Powered By Blogger

Senin, 15 Juni 2009

Mewartakan Iman di tengah Badai Kehidupan seturut Teladan Para Rasul dalam GerejaNYA

Oleh : Andi Sardono

Setiap orang pasti pernah mengalami badai dalam kehidupannya, entah itu berupa badai dalam kehidupan rumah tangganya, pertentangan dengan tetangga, konflik dengan rekan sekerja, pertentangan antar suku dan budaya, ketegangan antar etnis, dan beraneka badai lagi yang lainnya. Sebagian ada yang sanggup bertahan sambil terus berjuang mengatasi badai dalam kehidupannya, tapi tak sedikit pula yang tidak kuat mengatasi badai dan berlari menghindari realita yang ada di depan mata, dan beraneka sikap lainnya yang ditunjukkan oleh setiap orang dalam mengatasi permasalahan dalam hidupnya masing – masing.
Menghadapi situasi pelik seperti di atas, tidak jarang kita bertanya, di mana Tuhan ketika kita sedang menghadapi masalah? Ketimbang kita diombang – ambingkan oleh sikap kita sendiri dalam menghadapi badai dalam kehidupan kita, ada baiknya jika kita mau menyempatkan diri sejenak untuk merefleksikan pengalaman hidup sehari – hari kita dengan perjalanan hidup GerejaNYA, terutama pada masa – masa awal perjalanan iman para murid Kristus yang adalah cikal – bakal Gereja Katholik.
Kita mulai dengan mengamati bacaan Injil pada hari Minggu tanggal 21 Juni 2009 yang mengangkat kisah dari Injil St. Markus 4:35 – 41.
Waktu itu, seusai Yesus menyampaikan SabdaNYA kepada setiap orang dengan berbagai perumpamaan dan kemudian menjelaskan makna dari setiap perumpamaan dalam SabdaNYA kepada para muridNYA secara terpisah (Injil St. Markus 4:33 – 34), Yesus mengajak para muridNYA bertolak ke seberang danau dengan menaiki perahu. Ajakan Yesus itu ditanggapi dengan kehendak bebas setiap muridNYA untuk bersikap “ya” dan mengikuti ajakanNYA dengan segera. Banyak orang yang melihat kejadian itu kemudian mengikuti jejak para muridNYA dengan menaiki masing – masing perahu. Rupanya, mengikuti ajakan Yesus itu belum dibarengi dengan sikap untuk mengerti sepenuhnya tentang siapa Dia, Sang Allah Putra yang menjadi manusia dan tinggal di antara mereka, bahkan ada dalam perahu mereka. Ini terlihat ketika perahu yang mereka tumpangi itu dihantam oleh badai taufan yang sangat dahsyat sehingga menyebabkan perahu mereka mulai dipenuhi air semburan ombak yang masuk ke dalam perahu. Para muridNYA begitu panik dan ketakutan akan situasi yang mereka hadapi. Secara spontan, mereka membangunkan Yesus yang sedang tertidur lelap di buritan kapal dengan harapan Dia mau membantu mereka menguras air yang masuk ke dalam perahu mereka saat itu.
Ternyata, gambaran para muridNYA tentang siapa Yesus meleset. Yesus, Sang Allah Putra, segera bertindak menolong para muridNYA dengan caraNYA sendiri. Dengan penuh wibawa dan kuasa, Dia menghardik badai yang mengamuk itu dan seketika danau itu pun berubah menjadi tenang kembali.
Sikap ketakutan yang ditunjukkan oleh para muridNYA kala itu merupakan tanda bahwa pada awal – awal perjalanan iman mereka mengikuti Yesus, mereka masih belum sepenuhnya memiliki iman yang sempurna. Yesus menyadari benar akan situasi iman yang dialami oleh para muridNYA itu, sehingga dengan melakukan mukjizat itu, Dia mengirimkan sebuah pesan yang sangat jelas namun sangat penting untuk kita hayati bersama, yaitu bahwa setiap orang yang menerima kehadiran Allah dalam Diri Yesus dengan sendirinya akan mendapat perlindungan dari Bapa Surgawi.
Situasi sulit yang dialami oleh para muridNYA akhirnya membawa mereka kepada pengalaman baru akan pengenalan yang lebih mendalam lagi tentang Kasih Kristus yang lebih sempurna dari pemahaman mereka sebelumnya.
Santo Paulus dalam suratnya kepada umat Katholik di Korintus dalam 2 Korintus 5:14 – 17 turut bersaksi bahwa sebagai manusia biasa, dia bersama para rasulNYA pada awalnya cenderung menilai Kristus dari pemahaman mereka masing – masing. Namun, karena St. Paulus dan para rasulNYA mengalami Kasih Kristus yang begitu besar dicurahkanNYA kepada mereka, hal itu telah membawa pemahaman baru akan pengenalan Kristus yang lebih sempurna sebagai bekal St. Paulus dan para rasulNYA dalam mewartakan Ajaran Kristus dalam GerejaNYA. Seperti kita ketahui bersama, banyaknya penganiayaan dan kesulitan hidup yang dialami oleh para rasul Kristus sebagai konsekuensi mewartakan iman Katholik yang mereka miliki tentu sedikit banyak menggoyahkan iman mereka, tapi setiap kali pula pengalaman hidup mereka dalam persekutuan bersama sebagai bagian integral dari GerejaNYA dalam Kasih Kristus semakin hari semakin menguatkan diri mereka untuk terus berjalan bersama mewartakan Ajaran GerejaNYA tanpa kenal lelah. Bagi para rasul Kristus, karena pengalaman akan Kasih Kristus begitu besar mereka terima, maka sudah wajar bagi mereka untuk tidak lagi hidup demi kepentingan diri mereka sendiri, melainkan semua hidup mereka ditujukan untuk kemuliaan Allah Tri Tunggal Maha Kudus. Bahkan, tak sedikit pula dari sekian banyak para Kudus Allah yang mengakhiri hidupnya sebagai martir demi membela iman yang mereka wartakan daripada harus jatuh ke dalam dosa dan menyangkal iman mereka untuk mengikuti berbagai isme yang ditawarkan dunia kepada mereka.
Kini, kita semua yang telah mewarisi Iman Katholik, dapat memetik beberapa hal pengalaman hidup para Kudus Allah dalam mewartakan Iman di tengah berbagai kesulitan dan tantangan yang mereka hadapi sebagaimana terurai di atas, yaitu sebagai berikut :
1. Setiap orang Katholik tidak harus memiliki iman yang sempurna pada awal pengenalan akan Iman Katholik, tetapi Kristus Yesus melalui GerejaNYA menuntut dari kita untuk senantiasa berjuang memahami dan mendalami warisan iman yang kita miliki dari para rasul Kristus sebagaimana diajarkan oleh GerejaNYA.
2. Setiap orang Katholik pasti pernah mengalami badai dalam hidupnya, tapi persatuan utuh dengan Kristus Yesus dalam GerejaNYA yang adalah Tubuh Mistik Kristus akan sanggup memampukan setiap orang untuk mengatasi setiap masalah yang menghampiri kehidupan kita. Hanya dengan persatuan utuh dengan GerejaNYA sebagaimana diteladankan oleh para Kudus Allah, kita akan memperoleh Rahmat dari Allah yang memampukan kita untuk survive atau bertahan hidup di tengah berbagai masalah dalam hidup ini.
3. Mengikuti Kristus Yesus dalam Iman yang Satu, Kudus, Katholik, dan Apostolik memiliki konsekuensi logis untuk turut memikul salib Kristus dengan cara mewartakan Iman sebagaimana diteladankan oleh para Kudus Allah. Tentunya, tidak harus menjadi martir dengan mengorbankan nyawa, tapi setidaknya kita dapat menyumbangkan apa yang kita punya dan kita peroleh dari Allah demi mewartakan Iman kita.
Berkaitan dengan Tahun Imam yang dicanangkan oleh Bapa Suci Paus Benedictus XVI yang dimulai dari tanggal 19 Juni 2009 hingga tanggal 19 Juni 2010, kita (sebagai bagian dari GerejaNYA) juga diharapkan turut mendukung dan mendoakan hidup para Imam yang tertahbis di depan Altar GerejaNYA agar Iman yang Satu, Kudus, Katholik dan Apostolik dapat terus diwartakan ke ujung dunia sampai tiba Kedatangan Kristus Yesus yang kedua kalinya nanti.
Akhirnya, semoga di tengah usaha kita masing – masing (tentunya, dengan dibekali Rahmat dari Allah Tri Tunggal Maha Kudus) dalam mengatasi setiap badai dalam kehidupan kita masing – masing, kita juga dapat turut dan mau mengambil bagian dalam keberlangsungan proses pewartaan Iman dalam GerejaNYA sebagaimana Ajakan Kristus dalam Injil St. Matius 28 : 19.

Tidak ada komentar: