti misalnya :

1. Denominasi Zwingli dan Calvin yang percaya bahwa Kristus hadir hanya dalam lambang roti dan anggur.

2. Denominasi Luther percaya akan kon – subtansiasi di mana Ekaristi adalah sekaligus tubuh dan darah, anggur dan roti.

3. Denominasi Melancthon percaya bahwa Ekaristi kembali menjadi roti dan anggur sesudah komuni.

Terdorong akan fenomena di atas, maka GerejaNYA mengeluarkan ensiklik berjudul “Ecclesia de Eucharistia” yang berarti “Ekaristi dan Hubungannya dengan Gereja” dan mengadakan Konsili Trente pada tahun 1551 untuk menanggapi pandangan sesat di atas. Dalam salah satu Dekrit Trente yaitu Ajaran tentang Kurban Misa Kudus dinyatakan bahwa : “ dalam Sakramen Ekaristi Maha Kudus, setelah konsekrasi roti dan anggur, Tuhan kita Yesus Kristus, sungguh Allah dan sungguh manusia secara nyata, sungguh benar, dan pada intinya hadir dalam rupa realitas yang kelihatan itu. Tidak ada pertentangan dengan kenyataan bahwa Juru Selamat kita senantiasa duduk di sebelah kanan Bapa di Surga menurut kodrat keberadaanNYA, dan bahwa, meskipun demikian, dalam substansiNYA, Dia hadir secara sakramental bagi kita di banyak tempat lain juga.”

Beberapa point penting yang dapat kita petik dari ensiklik “Ecclesia de Eucharistia” adalah sebagai berikut :

1. “ Pada setiap perayaan Ekaristi, kita dibawa kembali kepada Trihari Paskah : kepada Peristiwa malam hari Kamis Putih, kepada Perjamuan Terakhir dan kepada apa yang menyusulnya. Dasar Ekaristi mendahului secara sakramental peristiwa yang bakal terjadi, dimulai dari Sakrat Getsemani. ” (Ensiklik No. 3).

2. “ Merenungkan Kristus berarti mampu mengenaliNYA di mana pun Ia nampak, dalam pelbagai wujud, tetapi terutama dalam Sakramen hidup dari Tubuh dan DarahNYA. Gereja hidup dari Kristus Ekaristi, disuapi olehNYA, dan beroleh kecemerlangan dariNYA. Ekaristi adalah sekaligus misteri Iman dan misteri Terang. Setiap kali Gereja merayakan Ekaristi, maka dalam salah satu cara umat dapat merasakan kembali pengalaman kedua murid yang berjalan ke Emaus – “Mata mereka terbuka dan mengenali Dia.” (Ensiklik No. 6).

3. “ Peristiwa perubahan hakiki dalam hal substansi dari roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus dinamakan sebagai Peristiwa Transsubstansiasi. Sehingga wujud, rasa, dan bau roti dan anggur tetap sama atau tidak berubah dalam karakteristiknya, tetapi substansinya berubah, yaitu menjadi Tubuh dan DarahNYA. ” (Ensiklik No. 15).

Selain beberapa point di atas, sangat patut kalau kita merenungkan juga keseluruhan misteri yang diabadikan dalam Ekaristi Kudus dan kurban Kudus Misa sebagaimana ditampilkanNYA dalam Perjamuan Terakhir, yaitu bahwa Yesus tidak hanya sekedar memberikan roti dan anggur yang telah diberkatiNYA kepada para rasulNYA. Lebih dari itu, Kristus Yesus memberikan diriNYA seutuhnya (yaitu Tubuh, Darah, Jiwa, dan Ke – Allah – anNYA) kepada umat manusia yang dicintaiNYA.

Setelah usai dengan Perjamuan Terakhir sebagaimana kita ikuti pada malam Kamis Putih, keesokan harinya, Yesus sudah tergantung di atas kayu salib seperti kita ikuti pada Perayaan Jumat Agung dan darahNYA yang mengucur deras dari kayu salib dicurahkanNYA dengan sehabis – habisnya untuk menghapus dosa – dosa kita.

Sungguh mengagumkan. Kristus Yesus sebagai PutraNYA menunjukkan cinta Bapa kepada manusia dengan mempersembahkan kurban penghapus dosa yang sempurna, yang tidak lain adalah DiriNYA sendiri sebagai kurban dimaksud. Patut pula kita ketahui bahwa kurban Kristus adalah kurban yang memberikan hidup yang kemudian menjadi perjanjian yang sempurna dan kekal atas hidup dan cinta dengan Allah yang dimeteraikan oleh Kristus Yesus, Tuhan kita.

Begitu agung dan luhurnya warisan Kristus itu sehingga tidak berlebihan jika GerejaNYA selalu mengagungkan harta pusaka ini sebagaimana terwujud dalam setiap Perayaan Ekaristi.

Di samping uraian dari ensiklik di atas, keyakinan kita akan Ekaristi Kudus juga berakar dari pernyataan Kristus sendiri sebagaimana tertulis dalam Injil St. Yohanes 6:51.53 – 57 : “ Akulah roti hidup yang telah turun dari Surga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama – lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah dagingKu, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia. Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darahNYA, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan dagingKu dan minum darahKu, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab, dagingKu adalah benar – benar makanan dan darahKu adalah benar – benar minuman. Barangsiapa makan dagingKu dan minum darahKu, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.”

Kini, sudah selayaknya jika kita berdoa memohon rahmat kepadaNYA agar kita beroleh percaya lebih teguh setiap hari akan karunia Kristus sendiri yang amat berharga ini.