Powered By Blogger

Kamis, 23 Juli 2009

Krisis Keuangan Global dalam Refleksi Ajaran Sosial Gereja

Oleh : Andi Sardono

In nomine Patris et Filii et Spiritui Sancti. Amen.

Menjelang akhir tahun 2009 lalu, dunia dihebohkan dengan situasi krisis keuangan yang menimpa sendi – sendi perekonomian Negara Amerika Serikat. Ibarat sebuah kartu domino yang berdiri tegap lalu dijatuhkan berturutan dari depan dan menimpa kartu – kartu domino lainnya yang berdiri di belakangnya, segera saja krisis finansial tersebut merembet ke negara – negara lainnya di luar Amerika Serikat, termasuk Indonesia.

Krisis keuangan yang dialami oleh Indonesia memang diakui tidak separah yang terjadi pada tahun 1997, tapi tetap saja kondisi demikian membuat Pemerintah Indonesia merasa perlu membuat beberapa langkah antisipasi untuk menekan seminimal mungkin dampak krisis tersebut agar tidak merembet terlalu jauh ke sendi – sendi perekonomian masyarakat Indonesia. Yang lebih memprihatinkan kita semua tentunya juga adanya aksi teror bom di Hotel JW Marriot dan Hotel Ritz Carlton pada hari Jumat tanggal 17 Juli 2009 lalu yang turut memperburuk sektor kepariwisataan Indonesia.
Berkaitan dengan situasi krisis itu, sebagai bagian dari warga Negara Indonesia, melalui bacaan Injil hari Minggu tanggal 26 Juli 2009 ini yang diambil dari Injil St. Yohanes 6 : 1 – 15, kita bersama – sama diajak oleh GerejaNya untuk merenungkan akan karya belas kasih jasmani dan rohani sebagaimana juga terangkum dalam Katekismus Gereja Katholik. Dengan melakukan karya belas kasih tersebut seperti yang diajarkan oleh GerejaNya dalam Ajaran Sosial Gereja, tentunya kita diminta untuk turut andil memperhatikan sesama kita, khususnya yang terkena dampak krisis keuangan global sekarang ini. Adapun karya belas kasih jasmani dimaksud adalah : memberi makan mereka yang lapar, memberi minum mereka yang haus, memberi tumpangan kepada orang asing, memberi pakaian kepada mereka yang telanjang, mengunjungi orang sakit, mengunjungi orang tahanan dan menguburkan orang mati (bdk Mat. 25:34 – 40). Sedangkan karya belas kasih rohani adalah : mengajar (Kis 8:35-39), memberi nasehat (1 Tes 5:9-11), menghibur (Rom 12:15), mempertobatkan atau menegur orang berdosa (Kis 2:40-41, Yak 5:19-20), mengampuni semua kesalahan (Mat 18:21-22), dan menanggung dengan sabar hati (1Kor 13:5), berdoa bagi sesama, baik yang hidup maupun yang sudah meninggal (Yak 5:16, 2Mak 12:45).
Kita saksikan bagaimana Kristus Yesus mengajak para muridNya untuk berhenti sejenak dari perjalanan mereka mencari tempat tenang dan sepi, kemudian memperhatikan nasib sekian ribu orang yang mengikutiNya. Ya, mereka semua tentu lelah dan kelaparan karena hendak mengikuti ke mana saja Yesus pergi. Sebagai Gembala yang Baik dan Utama sebagaimana kita hayati dalam bacaan Injil hari Minggu lalu, Yesus menunjukkan belas kasihNya dengan meminta para muridNya untuk berusaha mencari cara guna memberi makan kepada sekian ribu orang yang mengikutiNya.
Jika kita perhatikan dengan sungguh – sungguh, sebagai Gembala Utama dari GerejaNya, Yesus Kristus telah banyak meletakkan sendi dasar Ajaran Sosial GerejaNya, di antaranya yaitu mengajar banyak orang (bdk bacaan Injil hari Minggu tanggal 19 Juli 2009 yang lalu) dan memberi makan kepada orang yang lapar melalui peristiwa penggandaan roti dan ikan (bdk bacaan Injil hari Minggu tanggal 26 Juli 2009).
Selanjutnya, dalam Katekismus Gereja Katholik (KGK) No. 2419 disebutkan bahwa : " Perwahyuan kristiani... mengantar kita kepada pengertian hukum-hukum kehidupan sosial" (GS 23,1). Melalui Injil, Gereja menerima wahyu seutuhnya tentang kebenaran mengenai manusia. Kalau ia menjalankan tugasnya, yakni mewartakan Injil, maka ia memperlihatkan kepada manusia, atas nama Kristus, martabat dan panggilannya untuk persekutuan pribadi; ia mengajarkan kepadanya keadilan dan cinta kasih yang sesuai dengan kebijaksanaan ilahi.
Dari kutipan Katekismus di atas terlihat bahwa oleh GerejaNya, kita diajak dengan sungguh – sungguh untuk berpartisipasi aktif dalam mewujudkan keadilan dan cinta kasih sesuai dengan kebijaksanaan ilahi, terutama berkaitan dengan situasi krisis finansial global akhir – akhir ini.
Sementara itu pula, secara bersamaan, kita sebagai warga bangsa dan umat GerejaNya juga diajak untuk menolak ideologi totaliter, ateis (kedua paham ini disinyalir telah bergandengan tangan dengan paham komunisme dan sosialisme), individualisme dan paham keunggulan absolute dalam cara kerja kapitalisme dalam setiap usaha bersama kita melepaskan diri dari kungkungan krisis keuangan global saat ini. Ini sesuai dengan KGK No. 2425 yaitu : Gereja telah menolak ideologi totaliter dan ateis, yang dalam waktu-waktu akhir ini bergandengan dengan "komunisme" atau dengan "sosialisme". Di pihak lain ia juga telah menolak individualisme dan keunggulan absolut dari hukum pasar terhadap karya manusia dalam cara kerja "kapitalisme"Bdk. CA 10; 13;44.. Pengaturan ekonomi secara eksklusif oleh rencana sentral merusak hubungan masyarakat secara radikal; pengaturan yang eksklusif melalui hukum pasar bebas, melawan keadilan sosial, karena "ada berbagai kebutuhan manusia yang tidak mendapat tempat di pasar" (CA 34). Karena itu harus diusahakan satu pengaturan pasar yang bijaksana dan usaha-usaha perekonomian yang diarahkan kepada tata nilai yang tepat dan kepada kesejahteraan semua orang.
Secara khusus pula, Gereja mengajarkan kepada kita untuk memperhatikan dengan sungguh – sungguh kehidupan sesama kita yang kondisi perekonomiannya termasuk dalam kategori miskin sebagaimana diamanatkan oleh Yesus Kristus sendiri. Gereja menegaskan hal ini dalam KGK No. 2443 yaitu : Tuhan memberkati mereka yang membantu orang-orang miskin dan mengecam mereka yang memalingkan diri dari mereka: "Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan jangan juga menolak orang yang mau meminjam dari padamu" (Mat 5:42). "Kalian sudah memperoleh semuanya itu dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma" (Mat 10:8). Menurut apa yang telah mereka lakukan kepada orang miskin, Yesus Kristus akan mengenai orang-orang pilihan-Nya. Apabila "kepada orang miskin diberitakan kabar baik" (Mat 11:5), maka itulah tanda kehadiran Kristus.
Untuk mempertegas kembali Ajaran Sosial Gereja, St. Yohanes Krisostomus bahkan mengingatkan kita dengan sebuah nasehat yaitu : "tidak membiarkan kaum miskin turut menikmati harta miliknya, berarti mencuri dari mereka dan membunuh mereka. Yang kita miliki, bukanlah harta milik kita, melainkan harta milik mereka" (Laz 1,6). St. Gregorius Agung menulis untuk kita demikian : "Kalau kita memberikan kepada kaum miskin apa yang sangat dibutuhkan, kita tidak memberi kepada mereka secara sukarela pemberian pribadi, tetapi kita mengembalikan kepada mereka, apa yang menjadi hak mereka. Dengan berbuat demikian, kita lebih banyak memenuhi kewajiban keadilan daripada melaksanakan perbuatan cinta kepada sesama" (Gregorius Agung, past. 3,21)”. (bdk KGK No. 2446).
Itulah tadi sepintas tentang Ajaran Sosial Gereja dalam kaitannya dengan situasi krisis keuangan yang melanda negeri tercinta kita ini. Dengan berbekal kemampuan yang ada pada kita masing – masing, semoga kita dapat menyumbangkan sesuatu hal yang berguna untuk saling menguatkan sesama kita dalam mengatasi dampak krisis keuangan global saat ini. Tentunya, harapan kita bersama adalah agar situasi krisis tersebut dapat kita dilalui oleh bangsa dan negara tercinta kita ini, serta oleh sekian banyak negara berkembang yang mengalami dampak serupa.

Rabu, 15 Juli 2009

Hidup Setia di Bawah Penggembalaan GerejaNya

Oleh : Andi Sardono

Kita tentu ingat akan sebuah lagu yang bagus dan terdapat dalam Buku Puji Syukur, yaitu lagu no. 646 yang menggambarkan keyakinan iman dari salah seorang nabi Perjanjian Lama, yaitu Daud. Lagu itu dikutip dari Mazmur 23 : 1 – 6 yang juga merupakan Mazmur Daud, berkisah tentang kedudukan Allah sebagai Gembala bagi dirinya (Daud) yang penuh perhatian membimbing, mengarahkan dan menjaganya siang dan malam.
Kesaksian iman Daud itu kemudian ditegaskan kembali oleh Yesus Kristus, sebagaimana Bacaan injil hari Minggu tanggal 19 Juli 2009 yahg diambil dari Injil St. Markus 6:30 – 34. Kita bisa simak, Dia mewartakan DiriNya sebagai Gembala yang menaruh belas kasih kepada sekian banyak orang yang datang dari segenap penjuru kota di Israel untuk mengikutiNya bersama para muridNya. Dalam peristiwa itu, Yesus menggenapi apa yang pernah dinubuatkan oleh Daud dalam kutipan Mazmur tadi. Begitu melihat rombongan besar orang yang mengikutiNya dari belakang, Dia tergerak oleh rasa belas kasih dan memutuskan untuk menunda rencana semula beristirahat bersama para muridNya dan kemudian mulai mengajarkan banyak hal kepada mereka semua (orang – orang yang mengikutiNya) laksana Gembala “yang membaringkan domba – dombaNya di padang luas yang berumput hijau, yang membimbing mereka semua ke air yang tenang, yang menyegarkan jiwa – jiwa para dombaNya dan yang menuntun mereka di jalan yang benar dalam NamaNya yang Kudus,” sama persis seperti kutipan Mazmur 23:1 – 6.
Tugas penggembalaan yang dirintis dan dilaksanakan oleh Yesus Kristus tidak hanya berlangsung ketika Dia masih berada di dunia bersama para muridNya, tetapi juga ketika Dia sudah naik dan duduk di sisi kanan BapaNya pun tugas penggembalaanNya itu kemudian diteruskan oleh para Rasul Kristus yang terhimpun dalam Gereja Katholik. Hal ini terjadi setelah Dia meminta kesediaan St. Petrus (sebagai bukti cinta setia St. Petrus kepada Kristus Yesus) untuk melanjutkan tongkat penggembalaanNya sepeninggal Dia naik ke Surga (bdk Yoh 21:15 – 19).
Selanjutnya Kitab Suci mencatat, sebagai Paus Pertama Gereja Katholik, St. Petrus memimpin Konsili Yerusalem pada tahun 51 (Kisah Para Rasul 15) dan menyelesaikan perselisihan tentang Ajaran GerejaNya. Menurut Tradisi Suci, dia menggembalakan sekian banyak umat Katholik yang pada waktu itu sudah tersebar merata hampir di semua bagian daratan Asia dan Afrika.
Dalam Katekismus Gereja Katholik dijelaskan pula bahwa di bawah bimbingan Roh Kudus, GerejaNya (yang dibangun di atas dasar St. Petrus dan para Rasul Kristus) kemudian mengajarkan banyak kebenaran yang dipelajari Gereja dari para RasulNya. Secara terus – menerus, GerejaNya diajari, dibimbing, dan dikuduskan oleh Roh Kudus yang bekerja melalui pengganti para RasulNya, yaitu Dewan Para Uskup dalam persatuan utuh dengan pengganti St. Petrus sebagai Paus (Bapa Suci). Ini merupakan salah satu penjelasan mengapa Gereja Katholik mewarisi sifat Apostolik dan sekaligus membantah tudingan miring dari sementara orang bahwa dalam GerejaNya tidak ada Roh Kudus sehingga menurut mereka (segelintir orang) GerejaNya perlu diperbarui.
Sebagai umat beriman yang menerima panggilanNya untuk bersatu dalam pangkuan GerejaNya, kita semua adalah juga merupakan domba – dombaNya yang berada di bawah penggembalaan Paus Benedictus XVI sebagai penerus St. Petrus seperti halnya Paus Yohanes Paulus II dan para Bapa Suci pendahulunya.
Konsekuensi logisnya, kita pun diminta oleh Kristus Yesus untuk tetap berjalan sesuai tuntunan GerejaNya. Dalam Lumen Gentium 25 (LG 25) ditegaskan bahwa sebagai orang beriman, kita diwajibkan untuk menerima ketetapan – ketetapan yang diajarkan oleh GerejaNya (baik yang disampaikan melalui Wewenang Mengajar Gereja yang Luar Biasa maupun melalui Wewenang Mengajar Gereja yang Biasa) dengan penuh ketaatan iman, kepatuhan kehendak, dan akal budi yang suci. Sebagai domba – dombaNya, tentu kita merasa berat untuk menerima konsekuensi di atas jika kita hanya memandangnya dari sisi manusiawi kita saja. Terlebih, ada banyak tawaran di dunia berselubungkan paham atau isme yang menyesatkan bak “serigala berbulu domba” yang silih berganti menghampiri kita dan semuanya berpotensi dapat menggoyah komitmen kesetiaan kita untuk hidup jujur dan benar sebagai domba – dombaNya. Salah satu contoh konkritnya, misalnya ketika kita merasa bahwa penderitaan dan kesulitan yang kita alami di dunia ini tidak kunjung teratasi padahal kita selalu menghadiri Perayaan Ekaristi dan kemudian datang suatu paham yang menawarkan bentuk ibadat lain (dari yang selama ini kita kenal dalam GerejaNya) yang lebih mengedepankan euphoria atau heboh gegap gempita sesaat lengkap dengan iming – iming kesuksesan duniawi, maka kita cenderung untuk mengikuti paham tersebut. Lambat laun, kita menjadi malas menghadiri Perayaan Ekaristi dan lebih memilih menghadiri ibadat lain yang lebih menggiurkan atau lebih liberal dari sisi duniawi. Atau, ada juga yang menawarkan bentuk lain dari Tata Perayaan Ekaristi yang sudah ditetapkan oleh GerejaNya dengan memasukkan unsur – unsur lain dari suatu paham ke dalam Tata Perayaan Ekaristi. Ini jelas bertentangan dengan penegasan para Rasul Kristus seperti yang terangkum dalam Katekismus Gereja Katholik yaitu bahwa Kristus membagikan karunia keselamatanNya melalui Liturgi GerejaNya.
Tentu, masih banyak lagi contoh konkrit lainnya yang semuanya itu menuntut kita untuk mau bersikap waspada dan berhati – hati terhadap serbuan “serigala berbulu domba” yang coba mencerai – beraikan kita dari kumpulan domba yang terhimpun dalam GerejaNya.
Dari pihak Allah, ternyata Dia tidak meninggalkan kita sendirian berjuang menjalankan Amanat Kristus Yesus dalam GerejaNya. Dengan kasihNya yang begitu besar, Dia tidak menginginkan satu pun dombaNya yang hilang tersesat. Sesuai JanjiNya, Dia mengutus Roh Kudus kepada setiap orang yang percaya kepada Kristus dan menaati perintah – perintahNya (bdk 1 Yoh 3:23 – 24, 1 Yoh 4:13, 1 Kor 12:3, dan Kis 5:29 – 32). Dengan kata lain, Roh Kudus membimbing setiap orang untuk datang kepadaNya melalui GerejaNya.
Akhirnya, semoga pengalaman hidup yang ditunjukkan sekian banyak orang yang mengikuti Yesus bersama para RasulNya seperti kita simak dalam Injil St. Markus dan kesaksian iman para martir GerejaNya dapat membangkitkan semangat kita semua untuk bertahan hidup dalam kesetiaan iman, keteguhan harapan, dan kerelaan kasih di bawah penggembalaan GerejaNya. Amin.
In nomine Patris et Filii et Spiritu Sancti. Amen

Menghadapi Konsekuensi Penolakan dan Penganiayaan sebagaimana Teladan Hidup Kristus dan Para RasulNYA

Oleh : Andi Sardono
Dalam setiap usaha kita untuk mewartakan AjaranNYA dengan sungguh – sungguh, kita pasti pernah mengalami penolakan dari orang – orang yang kita jumpai, entah itu dari sahabat, teman, atau mungkin dari kaum kerabat sendiri. Umumnya, penolakan itu lebih disebabkan karena pola pikir yang sudah terlanjur tertanam dalam diri pribadi mereka.
Bacaan Injil hari Minggu tanggal 5 Juli 2009 yang dikutip dari Injil St. Markus 6 : 1 – 6 mengedepankan sebuah kisah penolakan yang dialami oleh Yesus Kristus ketika Dia mengawali karya perutusanNYA di tanah tempat kelahiranNYA sendiri.
Dia ditolak justru oleh orang – orang yang sedaerah denganNYA. Mereka tidak percaya akan pewartaan yang berasal dari Bapa dan memperoleh kepenuhanNYA dalam Diri PutraNYA, Yesus Kristus. Dalam benak mereka, sudah terlanjur tertanam pola pikir bahwa seorang anak tukang kayu tidak akan bisa menjadi pewarta Sabda Allah lengkap dengan mukjizat dan aneka karuniaNYA. Sungguh ironis penolakan yang dialamiNYA itu, sehingga Dia sendiri heran atas ketidakpercayaan mereka.
Rupanya, penolakan yang dialami oleh Yesus Kristus sebagai Kepala GerejaNYA, kelak juga dialami oleh para muridNYA di kemudian hari. Bahkan, mengikuti jejak Yesus Kristus yang wafat sebagai martir di atas kayu salib, beberapa dari mereka pun juga mengalami penganiayaan pada awal perkembangan GerejaNYA, sampai akhirnya wafat sebagai martir di tempat mereka berkarya menjalankan amanat Kristus Yesus. Ya, sepeninggal Kristus Yesus naik ke Surga dan setelah menerima karunia Roh Kudus dalam peristiwa Pentakosta, para RasulNYA (minus Yudas Iskariot) yang adalah Uskup – uskup Gereja Katholik yang pertama, kemudian melanjutkan karya pewartaan Kabar Gembira ke seluruh penjuru dunia.
Mereka dengan gagah berani membaptis sesuai amanat Kristus Yesus dalam Mat 28 : 19 – 20, mengarahkan dan memelihara GerejaNYA secara Satu, Kudus, Katholik, dan Apostolik (Katekismus Gereja Katholik No. 781 – 870). Walau mereka ditolak oleh kaum Yahudi, suku asal mereka, namun akhirnya hasil perjuangan mereka hingga tetes darah terakhir sebagai martir membuahkan benih – benih iman Katholik di tempat mereka berkarya. Menurut Tradisi Suci, banyak orang yang semula membenci mereka namun begitu melihat kegigihan mereka hingga wafat sebagai martir lantas berbalik kepada Allah dan memberi diri dibaptis dalam kesatuan utuh dengan GerejaNYA.
Berikut ini adalah nama – nama para Rasul Kristus sebagaimana dimaksud :
1. St. Petrus : berkarya di daerah seputar Yerusalem, Antiokhia, kemudian di Roma sebelum akhirnya wafat sebagai martir di Roma semasa kekaisaran Nero.
2. St. Andreas : berkarya di Yunani bagian Utara (Epirus dan Scythia) dan di Patras sebelum akhirnya wafat sebagai martir di Patras.
3. St. Yakobus bin Zebedeus : berkarya di daerah seputar Yerusalem dan wafat sebagai martir semasa pemerintahan Raja Herodes Agripa (Kis 12:1 – 2).
4. St. Yohanes Penginjil : berkarya di daerah Roma dan Efesus (Asia Kecil). Dia sempat diasingkan ke Pulau Patmos selama setahun atas perintah Kaisar Domitian setelah usaha pembunuhan terhadapnya yang dilakukan atas perintah sang Kaisar mengalami kegagalan.
5. St. Filipus : berkarya di daerah Phrygia sebelum akhirnya wafat sebagai martir di Hierapolis (Yunani) semasa Kaisar Domitian berkuasa.
6. St. Bartolomeus : berkarya di Etiopia, India, Persia, dan Armenia sebelum akhirnya wafat sebagai martir di Abanopolis (Tepi Barat Laut Kaspia).
7. St. Thomas Didimus : berkarya di Laut Kaspia, Parthian, Medes, Teluk Persia, dan India sebelum akhirnya wafat sebagai martir di Kota Madras, India (tempatnya sendiri bernama Carmine).
8. St. Matius : berkarya di Yudea, Etiopia, Persia, dan Parthia sebelum wafat sebagai martir.
9. St. Yudas Tadeus : berkarya di Yudea, Samaria, Idumea, Siria, Beirut, Edessa, Mesopotamia, Persia, dan Libya sebelum wafat sebagai martir di Persia.
10. St. Yakobus bin Alfeus : berkarya di Yerusalem sampai wafat sebagai martir di Yerusalem juga.
11. St. Simon : berkarya di berbagai tempat di Timur Tengah sampai wafat sebagai martir.
Selain pengalaman mereka, tentu masih banyak lagi pengalaman serupa, seperti penolakan, penganiayaan, dan pengasingan yang juga banyak dialami oleh para Kudus Allah lainnya dalam mewartakan Ajaran GerejaNYA.
Pesan yang hendak disampaikan dari pengalaman hidup para Rasul Kristus bagi kita yang sudah menerima Sakramen Baptis dan Sakramen Krisma tentunya adalah agar di kala kita mengalami berbagai peristiwa pahit dalam mewartakan AjaranNYA, kita hendaknya tidak berputus asa, tetapi mampu tampil sebagai saksi akan Iman Kristiani sebagaimana diamanatkan oleh Para Rasul Kristus dan dirangkum dengan sangat tepat dalam Katekismus Gereja Katholik No. 1316, sebagai berikut :
“Krisma (Penguatan) menyempurnakan rahmat Pembaptisan. Itu adalah Sakramen yang memberi Roh Kudus, supaya mengakarkan kita lebih kuat dalam persekutuan anak – anak Allah, menggabungkan kita lebih erat dengan Kristus, memperkuat hubungan kita dengan Gereja, membuat kita mengambil bagian yang lebih banyak dalam perutusannya dan membantu kita supaya memberi kesaksian iman Kristen dengan perkataan dan perbuatan.”
Barangkali, kita tidak akan pernah wafat sebagai martir seperti perjalanan hidup para RasulNYA, tapi dengan menimba semangat dari para Kudus Allah yang rela wafat demi mewartakan AjaranNYA, setidaknya kita memiliki jaminan akan kehidupan kekal di Surga bagi setiap orang yang hidup dalam persatuan utuh dengan Kristus (1 Kor 15 : 20 – 22) sebagaimana tertulis dalam Katekismus Gereja Katholik No. 655 sebagai berikut :
“ Akhirnya kebangkitan Kristus - dan Kristus yang telah bangkit itu sendiri - adalah sebab dan dasar utama kebangkitan kita yang akan datang: "Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung... Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikianlah semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus" (1 Kor 15:20-22). Selama menantikan pemenuhan ini, Kristus yang telah bangkit hidup dalam hati umat beriman. Dalam Kristus yang telah bangkit, umat Kristen mengecap "karunia-karunia dunia yang akan datang" (Ibr 6:5) dan hidupnya dilindungi Kristus di dalam Allah Bdk. Kol 3:1-3., "supaya mereka yang hidup tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka" (2 Kor 5:15).”
Semoga...