Powered By Blogger

Kamis, 01 Oktober 2009

Cantik atau Pintar?

In nomine Patris et Filii et Spiritu Sancti. Amen

Di Indonesia dan hampir semua negara lain di dunia, sudah jamak kita lihat adanya kontes Pemilihan Putri atau Miss dengan embel - embel lain di belakangnya. Bisa Putri Lingkungan, Miss Sejagat, atau mungkin beberapa nama lain yang disesuaikan dengan tujuan diadakannya kontes tersebut.
Tapi, pernahkan kita melihat ada ketidakonsistenan dalam kontes tersebut? Bukan bermaksud sok moralis, saya cenderung melihat bahwa prasyarat diadakannya kontes - kontes tersebut sering menyimpang dari tujuannya semula. Semisal, selalu dikatakan bahwa yang dipilih adalah gadis atau wanita yang cerdas, smart, diligent, atau berwawasan luas. Tapi, embel - embel di belakangnya selalu ada, yaitu cantik, menawan, dan berpenampilan menarik. Selanjutnya, selalu saja yang terpilih pastilah berwajah cantik, rupawan, ayu, menawan, dan berpenampilan menarik. Kalau kebetulan pintar, smart, diligent, atau berwawasan luas, ya...itu akan menjadi nilai tambah.
Saya lalu berpikir, bagaimana kalau yang kebetulan ikut itu adalah seorang wanita yang terbiasa berpenampilan apa adanya, jauh dari kesan glamor dan jauh pula dari kesan bertaburkan keharuman parfum kelas dunia, berwajah pas - pasan (maaf, kalau nggak dibilang jelek), tapi memiliki kecerdasan di atas rata - rata? Katakanlah, misalnya kecerdasannya melampaui Albert Einstein, Rene L Descartes, Isaack Newton, Thomas Alfa Edison, dan sekian banyak tokoh jenius di dunia dan di Indonesia. Apakah orang - orang dengan kemampuan seperti ini layak untuk ikut dalam kontes - kontes itu? Kalau dianggap tidak layak dari sisi hedonisme duniawi yang menggurita, mungkin kontes - kontes semacam itu sudah saatnya kita anggap sebagai kontes kecantikan belaka, yang nota bene hanya memamerkan kemolekan dan keindahan tubuh belaka plus balutan busana yang harus memenuhi selera industri fashion dunia.
Kecerdasan yang kerap ditampilkan dalam kontes kecantikan itu pun sebetulnya hanyalah kecerdasan di atas kertas, artinya kecerdasan yang bisa dipelajari oleh setiap peserta kontes selama mereka menjalani masa karantina, dan bukan kecerdasan yang lahir dari proses pembelajaran hidup sehari - hari.
Demikianlah, sedikit tumpahan pikiran yang menggelayuti isi kepala tadi pagi ketika saya menyaksikan sebuah tayangan televisi tentang kontes kecantikan di negeri kita. Mudah - mudahan, dengan tulisan ini, kita semua tergugah untuk memberi tempat yang layak bagi kehadiran kontes yang jauh lebih bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik kepada khalayak ramai. Semoga...

Salam blogger,

Andi Sardono
(Tulisan ini dimuat juga di http://andisardonossi.multiply.com dan http://andisardonossi.blogspot.com)

Tidak ada komentar: